Sampai pada sebuah titik di mana saya menyerah dan meminta tim untuk mencari Kompasianer pengganti lain. Siapapun dia bisa pakai bahan dari saya, yang penting prinsipnya program jalan lancar. Begitu pikir saya.
Dik Christo menjelaskan bahwa nggak mungkin itu dilakukan karena prosesnya nanti lama dan dimulai dari awal, nggak keburu. Akhirnya diambil kesepakatan bahwa tim Kompasiana akan membantu dalam merevisi artikel saya.
Jadi betul kata dik Kevin dalam webinar bahwa "Tim Kompasiana harus mempertimbangkan keberadaan Kompasianer terkini (teraktual)." Karena kalau terjadi seperti yang saya alami, semua ikut kelabakan kan. Ngaturnya repot. Jadi enggak enak.
Habis posting, dapat satu juting
Setelah semua beres, artikel diunggah. Hoppala! Ada rasa gimana gitu, artikel saya nggak jadi HL tapi hanya pilihan saja dan jumlah klik nggak meledak (1170) dan disukai 2 orang saja (Marlistya dan Robbi Gandamana). Gimana, nih?
Untungnya, teman-teman, nggak ada tekanan pada saya sebagai penulis ekslusif dari awal, bahwa artikel HARUS berhasil jadi HL dan dikomentari banyak orang. Enggak, enggak gitu. Jadinya, don't worry, ya buat kalian yang akan terpilih nanti. Pasti kalian lebih bisa dari saya. Ayo, maju dan semangat.
Tapi bener, deh, nulis kalau lagi mood dan konsentrasi penuh dengan keadaan yang luar biasa itu beda hasilnya. Harus ada persiapan matang.
Eit, soal persiapan. Satu lagi dari saya. Semua data berupa KTP/paspor, NPWP dan norek bank di Indonesia akan dibutuhkan tim untuk mentransfer dana penulis eksklusif. Saran saya, pastikan bahwa kalian siap dengan semua data tersebut.
Untungnya waktu saya jalan-jalan itu kok, bawa semuanya. Dasar bawaan travel saya selalu segambreng, semua ikut. Hikmahnya, saya tinggal foto dan kirim, selesai. Bayangkan kalau zaman itu dokumen ada di Jerman dan saya ada di Indonesia. Pusing, kan.
Andai data sudah sampai, tinggal nunggu aja. Dana satu juta akan cair dalam 45 hari kerja. Jadi nggak hari ini nulis, besoknya dapat duit, ya. Itu mah, instan.
***