Beda daerah, beda cara merayakan tahun baru
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Semoga tidak hilang satu-persatu diklaim negara tetangga atau dijual negara.
Karena pernah membaca tentang tradisi Mandala Hatta di Sumatra, wartawan sangat tertarik untuk menuliskannya. Lah iya, ketika seluruh anggota keluarga berkumpul, anak yang paling muda harus mengakui kesalahannya di depan keluarga. Ini unik, symbol bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna, tetap saja ada kesalahan yang dilakukan dalam hidup.
Yang unik lagi selama tahun baru adalah tradisi nikah massal. Dulu saya pernah melihat waktu masih muda dan tinggal di Semarang. Di mana semua pasangan yang sudah memiliki pacar tapi tidak punya biaya untuk menikah (mulai dari kebutuhan baju, seserahan dan pesta, termasuk makanan dan minuman untuk tamu), dinikahkan oleh pemda setempat dengan sokongan dari partai atau bahkan sebuah keluarga atau pribadi.
Keunikan perayaan tahun baru dengan wayangan (nanggap wayang kulit) dan pesta lampion di Dieng misalnya, sangat menarik untuk disimak. Dahulu sekali, masyarakat masih betah lek-lekan (begadang sampai malam) untuk melihat dalam memainkan wayang kulit sampai pagi. Sekarang saya tidak tahu, apakah generasi muda ada yang menontonnya?
Kita sudahi cerita tentang tahun baru. Natal yang belum lama ini dirayakan masyarakat sedunia yang beragama nasrani, merupakan tema yang diangkat si wartawan berkacamata itu.
Indonesia memang negara yang berwarna. Dengan 6 agama yang hidup di dalamnya dan mayoritasnya adalah beragama Islam (85%), ternyata masih terlihat bagaimana warga minoritas bersuka-ria memperingati natal bersama keluarga, sanak-saudara dan handai-taulan.
Pulau-pulau timur Indonesia seperti Maluku dan Papua, banyak dikunjungi missionaris. Dalam salah satu foto admin Koteka, Dhave Danang yang disertakan dalam pameran di Jerman tahun 2013 yang lalu, ada acara peringatan kelahiran Yesus. Yaitu dengan pembakaran batu, untuk kemudian sebagai tempat membakar babi.
Atau Bali, yang mayoritas penduduknya memeluk Hindu pun masih ada yang merayakan natal. Nggak percaya? Ada tuh, acara Penjor.
Kalau di Jerman Santa dijuluki Weihnachtsman, di Indonesia meski dengan penampilan yang sama mulai dari rambut putih dan janggut panjang warna putih dan baju warna merah, disebut Sinterklas. Barangkali karena ini terpengaruh dari penjajahan Belanda. Dalam bahasa Belanda adalah Sinterklaas.