Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ini Sebab Becak Hias Semarang dan Nasi Tumpeng Dimuat Koran Jerman

2 Januari 2021   03:35 Diperbarui: 3 Januari 2021   00:42 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beda daerah, beda cara merayakan tahun baru

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Semoga tidak hilang satu-persatu diklaim negara tetangga atau dijual negara.

Karena pernah membaca tentang tradisi Mandala Hatta di Sumatra, wartawan sangat tertarik untuk menuliskannya. Lah iya, ketika seluruh anggota keluarga berkumpul, anak yang paling muda harus mengakui kesalahannya di depan keluarga. Ini unik, symbol bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna, tetap saja ada kesalahan yang dilakukan dalam hidup.

Yang unik lagi selama tahun baru adalah tradisi nikah massal. Dulu saya pernah melihat waktu masih muda dan tinggal di Semarang. Di mana semua pasangan yang sudah memiliki pacar tapi tidak punya biaya untuk menikah (mulai dari kebutuhan baju, seserahan dan pesta,  termasuk makanan dan minuman untuk tamu), dinikahkan oleh pemda setempat dengan sokongan dari partai atau bahkan sebuah keluarga atau pribadi.

Keunikan perayaan tahun baru dengan wayangan (nanggap wayang kulit) dan pesta lampion di Dieng misalnya, sangat menarik untuk disimak. Dahulu sekali, masyarakat masih betah lek-lekan (begadang sampai malam) untuk melihat dalam memainkan wayang kulit sampai pagi. Sekarang saya tidak tahu, apakah generasi muda ada yang menontonnya?

Lead di halaman pertama menyebut nama Gana Stegmann (dok.Graenzbote)
Lead di halaman pertama menyebut nama Gana Stegmann (dok.Graenzbote)
Dampak Penjajahan Belanda, perayaan natal jadi unik

Kita sudahi cerita tentang tahun baru. Natal yang belum lama ini dirayakan masyarakat sedunia yang beragama nasrani, merupakan tema yang diangkat si wartawan berkacamata itu.

Indonesia memang negara yang berwarna. Dengan 6 agama yang hidup di dalamnya dan mayoritasnya adalah beragama Islam (85%), ternyata masih terlihat bagaimana warga minoritas bersuka-ria memperingati natal bersama keluarga, sanak-saudara dan handai-taulan.

Pulau-pulau timur Indonesia seperti Maluku dan Papua, banyak dikunjungi missionaris. Dalam salah satu foto admin Koteka, Dhave Danang yang disertakan dalam pameran di Jerman tahun 2013 yang lalu, ada acara peringatan kelahiran Yesus. Yaitu dengan pembakaran batu, untuk kemudian sebagai tempat membakar babi.

Atau Bali, yang mayoritas penduduknya memeluk Hindu pun masih ada yang merayakan natal. Nggak percaya? Ada tuh, acara Penjor.

Kalau di Jerman Santa dijuluki Weihnachtsman, di Indonesia meski dengan penampilan yang sama mulai dari rambut putih dan janggut panjang warna putih dan baju warna merah, disebut Sinterklas. Barangkali karena ini terpengaruh dari penjajahan Belanda. Dalam bahasa Belanda adalah Sinterklaas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun