Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Adem Panas Rasanya Hadir di Pesta Ultah Teman di Masa New Era

21 Juli 2020   04:26 Diperbarui: 21 Juli 2020   04:50 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Habis nari, gembrobyos keringatan (dok. Gana)

Jumlah pasien corona masih juga meningkat di beberapa negara. Fasilitas kesehatan dan tenaga medis masih kurang di sana-sini. Vaksin belum juga dibagikan. Masa pembatasan dan protokol kesehatan di mana-mana, diputuskan demi menghambat penyebaran virus covid19.

Saya telisik, ada rasa bosan berada di rumah, sehingga orang ingin keluar rumah. Tetapi jika sudah keluar, apakah Kompasianer merasa aman dan nyaman? Bisa saja untuk beberapa orang, keluar rumah seperti tidak pernah ada cerita tentang momok corona. Lenggang kangkung, oiii. Namun, bagi beberapa orang lainnya, masih saja merasa trauma alias parno. Bagaimana dengan Kompasianer?

Nah, sekarang saya ingin berbagi pengalaman menarik yang baru saja saya alami di masa New Era. Bagaimana rasanya hadir di sebuah pesta teman di Jerman? Adem panassss!

Barangkali ini agak mirip dengan pengalaman Kompasianer yang datang melayat atau kondangan dengan kerumunan orang.

Bagai buah simalakama

Seorang teman baik yang akan merayakan ultah ke-50 pada bulan Februari, tetap bersikeras untuk mengadakannya pada bulan Februari. Padahal pemerintah sudah memperingatkan penduduk untuk membatalkan semua acara kumpul-kumpul dan hanya dengan dua orang saja.

Kami menyarankan sang teman untuk mengurungkan niatnya demi kepentingan bersama. Jika pemerintah maunya begitu, nurut saja kenapa sih? Bukankah Corona sedang merajalela di seluruh dunia? Kami tidak akan datang pada pesta di bulan Januari dan berani menanggung resiko dimusuhi teman baik.

Syukurlah. Entah mengapa akhirnya acara ditunda sampai 19 Juli 2020. Kebetulan pemerintah Jerman sudah memberi izin masyarakat untuk berkumpul sebanyak 10 orang di dalam rumah pribadi dan maksimal 100 orang di tempat umum (restoran, cafe dan sejenisnya). Pemerintah membatalkan semua acara massal yang lebih dari jumlah itu sampai Oktober 2020.

Satu minggu sebelum hari H, keluarga teman itu menanyakan lagi apakah kami akan datang. Itu sehubungan dengan pemesanan tempat. Di restoran tempat mereka ingin merayakan acara, ada ketentuan bahwa 40 orang dari keluarga dan 20 orang di luar keluarga. Sedangkan meja dan kursi disendirikan antara keluarga dan bukan keluarga, tidak boleh dicampur. Selain itu seperti biasa ada protokol kesehatan seperti isi data diri tiap tamu, cuci tangan dan antiseptik. Untuk jarak tentu saja tidak bisa 1,5 meter. Oalah.

Namanya orang kampung, kami tetap saja khawatir. Mau ditolak undangannya, tidak enak. Mau datang, serem juga. Teman kami itu dari Rumania. Negara ini saya kenal sebagai negara Eropa yang masih memiliki budaya seperti orang Asia. Salah satunya adalah eratnya hubungan persaudaraannya. Artinya, masalah kunjung-berkunjung lebih banyak frekwensinya dibandingkan dengan orang lokal di Jerman. Orang pasti sudah ke mana-mana, apalagi di daerah yang zona merah corona. Oh, saya yakin mereka ini tidak begitu takut dengan corona.

Undangan Permif zoom (dok.Permif)
Undangan Permif zoom (dok.Permif)
Kami tidak mengidap corona

Benarlah, pada hari H, kami datang. Acara dimulai pukul 15.30. Karena masih ada tugas sebagai penanggap aka cohost "Peran Perempuan dalam Melestarikan Budaya Indonesia" lewat zoom meeting yang diadakan Permif Frankfurt, KJRI Frankfurt dan teman-teman diaspora di Jerman, saya harus duduk paling tidak dua jam di mobil di bawah terik matahari yang menyengat hari itu. Selain lebih nyaman tidak ada noise, rasanya tidak enak banyak orang, kok mainan Ipad.

Jam demi jam berlalu. Selesai diskusi, saya masuk bangsal restoran sebuah hotel di pinggir jalan itu.

Dag-dig-dug-derrrr jantung saya. Saya tahu resiko datang ke pesta, saya akan dicium dan dipeluk. Namanya juga adat orang Rumania, cipika-cipiki.

Benarlah. Si Geburtstagskind" atau yang ultah segera menyambut saya. Menjabat tangan dan menarik tubuh saya yang mungil untuk didekap. Lalu cium kanan-kiri. Mata saya mendelik, menahan nafas dan mata saya mengarah pada suami saya yang sudah dari tadi duduk bersama tamu lainnya di meja khusus untuk bukan keluarga."

Merasa tidak enak untuk menghindar atau ngumpet di toilet supaya tidak bertemu orang yang saya kenal, saya duduk. Dan asli, sebelum makan kue yang berjajar rapi di meja panjang, saya pergi ke toilet untuk cuci tangan dan pakai disinfektan. Done.

Eit. Memandangi dua pelayan restoran yang lewat membuat saya mau salto. Yailah, pakai maskernya seperti orang Indonesia, hidungnya nongol. Betul. Pasti tidak nyaman memakai masker di dalam ruangan dengan banyak orang dan harus bekerja keras melayani tamu. Tetapi itu harus dijalankan karena memang standar hotel/restoran begitu. Kalau pakai yang betul, jangan setengah-setengah.

Sedang asyiknya mengudap kue coklat dan kue stroberi, datang adik-adik dari yang ultah. Memang orang Rumania model seperti orang Indonesia, banyak anak-banyak rejeki. Saudaranya ada kalau 8 orang. Wkwkwk.

Satu persatu mereka mendekat dan bertanya mengapa saya lama baru nongol. Sebelum memeluk dan mencium saya, tiap orang bilang "Kami tidak mengidap corona."

Rasanya mau nggeblag karena yakin banget orang tanpa tes bilang begitu. Bukankah harus swab atau rapid test dulu?

Bahkan tambah mau jungkir-balik seperti topeng monyet karena mereka cerita bulan Agustus nanti mereka sakbrayat mau ke Hungaria. Padahal masih ada ketentuan dari pemerintah bahwa, "Lewat boleh, berhenti jangan." Jadi setiap orang asing boleh melewati negara Hongaria untuk melanjutkan perjalanan ke negara lainnya, tetapi tidak boleh menginap. Hanya boleh melakukan hal-hal yang tidak bisa ditunda seperti mengisi BBM mobil atau ... pipis/BAB.

Habis nari, gembrobyos keringatan (dok. Gana)
Habis nari, gembrobyos keringatan (dok. Gana)
Menari Bali dan mengajarkan angklung

Dua tahun lalu adalah perayaan ulang tahun perak yang ulang tahun hari itu. Sebagai tamu, saya duduk manis. Rupanya, yang punya pesta ngambek karena saya tidak menari. Dia tahu kalau saya bisa dan suka menari di acara khusus. Lah, kalau tidak dibooking, tidak enak rasanya. Bukankah sudah ada acara music? Mana saya tidak kenal audiensnya.

Itulah sebab, saya janji kalau dia ultah ke-50, saya akan menari untuknya. Pertama sebagai hadiah dari teman yang sudah kami kenal selama 10 tahun itu. Kedua, untuk diplomasi budaya Indonesia. Pasti tamu belum pernah lihat tarian Bali. Ketiga, mumpung badan masih kuat menari rancak, harus dimanfaatkan. Maklum, dengan bertambahnya usia, kadang tidak mudah untuk bergerak. Alamak, ndredeg, serasa mau copot meski hanya menari 5 menit. Gembrobyos tapi tidak ambyarrr.

Selain becak Semarang, suami saya membelikan 4 set angklung (41 buah) tahun lalu.  Maksudnya supaya lebih lengkap inventarisnya dan bisa dimanfaatkan untuk mengenalkan budaya Indonesia di Jerman selagi mampu.

Segera beberapa tamu dipersilakan maju untuk memegang angklung. Ketika beberapa menit saya mengajarkan tamu cara memainkan angklung, kami pun menyanyikan lagu "Happy birthday." Great job.

Sebenarnya keluarga minta dua tari dan dua lagu tapi saya hanya siap-siap satu tarian dan satu not. Saya pikir sudah ada acara musik, cabaret dan pembacaan pantun, kebanyakan dan  ... antri.

Lega, akhirnya pulang

Sebelum berangkat tadi, kami berdiskusi tentang siapa yang menyetir PP. Disepakati suami yang menyetir saat berangkat, saya yang waktu pulangnya. Sebabnya, jika orang sudah minum alkohol meski hanya satu gelas tidak boleh menyetir.

"Kita SMP ya, selesai makan pulang." Ucap saya sambil membenahi make-up di mobil.

"Ya, nggak enak sama teman. Pulang terakhir, ya?" Suami cemberut.

"Kalau aku harus nyetir, berhak menentukan kapan pulang. Takutnya ngantuk, mata nggak awas menyetir, jadi jangan larut malam. Kecuali, kalau kamu tidak minum dan pulangnya nyetir. Kita bisa tinggal lebih lama tapi jangan sampai Subuh." Saya mencoba untuk berargumentasi.

Suami saya ngakak.

Belakangan dia memang tidak minum alkohol. Surprised! Horeee, suami yang nyetir.

Tapinya ...

Begitu pamitan, kami harus mengucapkan selamat tinggal pada semua tamu, khususnya yang kami kenal (saudara dari yang ulang tahun).

Aduhhh ... salaman, peluk, cium  ... lagi, deh. Ini memang New Era tetapi Corona masih ada.

Berharap bahwa 14 hari mendatang, tidak ada seorangpun yang hadir, terjangkit virus covid19 ... sehingga kondisi tetap aman terkendali. Salam sehat dan bahagia untuk semua. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun