Berikutnya, keburukannya. Namanya teknologi, nggak semua orang suka. Ada yang masih menyukai sesuatu yang klasik. Entah itu siswa atau guru, ada yang kontra dengan kelas tablet. Pusing, katanya. Jadinya program ini agak terhambat dengan kubu yang anti.
Namanya di Jerman, nggak ada paksaan, semua merdeka. Jadi tidak di semua mata pelajaran bisa menggunakan Ipad gratisan ini. Gurunya nggak siap.
Selanjutnya, kedua, kadang ada kesalahan teknis. Bisa saja dari kami ber 30, ada 5 Ipad yang tidak berfungsi secara maksimal dan harus ekstra diutak-utik oleh teknisi kampus. Nunggunya pakai lama, jadi nggak bisa ikut kelas tablet, dong. Ndomblong.
Ketiga, karena Ipad membutuhkan energi, tetap nggak bisa dipakai kalau lupa dicharge. Haaa namanya orang lupa charge di rumah, begitu di kelas mau dipakai yaaaa low batt, dan kabel tidak sepanjang meteran tukang. Stop kontaknya jauh dan hanya beberapa, nggak bisa buat rebutan.
Keempat, guru tidak bisa mengecek, apakah murid benar-benar sedang mengerjakan tugas atau menyimak pelajaran selama menggunakan Ipad, atau mereka melihat youtube dan sejenisnya melalui internet karena Ipad mendapatkan wiffi gratis dari sekolah. Nah, lho. Capek, kontrolnya.
Dan masih banyak lagi.
***
Dulu waktu nonton TV, ada reportase kelas digital/tablet kalau nggak salah kelasnya proyek Bill Gates, saya ngakak dan yakin pasti saya nggak bakal jadi seperti mereka dalam hidup ini. Mimpi kali, ye. Rupanya, Tuhan memang Maha Baik dan penuh Mukjizat. Garis nasib berkata lain. Saya jadi murid digital. Dikasih sangu tablet, nih. OMG.
Dari pengalaman saya menjadi salah satu dari kelinci percobaan kelas digital, kelas tablet tahun 2021, banyak hal yang saya pelajari. Semoga ini menjadi gambaran bagi sekolah di tanah air yang akan mengadopsi kelas tablet seperti ini.
Ada kelebihan dan kekurangan dari kelas canggih ini. Semoga makin siap, supaya manfaatnya lebih besar daripada kerugiannya, supaya generasi kita minimal nggak kalah dengan negara-negara tetangga yang sama-sama makan nasi.
Sungguh. Kadang saya iri, mengapa di Indonesia tidak seperti di Jerman, di mana generasinya dimanjakan dengan fasilitas, perlindungan, kesejahteraan, dan entah apalagi keistimewaan yang di negara kita susah dapatnya. Berdarah-darah.