Keenam, kuat. Lihatlah di bandara. Halamannya berpaving. Artinya, paving mampu menahan tekanan dari pesawat yang besarnya segaban.
Paving juga awet melawan minyak, bahan kimia, salju dan garam, yang di Jerman biasa disebar untuk menghilangkan licinnya permukaan jalan demi menghindari kecelakaan.
Ketujuh, perawatannya mudah. Meskipun seiring berjalannya waktu, warna paving bisa berubah, tetap saja memiliki keuntungan bagi pemiliknya karena untuk merawatnya mudah.
Menurut pengamatan saya, paving yang memiliki jarak lebar akan mengundang "Moos" atau lumut yang memberi pekerjaan tiada henti tiap tahunnya.
Sebaiknya memang dengan jarak sempit dan bukan paving yang berbentuk bundar. Ini juga akan memicu ketidakramahan orang karena menggunakan bahan kimia untuk menghilangkannya secara cepat tapi tidak berkesinambungan dengan lingkungan. Untuk mengambil atau memasangnya, harus satu-persatu, bisa capek.
Kalau ada yang ingin tahu tentang harga memasang paving di Jerman, jangan kaget ya. Saya sendiri mengaku terkejut mengetahui kenyataan ini. Lantas, punya ide gila, membayangkan mengimpor para tukang Indonesia ke Jerman demi kesejahteraan dua pihak.
Oh ya, saya baru paham kalau proses pembuatan paving itu sangat detail setelah saya melihat dengan mata kepala sendiri. Begitulah, kehidupan Jerman memang keras. Nah, berikut langkah-langkah yang biasa dilakukan saat membangun paving:
Menandai lahan
Untuk mengetahui secara persis mana daerah yang akan di-paving, tukang akan memberikan tanda dengan semprotan warna. Biasanya warna yang terlihat jelas oleh mata seperti merah atau biru. Ada juga sih tukang yang memakai senur putih atau merah.
Menggali lahan dan membuangnya
Lahan yang sudah ditandai lalu digali. Biasanya dengan "Bagger" atau traktor khusus. Sampah berupa tanah dan batu dari bumi akan dibuang ke "Deponie" atau tempat pembuangan sampah khusus.
Harga jasa tukangnya saat menggali per kuadrat meter adalah Rp 170 K, sedangkan untuk pembuangannya adalah separohnya per kuadrat meter persegi.