Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Mengapa Harga Kura-kura Kecil Lebih Mahal dari Kura-kura Raksasa?

2 Juni 2020   22:44 Diperbarui: 3 Juni 2020   15:23 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nggak nggigit, kok cuma ngunyah (dok. Gana)

"Cling"

Suara tanda masuknya sebuah kalender untuk janjian di telepon genggam. Isinya undangan dari teman suami saya yang punya peternakan kura-kura di desa sebelah pada hari Minggu, 31 Mei 2020. Lokasinya kira-kira hanya 10 menit dari rumah. Namanya Wurmlingen, yang merupakan daerah negara bagian Baden-Wuerttemberg, salah satu dar 16 negara bagian di Jerman.

Segera saya accept. Jadwal itu masuk dalam kalender saya, supaya nggak lupa.

***

Peternakan kura-kura (dok.Gana)
Peternakan kura-kura (dok.Gana)
Benarlah pada hari H, kami berangkat. Yah, anak-anak, kalau diajak pergi riwa-riwinya lama sampai semua masuk mobil dan pergi meninggalkan rumah.

Setiba di sana, kami disambut si empunya rumah. Seorang pria yang memiliki perusahaan alat kompresor di Weilheim, desa asalnya itu tampil santai dengan kaos oblong hitam dan celana pendek hitam. Sandalnya juga ikut hitam.

Lima menit kami berada di depan pintu, tidak langsung masuk karena membahas mobil balap dodge warna hijau neon yang diparkir di depan rumah.

Kata orang Jerman, mayoritas laki-laki dihubungkan dengan kepemilikan akan mobil bagus. Kesukaan mereka pada mobil tak ubahnya dua barang yang bikin addicted; seks dan kokain.

Huhuuu, untung kami segera boleh masuk rumah karena panas matahari mulai menyengat. Kulit terasa dicubit.

Begitu sampai ruang tamu yang jadi satu dengan dapur, kami bertemu dengan istri dan keempat anaknya. Heboh, sulungnya perempuan dan tiga anak laki-laki. Rumah ramai sekali. Full house, penuh.

Setelah blah-blah-blah dan diberi minum jus jeruk, kami menuju peternakan kura-kura di kebun belakang.

Kura-kura Afrika Selatan tahan 4 musim (dok.Gana)
Kura-kura Afrika Selatan tahan 4 musim (dok.Gana)
Kura-kura kecil dan tanaman yang disukai (dok.Gana)
Kura-kura kecil dan tanaman yang disukai (dok.Gana)
Kura-kura kecil seharga 50 juta

Seekor kura-kura raksasa yang terbuat dari polyresin sudah menyapa kami dari pintu keluar. Kenangan dari Thailand itu ekstra dibawa ke Jerman sebagai penanda bahwa rumah kawan suami saya itu punya peternakan kura-kura.

Beberapa kandang Fruehbeet atau Gewaechshaus (tempat penangkaran bayi kura-kura) yang memiliki ketinggian 1 meter berjajar rapi. Penutupnya terbuka, sehingga kami mampu melihat satu sampai dua kura-kura mini tampak bersembunyi di bawah tanaman atau di dalam pot yang setengahnya tenggelam di tanah.

"Ih luccuuuu ... " Seru kami. Tangan kami segera mengelus-elus tempurung yang ada

"Mau? Harganya cuma 3000 euro" Kata Pak Mueller, si pemilik peternakan.

"Berapa tadi?" Suami saya mencoba mengetes kemampuan dengarnya.

"3000." Ulang si bapak.

Saya mau nggeblak lalu salto. Itu setara dengan harga beli kuda yang diinginkan anak-anak aka 3000 euro atau Rp 50 jutaan. Kalau kuda kan besaaaar, ini kura-kura sak upil gini? Weleh.

Konon kura-kura perempuan lebih mahal dari yang laki-laki. Selain bisa bisa bertelur, populasi kura-kura jenis perempuan jumlahnya lebih sedikit.

Sedangkan kura-kura yang lebih besar misalnya yang seberat 90 kg, hanya 70 euro atau Rp 1.120.000.

Kami tinggalkan kura-kura mini yang bikin kantong bolong. Kami beralih ke seberangnya, kandang kura-kura yang dewasa. Pelan tapi pasti, ia menghampiri kami.

"Nih, buat kamu." Pak Mueller memberikan sebuah stroberi ukuran sedang berwarna merah yang ranum dan menggoda.

"Bukan buat kamu, buk, buat kasih makan kura-kura ..." Suami saya nyeletuk. Ia tahu saya suka stroberi.

Yahhh sayanya GR. Kirain saya yang dikasih buah karena dari tadi nunggu dikasih kue yang ada di meja, cuma ngiler aja.

Ternyata oh ternyata ... kura-kura suka stroberi, Kompasianer. Kalau mula-mula kura-kura malu-malu mau, dikasih di mulutnya nggak mau dilahap, begitu stroberi dibelah seperti perintah pak Mueller supaya barangkali terasa air dan bau dari stroberi yang fantastis, membuat kura-kura raksasa langsung "happpp", hilang seketika!

Kekhawatiran saya bahwa jari bisa hilang kalau kasih makan kura-kura raksasa berhasil diredamkan dengan keterangan pak Mueller bahwa kura-kura kalau nggak diganggu nggak membela diri atau menyerang.

"Oh, gituuuu" Kepala saya manggut-manggut sambil memegang jari tangan yang belum juga terluka.

Nggak nggigit, kok cuma ngunyah (dok. Gana)
Nggak nggigit, kok cuma ngunyah (dok. Gana)
Selain rumput, Loewen Zahn pun jadi (dok. Gana)
Selain rumput, Loewen Zahn pun jadi (dok. Gana)
Harus bersihkan kotorannya, ya (dok.Gana)
Harus bersihkan kotorannya, ya (dok.Gana)
Mengapa harga kura-kura kecil lebih mahal?

Selama dua jam berkeliling area 1000 meteran itu, kami jadi tahu mengapa harga kura-kura bisa selangit. Banyak yang harus dilakukan peternak kura-kura untuk memiliki peternakan seperti keluarga Mueller:

  • Investasi untuk rumah penangkaran (Fruehbeet atau Gewaechshaus)
  • Investasi untuk lampu penghangat
  • Investasi untuk rumah-rumahan pelindung dan tempat minum khusus
  • Investasi untuk pintu/jendela otomatis
  • Investasi untuk stop kontak dan kabel yang terhubung dengan jadwal otomatis.
  • Investasi untuk dokter hewan, obat-obatan dan lain-lain.

Selain bekerja di pabrik, mengurusi anak-anak, mengurusi rumah ditambah mengurusi kura-kura ini. Pasti nggak mudah dan rempong badai. Yang jadi ibu rambutnya sudah kayak kesetrum, tuh.

Kepala saya geleng-geleng, mulut saya nggak berhenti berdecak. Seumur-umur baru tahu apa kewajiban seorang peternak kura-kura. Berat juga ya, bayangkan apa saja yang harus mereka lakukan?

  • Pertama yang paling mengerikan adalah membersihkan kotoran kura-kura yang berceceran di mana-mana. Meskipun dengan engkrak dan sapu, tetap saja pekerjaan yang nggak mudah dan menjijikkan. Hiyyy.
  • Memotong rumput sampai rata, supaya bisa dilewati kura-kura. Jangan pakai sabit, bisa sebulan baru dapet. Gunakanlah mesin pemotong rompot khusus kalau perlu Robot, deh sekalian.
  • Menyediakan minuman segar atau air pada tempatnya serta menyiram tempurung dengan air supaya fresh. Merapikan toler/kabel saluran air juga harus dilakukan.
  • Menyediakan makanan khusus yakni tanaman khusus jenis kaktus tanpa duri yang disukai kura-kura, Loewen Zahn si gigi singa atau rumput.
  • Beruntung jika ada rumput di lapangan atau kandang bebas kura-kura, jika tidak harus menumpuknya di tempat khusus.
  • Kerja ekstra keras saat musim dingin karena harus memindahkan mereka ke tempat yang hangat. Untuk kura-kura yang 90 kg butuh 2-3 orang dewasa. Kalau sendirian angkat, bisa patah tulang.
  • Mengawasi siang dan malam di sebuah menara khusus karena kadang kura-kura terbalik atau tidur di atas tempurung dan nggak bisa sendirian berubah posisi, alias butuh manusia untuk membantunya. Meskipun secara alami, kura-kura sering melakukannya sendiri di alam bebas.
  • Peternak bisa bepergian 1-2 minggu tapi tetap harus mengutus seseorang untuk mengawasi dan mengecek semuanya dalam kondisi baik-baik saja. Kura-kura adalah hewan liar dan bebas yang bisa hidup sendiri tapi tetap membutuhkan bantuan manusia jika diternak. Ini Jerman.

Dari informasi yang saya himpun tadi, saya pikir memang setara dengan harga yang dibandrol pak Mueller.

Lagian kura-kura mereka ada banyak jenis, dari Madagaskar, Afrika Selatan dan Asia (Indonesia, Philipina dan Thailand).

Ditambahkan oleh pak Mueller bahwa impor kura-kura dari luar negeri sudah ditutup, jadinya barang langka. Mana ada barang langka murah?

Makanya untuk menetaskan telur sampai bertahan hidup dan tumbuh itu nggak gampang. Maka dari itulah kura-kura kecil lebih susah bertahan hidup jadinya harganya lebih mahal.

Dan kura-kura kecil lebih banyak diminati masyarakat Jerman untuk dijadikan binatang peliharaan di rumah, pet. Kalau besar, makan tempat kan kura-kuranya. 

Pak Mueller merekomendasikan jenis yang tahan 4 musim Jerman yakni dari Afrika Selatan. Selain jalannya cepat seperti serdadu, bentuk dan warnanya lain, lebih menawan.

Sedangkan yang dari Madagaskar, lucu bentuk tempurungnya seperti ada punuk-punuk kecil di setiap lingkaran di atas tempurung.

Jika mau beli, lihat ciri pansernya lalu matanya, baru gerakannya. Tempurung bayi kura-kura masih lunak, jika sudah dewasa tandanya tempurung mengeras.

Kemudian mata kura-kura itu sangat terang atau jelas, jika redup berarti ia sakit alias nggak fit. Jangan beli. Gerakan kura-kura yang tanpa tenaga atau kaki yang goyang-goyang kurang stabil menjadi tanda bahwa "ada apa dengan kura-kura?"

Pesan pak Mueller, usai membeli, bergegaslah mendaftarkan kepemilikan kura-kura atau dikenakan denda oleh pemda. Kura-kura adalah jenis hewan yang dilindungi di Jerman.

Berisik (dok.Gana)
Berisik (dok.Gana)
Kura-kura bisa berhubungan seks selama 30 menit dan berisik!

Di peternakan itu tidak ada pasir halus seperti di pantai-pantai Indonesia. Masih ingat gambaran video di mana kura-kura dewasa di Indonesia mengubur telur di dalam pasir dan bayi kura-kura mulai keluar dari pasir dan bergerak ke sana-ke mari di antara air pantai dan pasir pantai? Menyenangkan sekali kejadian alam itu ya. Indonesia memang cantik.

Nah, kata Pak Mueller, itu pula yang jadi kendala mengapa telurnya banyak yang nggak menetas atau jumlahnya sedikit.

Sementara di tempatnya nggak ada pasir seperti di Asia yang lembut dan hangat. Yang ada hanya lapangan dengan rumput dan untuk para bayi, ada pasir agak kasar dengan campuran batu-batu kecil.

Kami meneruskan tur melihat peternakan. Di sebuah kandang kura-kura Madagaskar, kami berhenti karena kaget. Ada suara benturan keras yang berkali-kali dan nggak juga berhenti.

"Dog-dog-dog-dog-dog ...." Suara dari kandang bebas tempat kura-kura Madagaskar dewasa.

"Suara apa itu?" Tanya suami saya.

"Kura-kura sedang kawin." Pak Mueller ngakak.

"Idih, kenceng banget, nggak ngganggu tetangga?" Selidik saya. Saya tahu di Jerman soal keributan, ketidaknyamanan di lingkungan tetangga itu bisa jadi urusan polisi. Bahkan kalau tetangga menaikkan masalah ke meja hijau, bisa berabe jadinya.

"Hummm, paling lama 30 menit saja." Pak Mueller memandangi istrinya yang sudah merah padam mukanya. Ya, gitu, kura-kuranya sudah bertumpukan jadi satu.

Kami pun mendekat ke kura-kura yang sedang bercinta itu sembari mengambil foto dan video. Waduh, sungguh keras benturan antar tempurung. Nggak takut pecah?

Begitu sudah selesai, yang laki-laki masih mau lagi tapi yang perempuan lari. Mungkin sudah capek, kali. Semoga telurnya banyak, ya.

***

Yup, menarik sekali pengalaman kami diundang teman suami untuk bertandang ke peternakan kura-kuranya. Kagum sekali dengan kesabaran, ketekunan, kedisplinan dan keberhasilannya memiliki ratusan kura-kura dari beragam jenis di negara 4 musim ini.

Apalagi mereka memiliki keluarga besar yang butuh perhatian. Di dunia ini tidak ada makan siang yang gratis, setiap orang harus berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan yang diimpikan.

Kompasianer ada yang tertarik punya peternakan kura-kura seperti pak Mueller mumpung masih di rumah saja? Jangan hanya membayangkan keuntungannya saja, ya. Sudah siap dengan segala tetek-bengek konsekuensinya seperti yang saya ceritakan di atas?

Semoga menginspirasi dan termotivasi. Sukses selalu.(G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun