Kami bingung. Kok, bisa, ya. Dan ternyata itu terjadi pada keluarga kami. Ketika saya dan kawan-kawan diminta untuk tinggal di rumah oleh guru kelas karena sekolah memutuskan begitu, keluarga kami tetap boleh beraktivitas.
Lho, bukankah tidak ada yang tahu apakah kami ini semua tidak terpapar meskipun tidak dites atau tidak menunjukkan gejala? Kalau keluarga yang ada kontak dengan kami bebas, apa bedanya?
Yah. Sudah seminggu berada di rumah, aman. Saya masih sehat, segar, semangat dan happy. Bagaimana dengan minggu kedua? Semoga sama.
Lantas dalam sebuah kelas online, guru kelas menanyakan. "Bagaimana rasanya tinggal di rumah 14 hari karantina karena isu corona?"
Semua manggut-manggut saja, "No, problem, Sir." Padahal dalam hati saya bilang, ada yang hilang, ada yang berbeda. Mau angkat jari, enggak enak dikira Frau Schlaumeier alias sok tahu. Xixixixi....
Keuntungan dikarantina
- Tentu ini adalah tindakan tepat untuk menghindari penyebaran virus semakin ndlodro ke mana-mana. Karena tanpa gejala pun, siapa tahu salah satu dari kami ini telah membawa virus yang dipaparkan tiga teman di kelas kami itu. Jika saya melindungi diri saya sendiri berarti melindungi orang lain juga.
- Bisa santai belajar dari rumah. Meskipun jumlah tugas atau PR makin membengkak dibanding hari biasa kalau sekolah, tetap saja mengerjakan di rumah tidak kemrungsung atau tergesa-gesa karena suasananya santai.
- Tidak perlu pakai masker. Bisa nafas legaaa. Seumur-umur tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari harus memakai masker ketika di sekolah, di tempat kerja dan atau di luar rumah seperti di toko atau pusat kota. Aneh tapi nyata.
- Semakin banyak waktu mengerjakan pekerjaan rumah yang terbengkalai selama ditinggal beraktivitas full time selama ini. Merapikan lemari, merapikan kamar, mengelap mebel, memeriksa kamar anak, mengecek bahan kebutuhan yang habis atau rusak dan masih banyak lainnya yang bisa dicicil dari hari perhari.
- Ada waktu lebih untuk memonitor anak-anak. Jika kurang pada tempatnya, bisa langsung diingatkan. Biasanya sudah sore waktu pulang sekolah/kerja, agak terlambat mengecek anak-anak.
Kerugian dikarantina
- Harus selalu jaga jarak di dalam rumah.
- Tidak bisa menunaikan tugas di tempat kerja/magang sampai 1 Desember nanti. Sudah dibayar, makan gaji buta rasanya kok nggak enak. Gimana gitu.
- Tidak bisa bertemu orang-orang.
- Tidak bisa berbelanja.
- Tidak bisa bebas memeluk, mencium dan membelai orang terdekat dan tercinta.
- Semakin boros sabun dan disinfektan karena saking takutnya sama virus, jadi phobia banget menjaga kesehatan tangan.
- Dua minggu di rumah terus rasanya aneh, seperti burung di dalam sangkar emas. Enggak bebas banget.
- Kami tidak bisa dites karena tidak menunjukkan gejala. Mengapa sekolah tidak memerintahkan/mengijinkan kami untuk tes massal?
***
Nah, itu tadi pengalaman saya selama dikarantina. Belum selesai, masih satu minggu lagi. Sayang ya, waktunya tidak bertepatan dengan Kompasianival, bisa lebih dimanfaatkan lagi untuk bisa hadir. Tapi takdir memang tidak bisa memilih.
Selama seminggu ini saya sudah merasakan untung-ruginya berada di masa karantina, sepertihalnya hal-hal lain di dunia ini, kita harus memandang sesuatu tidak hanya dari negatifnya saja tapi juga dari sisi positif atau manfaat/hikmah di dalamnya.