Apalagi sebelumnya, belum ada tes yang kami lakukan. Di Jerman, orang nggak bisa begitu saja minta tes kalau tidak ada gejala. Makanya pernah kapan kali itu kami disuruh pulang ketika mau periksa ke pusat cek Corona.
Hanya saja, bagi orang yang harus terbang ke luar negeri karena urusan penting, harus menyertakan surat keterangan bebas corona (swab test). Itu bisa didapat di praktek dokter setempat dengan membayar 40 Euro. Tapi kami nggak ada rencana terbang, jadi nggak bikin.
Kembali ke kelas.
Sesudah duduk selama 10 menit, saya baru ingat bahwa pengecekan suhu badan murid belum dilakukan. Dengan memasang masker di wajah dan tangan memegang thermometer saya menuju kursi demi kursi.
"Memang harus diukur, ya?" kata seorang murid perempuan kaget. Ia takut sekali, mukanya pucat.
"Nggak, tapi saya ingin tahu berapa temperaturnya. Di rumah, kami melakukannya setiap hari." Jelas saya lirih, sambil geleng-geleng kepala supaya ia nggak perlu cemas.
"Oooo gitu." Seru seorang murid laki-laki.
Bagaimanapun, ia kaget karena mesin yang mirip pistol itu menunjukkan angka 35 derajat celcius, padahal ia merasa baik-baik saja. Ia meminta saya mengulang sekali lagi. Sama!
Lalu saya tenangkan dengan mengatakan bahwa harus menunggu sampai akhir pelajaran akan saya cek lagi, barangkali lebih hangat karena tadi nunggu di depan pintu kelamaan.
Dan memang pada akhirnya sebelum pulang ke rumah saya ukur, naik satu derajat alias normal. Alhamdulillah, suhu normal.
Nah, selama setengah jam kami belajar, semua aman-aman saja. Angin dari jendela menambah kesegaran ruangan. Sayang, suara mesin dari tukang yang renovasi di gedung sebelah berisik banget.