"Dear Kompasianers, terimakasih atas keikutsertaan Anda dalam acara diskusi KompasianaTV. Untuk selanjutnya, mohon lengkapi data-data yang kami butuhkan di bawah ini:Nama (Asli), No Telepon, Profesi, Domisili, Bank, No. Rek (an.), No NPWP dan No KTP. Sekali lagi kami ucapkan terimakasih. Sampai jumpa diundangan diskusi selanjutnya. Salam hangat, Kompasiana."
Hanya saja, saya nggak tahu, jika saya diperlukan sebagai reserve, apakah itu juga dihitung atau mendapat imbalan yang sama? Sepertinya tidak karena jumlah rekening saya nggak meledak. Dan ketika saya teliti, nggak semua yang mendadak tadi honornya masuk rekening. Mau ngurus, males dan kisah lama.
Pihak pengelola Kompasiana TV tidak memberikan bukti transfer, namun kita sendiri yang harus mengecek di rekening sendiri. Beda sama Kompas TV tadi, ya. Saya duduk manis dan main percaya saja. Lalu mereka yang kirim bukti ke saya.
Mungkin ke depan, saran saya supaya Kompasiana TV ada notice bahwa uang sudah terkirim atau sejenisnya. Ada, kan Kompasianer yang lupa cek atau ada kendala lain untuk mengeceknya. Memang terkesan akan repot tapi lebih fair. Takutnya ada hak yang nggak tersampaikan meskipun tidak disengaja.
Oh, iya, tadi berarti minimal 5 ya, yang mendadak siaran saya lupa berapa kali. Bisa saja saya mendaftar minimal 12 kali atau selama sebulan sekali selama setahun karena waktu itu saya masih banyak waktu, ditambah koneksi internet Jerman yang murah dan cepat. Tapi saya harus ingat, Kompasiana itu populasinya jutaan dan tersebar di seluruh dunia, semua harus mendapat kesempatan untuk ikut tampil. Lagian, nggak semua tema saya kuasai atau menarik perhatian saya. Tema politik contohnya, saya jauhi karena emang nggak ngerti dan terkesan "panas." Serem, ah, ibu-ibu ikutan ngobrol politik. Enakan tema yang ringan seperti budaya, travel atau lingkungan. Perbincangannya jadi lebih santai dan adem.
***
Kilas balik soal Kompasiana TV ini menghibur hati saya yang kadang ngerasa mellow sepi hadiah lomba dan nggak dapat K rewards. Kata saya, nggak papa. Rejeki memang sudah ada yang ngatur.
Dipikir-pikir selain lebih keren masuk TV, jumlah rewardnya lebih besar, transparan dan pasti. Bukan hanya sensasi tapi juga prestasi yang ditunjukkan oleh Kompasiana TV. Saya adalah satu dari jutaan Kompasianer yang sudah mencicipinya.
Sayangnya Kompasiana TV sudah lama mati suri. Kapan ada lagi, ya? Doa saya, semoga Kompasiana banyak rejeki, banyak sponsor, banyak energi, supaya Kompasiana TV bisa dihidupkan kembali. Sehingga nantinya Kompasianer dari Sabang sampai Merauke, dari Eropa sampai Amerika, bisa ikut semua. Heboh, kan? Mana ada blog keroyokan sehebat inih? Mumpung ngimpi nggak bayar, mari kita berdoa dan bermimpi - itu terjadi pada suatu hari nanti. Amiiiiiiiien.
Teman-teman, satu lagi yang ingin saya garisbawahi dari acara ikut nongkrong di Kompas TV dan Kompasiana TV tadi. Networking dan public speaking itu besar manfaatnya dalam kehidupan ini. Jika kita punya hubungan dengan teman-teman dan media yang baik, pasti ada kebaikan yang kembali kepada kita. Menanam pohon apel, muncul apel bukan kedondong. Menanam mawar, mekarlah bunga mawar cantik nan wangi meski ada duri. Kalau pertemanan atau media membawa penyakit, silakan saja pindah ke lain hati.
Sedangkan kemampuan berbicara atau memberikan argumen secara langsung juga perlu dilatih. Malu boleh tapi jangan malu-maluin.