Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Horor, Enggak Perlu Pakai Masker Terus Saat "New Normal" di Jerman, Ya?

16 Juni 2020   17:47 Diperbarui: 16 Juni 2020   17:57 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yailahh, ini baru latihan sudah nggak kuat. Bagaimana dengan kenyataan kalau mereka harus berada di sekolah? Istirahat saja minimal 15 menit dua kali? Harus pakai masker? Belum di luar gedung sekolah sampai rumah dan di dalam bus. Harus pakai masker juga. Ah, dasar anak-anak.

Mereka masih juga nggak mengerti, lantas saya ceritakan tentang bagaimana ketidaknyamanan para petugas medis yang harus seharian pakai dan setiap hari lagi! Makanya di rumah saja, lebih bebas, lebih nyaman, nggak pakai masker.

Sepulang dari mall, hari sudah sore. Kami meletakkan barang belanjaan ke kamar, baru mencari restoran buat makan malam. Berjalan kaki dari kanan ke kiri, kami kembali lagi ke flat. Di sebelah flat ada Pizzeria, rumah makan yang menyajikan makanan ala Italia. Anak-anak suka. Cuma tadi lupa pesan tempat, halah. Namanya Jerman, sudah kebiasaan kalau mau bertemu teman, kenalan, dokter, restoran atau cafe, harus pakai janjian. Nggak bisa asal datang, takutnya penuh.

Beruntung sekali waktu tanya pelayan, kami boleh masuk resto Italia itu meski nggak nelpon pesan tempat duluan. Kami pun dipersilakan duduk.

Di gang masuk tadi, ada tulisan kewajiban pakai masker dan mencuci tangan pakai disinfektan sebelum masuk. Ketika meraih meja, kami baru boleh melepas masker. Hanya pelayan saja yang selalu pakai masker, nggak dibuka. 

Ada satu pelayan berhidung mancung yang saya perhatikan. Ooo ... hidungnya masih nongol. Pasti bukan karena tidak cukup maskernya, melainkan karena pengap seharian kerja wara-wiri nggak bisa nafas. Ya, udah dibuka, deh maskernya. Lantas minum, nunggu, makan dan SMP (selesai makan pulang).


***

Selain di toko, mall dan restoran, di beberapa negara bagian Jerman sudah menetapkan masker wajib dipakai juga di dalam kendaraan umum dan di gedung lain yang tertutup. Enggak perlu pake face shield seperti aturan di bumi nusantara. 

Memang nggak ditulis bahwa ketika berada di tempat terbuka harus pakai masker. Penduduk hanya disarankan menjaga jarak 1,5-2 meter saja, cukup. Barangkali itu sebabnya, di mana-mana banyak orang keluar rumah alias berada di tempat umum tanpa menutup hidung dan mulut dengan masker. Ngeri banget saya melihatnya. Apakah itu asli, benar-benar aman? Tanya saja pada ahli virus, virologie.

Seorang teman Indonesia yang tinggal Muenchen yang melihat story Instagram saya selama di Konstanz juga berkomentar. Di kota tempat ia merantau, pemandangan seperti itu biasa. Kota yang menjadi pusat Oktoberfest atau pesta bir sampai pagi itu menggambarkan "New Normal" tanpa wajib masker di luar ruangan. Masak, sih? Kok, bisa?

Tambah geleng kepala karena ketika menilik lagi keadaan kota kami, Tuttlingen ... kok, sama saja. Hanya segelintir orang yang tetap pakai masker, lainnya nggak pakai seperti waktu zaman sebelum ada corona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun