Jumlah pasien corona masih juga meningkat di beberapa negara. Fasilitas kesehatan dan tenaga medis masih kurang di sana-sini. Vaksin belum juga dibagikan. Masa pembatasan dan protokol kesehatan di mana-mana, diputuskan demi menghambat penyebaran virus covid19.
Saya telisik, ada rasa bosan berada di rumah, sehingga orang ingin keluar rumah. Tetapi jika sudah keluar, apakah Kompasianer merasa aman dan nyaman? Bisa saja untuk beberapa orang, keluar rumah seperti tidak pernah ada cerita tentang momok corona. Lenggang kangkung, oiii. Namun, bagi beberapa orang lainnya, masih saja merasa trauma alias parno. Bagaimana dengan Kompasianer?
Nah, sekarang saya ingin berbagi pengalaman menarik yang baru saja saya alami di masa New Era. Bagaimana rasanya hadir di sebuah pesta teman di Jerman? Adem panassss!
Barangkali ini agak mirip dengan pengalaman Kompasianer yang datang melayat atau kondangan dengan kerumunan orang.
Bagai buah simalakama
Seorang teman baik yang akan merayakan ultah ke-50 pada bulan Februari, tetap bersikeras untuk mengadakannya pada bulan Februari. Padahal pemerintah sudah memperingatkan penduduk untuk membatalkan semua acara kumpul-kumpul dan hanya dengan dua orang saja.
Kami menyarankan sang teman untuk mengurungkan niatnya demi kepentingan bersama. Jika pemerintah maunya begitu, nurut saja kenapa sih? Bukankah Corona sedang merajalela di seluruh dunia? Kami tidak akan datang pada pesta di bulan Januari dan berani menanggung resiko dimusuhi teman baik.
Syukurlah. Entah mengapa akhirnya acara ditunda sampai 19 Juli 2020. Kebetulan pemerintah Jerman sudah memberi izin masyarakat untuk berkumpul sebanyak 10 orang di dalam rumah pribadi dan maksimal 100 orang di tempat umum (restoran, cafe dan sejenisnya). Pemerintah membatalkan semua acara massal yang lebih dari jumlah itu sampai Oktober 2020.
Satu minggu sebelum hari H, keluarga teman itu menanyakan lagi apakah kami akan datang. Itu sehubungan dengan pemesanan tempat. Di restoran tempat mereka ingin merayakan acara, ada ketentuan bahwa 40 orang dari keluarga dan 20 orang di luar keluarga. Sedangkan meja dan kursi disendirikan antara keluarga dan bukan keluarga, tidak boleh dicampur. Selain itu seperti biasa ada protokol kesehatan seperti isi data diri tiap tamu, cuci tangan dan antiseptik. Untuk jarak tentu saja tidak bisa 1,5 meter. Oalah.
Namanya orang kampung, kami tetap saja khawatir. Mau ditolak undangannya, tidak enak. Mau datang, serem juga. Teman kami itu dari Rumania. Negara ini saya kenal sebagai negara Eropa yang masih memiliki budaya seperti orang Asia. Salah satunya adalah eratnya hubungan persaudaraannya. Artinya, masalah kunjung-berkunjung lebih banyak frekwensinya dibandingkan dengan orang lokal di Jerman. Orang pasti sudah ke mana-mana, apalagi di daerah yang zona merah corona. Oh, saya yakin mereka ini tidak begitu takut dengan corona.