Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

8 Perilaku Sederhana Demi Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan Negara

30 Juni 2020   19:42 Diperbarui: 30 Juni 2020   19:31 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pada awal penyebaran virus corona,  dikhawatirkan dunia akan mengalami krisis ekonomi berkepanjangan dan tidak tahu kapan berakhirnya.

Akibatnya, mayoritas penduduk sedunia panik, harus berada di rumah dan perekonomian jadi carut-marut. Pemerintahpun kalang kabut untuk mengatasi keadaan. Semua negara tak terkecuali  Jerman dan Indonesia mengalami kondisi ekonomi yang tidak menentu.

Sebenarnya, keadaan seperti itu bukan hanya pertama kalinya terjadi di tanah air. Masih segar di ingatan kita saat krisis moneter tahun 1998 yang menyebabkan krisis rupiah terhadap dollar melanda, membuat perekonomian Indonesia benar-benar terperosok.

Sama halnya dengan krisis tahun 2008 dan 2015 di mana BI merespon gejala perekonomian global dan domestik dengan kebijakan makroprudensial yang terukur, terintegrasi dan bersinergi. Bahkan BI sudah mengeluarkan buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) Nomor 26 edisi Maret 2016 "Mitigasi Risiko Sistemik untuk Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dan Mendorong Intermediasi di Tengah Tantangan Global dan Domestik." Sudah ada acuan supaya keuangan stabil itu bagaimana dari A sampai Z. 

Bank Indonesia sendiri menyadari akan pentingnya penerapan kebijakan makroprudensial yang dapat melengkapi kebijakan lainnya dan mencegah terjadinya krisis sistem keuangan. Hal itu juga demi menangkap sinyal negatif.

Untuk itu, bank Indonesia mendukung stabilitas keuangan Indonesia melalui kebijakan makroprudensial.

Sedangkan empat langkah strategi operasional kerangka kebijakan makroprudensial BI sebagai pemegang mandat perbankan Indonesia adalah:

  • Identifikasi prioritas risiko sistemik.
  • Pengawasan dan monitoring makroprudensial.
  • Perumusan dan evaluasi kebijakan.
  • Protokol manajemen bisnis.

Apa itu Kebijakan makroprudensial? 

Secara garis besar disimpulkan oleh Bank Indonesia bahwa kebijakan makroprudensial yang menjadi tugas utama mereka adalah seluruh upaya yang dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Beberapa hal yang dilakukan BI antara lain:

1. Pengetatan moneter melalui penaikan suku bunga acuan sehingga tidak banyak orang ambil kredit.

Dalam acara nangkring bersama BI dan Kompasiana di Bali, saya membaca artikel yang menceritakan bagaimana BI menyanjung putri Indonesia Nadia Candrawinata yang membuka bisnis di Raja Ampat. Saya pernah ke cafe di mana ia dan crew sempat makan. Ada foto dan tanda tangannya di sana. Nadia dikatakan serius berbisnis dan telah memikirkan keuntungan dan kebuntungan mengambil kredit dengan bunga yang tinggi dari bank. Jadi menurut saya, BI berharap bahwa tidak sembarang orang atau setiap orang akan berpikir untuk mengambil kredit bank karena bunganya tinggi.

2. Menjaga stabilitas rupiah

Untuk itu di masa krisis corona, sangat tidak bijak jika masyarakat Indonesia membabi-buta menarik uang di bank, membeli dolar, membeli produk impor dan lain-lain, yang menyebabkan nilai rupiah kita merosot. Hal itu jelas meruntuhkan stabilitas rupiah.

Menjadi warganegara Indonesia yang tinggal di Jerman, saya juga ikut prihatin. Di masa pandemi ini negara Jerman yang notabene adalah negara maju, tetap saja mengalami dampak yang sama akibat perekonomian terpuruk.

Lantas, sebagai warga, apa saja langkah sederhana yang bisa saya lakukan demi mendukung stabilitas sistem keuangan negara?

1. Menyimpan stok gudang makanan seperlunya saja

Pengumuman pemerintah soal work from home atau stay at home bagi warga Jerman menyatakan bahwa masa karantina di rumah mulai 17 Maret 2020 sampai dengan 19 April 2020. Bayangkan apa yang terjadi di toko dan swalayan? Semua kertas toilet, tepung terigu dan makanan kaleng yang harganya standar amblas. "Panic buying" terjadi di setiap kota entah besar atau kecil. Untung di rumah ada gudang makanan atau "Speisekammer." Di tempat itu banyak sekali bahan makanan lain yang bisa diolah sehari-hari; telur, tepung maizena, tepung beras, mi kering, makanan kaleng, buah dan sayuran kaleng atau beku.

Begitulah, saya harus menunggu beberapa minggu sampai barang-barang yang langka tersebut bisa dibeli. Jika bisa dibelipun hanya diberi batasan. Contohnya, tepung terigu hanya 2 bungkus (@1 kg).

Ternyata masa karantina diperpanjang sampai 3 Mei 2020. Bedanya, sudah banyak kelonggaran yang diberikan pemerintah, misalnya, toko yang luasnya di bawah 800 kwadrat meter boleh dibuka kembali dengan syarat, ada jarak antara 1 orang dengan orang lain.

2.Menjaga kesehatan dan keharmonisan rumah tangga

Seperti halnya pemerintah yang fokus pada kesehatan masyarakat saat ini, supaya para pelaku ekonomi mampu mengerjakan tugasnya masing-masing, demikian pula dengan kami.

Setiap hari kami meluangkan waktu berempat untuk ke hutan jalan-jalan. Selain tempatnya sepi dan sehat, berada di sana melepas stress berada di rumah. Kami sekeluargapun jadi makin harmonis, semangat untuk beraktivitas meski keadaan sedang sulit.

Menurut kementrian kesehatan RI, jalan kaki per menit dapat memperpanjang hidup sebanyak 1,5-2 menit, jalan kaki selama 40 menit menurunkan berat badan. Jantung dan paru-paru akan sehat dengan jalan cepat selama 20-25 menit. Kesimpulannya jalan kaki bersama keluarga akan menjamin kesehatan jasmani dan rohani. Masih tidak mau jalan kaki? 

Beberapa hal lain demi menjaga kesehatan adalah dengan memakai masker ketika berbelanja dan bertemu orang atau kerumunan entah di dalam atau di luar ruangan. Pemakaian masker baru wajib diberlakukan di Jerman sejak 27 April 2020. Namun kami sudah sejak masa karantina minggu pertama telah mandiri dengan membuat sendiri, cadangannya pesan dari China untuk ganti-ganti, sayang terlambat datang.

Perlu diketahui bahwa semasa karantina, banyak kasus pertengkaran keluarga di Jerman yang dicatat polisi. Kebanyakan itu terjadi di daerah perkotaan di mana rumah lebih sempit dibanding di daerah pedesaan. Ruang gerak bagi anggota keluarga jadi terbatas. Jika tidak ada toleransi para penghuninya, bisa berabe.

Dalam beberapa reportase polisi menguatkan  penyebab pertengkaran di masa corona yakni akibat semua berada di rumah. Saking bosannya, banyak kejadian tidak enak antara orang tua atau antara anak atau antara orang tua dengan anak.

3. Memasang lampu khusus

Namanya juga masa karantina, masa sulit. Banyak kriminalitas terjadi, banyak orang kepepet.

Itulah sebab kami beruntung sudah dari dulu memasang lampu dengan detektor, yang otomatis menyala kalau ada orang atau benda bergerak di sekitar rumah kami. Kucing atau tikus lewat pun, lampu menyala apalagi orang. Keamanan menjadi terjaga. Selain itu lampu hemat energi karena tidak menyala 24 jam namun hanya jika dibutuhkan. Itu sama saja ada bea yang sudah ditekan alias hemat pos listrik.

Sedangkan pintu dengan 7 kunci otomatis sebagai tambahan akan menjamin keamanan rumah. Itulah sebabnya pemerintah mendukung dan memberikan subsidi kepada pemilik pintu rumah anti maling. Memiliki rumah paling ujung apalagi dekat hutan, pasti rawan. Sehingga langkah memasang lampu dan pintu khusus sangat melindungi kami sekeluarga dari kriminalitas. Bagaimana dengan keamanan rumah Anda?

4. Menyimpan uang tunai secukupnya 

Rata-rata orang Jerman memiliki brankas di rumah. Ini mengingatkan saya pada film-film Hollywood. Pernah lihat cara bagaimana orang membuka paksa kode brankas dengan mendengarkan nada melalui alat seperti steteskop, ketika memutar-mutar tombolnya? Seru, ya.

Kata orang Jerman, daripada disimpan di bank, uangnya enak disimpan di brankas rumah saja. Konon karena bunga bank sangat kecil.  Bagaimanapun menurut saya jika jumlahnya terlalu besar, itu berbahaya karena bisa saja kebobolan, lupa atau dicuri.

Lebih jauh, saya kira menyimpan uang tunai seperlunya tidak salah selama masa corona. Beberapa kebutuhan seperti membayar pesanan makanan, membayar bea pos dan membeli buah saat mobil box pengantar buah lewat, bisa diatasi. Mereka itu barangkali saja tidak menerima pembayaran online atau tidak bisa dibayar dengan kartu ATM apalagi kartu kredit. Meskipun sebenarnya dengan pembayaran tunai dikatakan beresiko menularkan virus karena yang pegang uang banyak orang sehingga disarankan untuk membayar dengan non tunai (kartu, poin, voucher, premi). 

5. Menghindari belanja yang tidak perlu

Namanya manusia, nafsunya banyak dan besar. Sudah punya ini, pengen punya itu. Sudah pernah beli ini, pengen beli itu. Artinya, tidak pernah ada keinginan untuk berhenti memiliki barang yang belum ada di rumah.

Selama tiga bulan karantina di rumah, kita tidak bisa ke mana-mana. Rasanya jadi tambah sadar bahwa baju yang ada di lemari hanya sebagai pajangan. Di lain sisi, toko atau swalayan mulai menggeber diskon di sana-sini. Godaan yang maha dahsyat tentunya bagi yang tidak kuat iman. Seandainya barang yang ingin sekali dibeli dipikir dua kali, ternyata tidak diperlukan lantaran hanya untuk kesenangan sesaat, sebaiknya memang tidak diwujudkan. Uangnya disimpan saja, untuk tabungan demi kebutuhan tidak terduga.

6. Cari penghasilan tambahan via online 

Suami saya berumur 50 tahun. Ia suka menabung dan saya sarankan, lebih baik uang digunakan untuk bisnis sendiri dari rumah. Ia pun mendirikan perusahaan ekspor-impor jauh hari sebelum ada pandemi. Untuk membeli barang, cukup membutuhkan satu klik, asal ada internet dan punya akun pembayaran online. Sekarang ini, bisnis via online tetap bisa dilakukan selama masa karantina "work from home." Kami pun mencari penghasilan tambahan dari memperjualbelikan barang yang dibutuhkan masyarakat selama ini seperti thermometer, masker dan sejenisnya.  

Ditambah, barang-barang seperti baju bekas yang bermerk, alat elektronik dan apa saja yang ada di rumah, dalam kondisi bagus tapi sudah tidak butuh lagi, difoto untuk bisa dijual secara online.

7. Tidak memutuskan premi Asuransi Jiwa

Jerman terkenal dengan asuransi dan pajak. Tanpa keduanya, hidup di Jerman serasa nggak nyaman. Oleh sebab itulah, kami tidak memutuskan premi asuransi jiwa selama masa corona. Justru itu sangat penting untuk melindungi diri dan masa depan keluarga kami.

8. Belajar tentang hal-hal yang tahan masa pandemi

Kita telah merasakan sulitnya kondisi di masa karantina. Hikmahnya, kita jadi tahu sektor apa saja yang tidak terlalu parah terkena imbas pandemi. Sayangnya, talenta saya belum sampai ke sana, belum siap. Untuk itu, ada baiknya untuk belajar jadi content creator, web designer, management bisnis online, usaha catering online, bisnis kesehatan atau hal-hal lain yang sesuai dengan bakat-minat saya. Diharapkan suatu hari nanti semua tetap bisa dikerjakan dari rumah, jika keadaan seperti sekarang ini terjadi lagi. Belum terlambat untuk  belajar sesuatu yang baru.  Teman-teman sudah menemukan ide jitu?(G76)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun