Meskipun happy diizinkan tidur sekasur, anak-anak masih kangen papanya. Jadi nggak heran kami menghubungi suami/papa untuk mengucapkan selamat malam dan selamat tidur sebelum semua menuju Z-Z land.
Senyum mengembang. Saya pandangi satu-satu permata hati sambil mengelus satu-satu. Saya sungguh mencintai mereka. Jiwa raga sudah saya berikan selama ini. Nggak terasa anak-anak yang dahulu bayi sekarang sudah jadi raksasa, lebih besar dari emaknya. Kakinya saja sudah seperti kapal. Ih, masak cewek kakinya gede?
Ah, anak-anak tidurnya lelap sekali. Tidak mendengkur, tidak menggigau, tidak silat. Pokoknya anteng begitu lah. Barangkali secara psikologis mereka termotivasi hati dan pikirannya nyaman menutup mata. Tambahannya, mereka bangun kesiangan. Padahal kalau di kamar sendiri, pagi-pagi sudah ribut.
Sayang. Kebahagiaan di dunia kadang tak abadi. Beberapa hari kemudian, suami pulang. Kami pun bercerita bahwa kasurnya ditempati. Bukan oleh orang lain tapi oleh anak-anak perempuan kesayangannya. Apa kata suami? Saya taksir ia iri. Ia berkacak pinggang.
"Ya sudah, malam ini anak-anak boleh tidur sama aku. Mama tidur di sofa di ruang komputernya. Pasti ia bahagia berada di sarangnya. Nulis terus."
Diarrrrrrr. Apa kata dunia? Inilah namanya cinta.(G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H