Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Muthiah Alhasany, Admin Click yang Pernah Bertemu 2 Presiden RI

1 Mei 2020   18:43 Diperbarui: 1 Mei 2020   18:57 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbak Mut bertemu 2 presiden RI (dok.Muthiah)

Dear mbak Muthiah Alhasany,

Namamu unik, Muthiah Alhasany. Kamu mengaku sebagai pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Nggak heran karena kamu banyak tahu dan pernah berada di sana. Diaspora yang tetap membawa jati diri dan belajar banyak dari wawasan baru di negeri orang. So proud of you.

Kamu tulis motomu "Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. Hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati." Manusia nggak punya umur abadi, aku yakin apa yang kamu lakukan adalah untuk kebaikan tak hanya untuk dirimu tapi orang lain. Lihatlah bagaimana kamu menyebarkan kalimat rohani dan bijak di media sosial. Teruslah begitu karena jenis manusia yang begini sudah mulai punah. Yang banyak haters dan hoaxers di mana-mana.

Mbak Mut, namamu selalu lekat di benakku karena kamu rajin ikut lomba Koteka. Seingatku tahun 2017, 2018 dan 2019. Aku yakin di tahun-tahun sebelumnya juga begitu. Itu membuktikan bahwa kamu mendukung kegiatan komunitas selain komunitas yang kamu bina. Kepedulian yang patut dicontoh kompasianer lain untuk mendukung kegiatan teman-temannya. Nggak cuek, nggak mementingkan diri sendiri saja. Bukankah itu indah?

Komunitas Traveler Kompasiana yang kami asuh sejak 5 tahun yang lalu beberapa kali memasang fotomu, entah karena kamu menang atau sebagai 10 peserta terbaik. Maklum, untuk lomba yang hadiahnya nggak pake jut-jut an, peminatnya sepi. Engkau bagai oase di padang pasir. Rajin ikut terus, ya mbak. Jangan pernah Lelah.

Kupikir, keinginanmu untuk mendukung grup yang suka jalan-jalan itu pasti karena kamu suka banget jalan-jalan dan memamerkan apa yang kamu lihat selama dalam perjalanan indah dan menarikmu. Pengalamanmu ke sana tak hanya memperkaya wawasanmu tapi juga menginspirasi orang untuk pergi ke sana selama nafas masih berhembus. Now or never.

Mbak Mut, kamu sudah lama membaca Kompasiana tapi baru punya akun pada tanggal 1 Mei 2010. Tanggal itu adalah tanggal di mana aku pertama kali berani menuliskan posting tentang hari usil di Jerman di mana orang-orang menyembunyikan atau memindahkan tong sampah dan pot di depan rumah orang ke tempat lain, seperti hari ini. Sebenarnya, aku sudah membaca Kompasiana sejak 2009 tapi baru mendaftar pada 30 April 2011. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Betul sekali katamu:

"Tidak banyak saingan sehingga tulisan pada saat itu bisa mencapai puluhan ribu viewer. Bahkan ada cerpen saya yang dibaca lebih dari 50.000 orang."

Memang pada awal Kompasiana di bawah pimpinan kang Pepih dan mas Iskandar, yang menulis belum sebanyak sekarang. Admin Kompasiana mulai melirik bibit-bibit baru yang terbaik, bukan hanya "Lo Lagi Lo Lagi" alias 4L.

Tulisan kita memiliki saingan ketat di masa mas Nurul. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi terjepit. Bagaimanapun kamu nggak peduli, tetap menulis meski yang baca dan komentar sedikit. "Don't worry." Bukankah menulis adalah relaksasi diri lalu membawa manfaat bagi orang lain. Tulisanmu akan mencari nasibnya sendiri. Tetapi sudahlah, jangan pernah patah semangat karena menulis itu sekali lagi adalah obat atau terapi jiwa diri kita.

Untuk orang-orang seperti kita yang sering berada di luar negeri, rasa kangen terhadap tanah air dan bangsa, baca berita dari negeri kita dan tetap berbahasa Indonesia akan menggiring kita untuk terus dan terus menulis. Betul?

Rasa iri seseorang terhadap diri kita itu pasti pernah menyusup di dada sana. Kita juga sempat menghembuskan nada iri pada Kompasianer lain. Itu sangat manusiawi karena manusia bukan makhluk sempurna. Kadang manusia alpa, bisa juga murka.

"Ada momen-momen berharga yang tidak terlupakan. Misalnya ketika diundang makan siang oleh Presiden Jokowi pada bulan Desember 2015. Hal ini menimbulkan kecemburuan kompasianer lain yang tidak beruntung. Padahal ini hanya masalah rezeki yang sudah diatur Allah SWT." Begitu tegasmu. Dari postur tubuhmu, sudah terasa sekali magma jiwa pemimpin, tegas, kuat dan mandiri. Bukan sosok perempuan yang melow apalagi menye-menye. Love it.

Oalah, ya ampun, maafkan daku. Ngaku, aku pernah bertanya-tanya, lho, "Mengapa pemilihan 100 Kompasianer yang berhak untuk datang pada jamuan makan malam bersama pak Presiden Jokowi tidak transparan? Harusnya ada pengumuman kilat, pendaftaran, saringan atau entah apa yang membuat sebagian besar Kompasianer memiliki hak yang sama untuk mengajukan diri. Seperti pendaftaran acara hangout Kompasiana TV dan nangkring ini-itu. Bukankah berdiri sama tinggi, duduk sama rendah? Masalah diterima dan nggak itu lain soal."

Pemilihan dan undangan yang terkesan cepat dan "di bawah meja" itu pernah mengusik pikiranku tapi aku sadar, kan aku di luar negeri. Undangan mendadak belum tentu bisa didatangi. Dan itu sudah lama berlalu.

Makanya aku nggak mau iri lagi kalau kamu pernah bertemu dengan presiden RI lainnya, bapak Susilo Bambang Yudoyono. Setiap orang punya garis hidupnya sendiri-sendiri. Hanya saja aku tetap gembira bahwa ada satu persamaan kita, kita akan bertemu Allah, Tuhan Pencipta Alam Semesta.

Lebih jauh tentang pengalamanmu di Kompasiana, pasti lebih banyak karena kamu kadang bisa offline bareng teman-teman Kompasianer di acara-acara yang diadakan di Jakarta dan sekitarnya.

Nggak salah kalau kamu pernah jadi nominator the best specific interest di ajang Kompasianival 2019. Sayangnya, kamu nggak meraih gelar. Beruntung bahwa komunitas Clickkompasiana yang kamu kelola bersama beberapa teman, jadi komunitas terbaik Kompasiana 2019. Bravo! Bukankah itu membanggakan? Kompasiana telah mengakui hasil kerjamu. Menjadi admin sebuah komunitas, khususnya di Kompasiana memang nggak mudah. Selain harus menyumbangkan waktu dan pikiran, kadang juga mengeluarkan sedikit harta pribadi.

Apa yang bisa aku ingatkan padamu, mbak Mut? Jangan pernah berhenti untuk mengeluarkan energimu mengurusi komunitas yang kamu asuh. Biarkan anjing menggonggong kafilah berlalu.

Bisa saja iri itu timbul begitu melihat Kompasianer yang baru mendapatkan award, tenggelam lalu lenyap tak ada kabar berita. Tetaplah ingat bahwa setiap orang sudah memiliki rejeki dan nasib sendiri-sendiri. Begitu pula di blog Kompasiana ini.

Makanya, sudahlah, mari kita bergembira saja meski tanpa pesta karena kamu merayakan dasa warsa, sepuluh tahunmu berkiprah di blog keroyokan terbesar abad ini. Nggak hanya menulis tapi membangun kegiatan offline bernama Commuter Line Community di Kompasiana. Super.

Buang, buang rasa sedih dan gundah-gulana karena itu akan membuatmu jatuh tertimpa tangga. Terus, teruslah engkau di sini. Keep it up.

Andai Kompasiana akan menghadiahimu dengan Kompasianival Award tahun ini, itu akan menjadi hadiah terindah dari hasil jerih payahmu setia di sini sampai 10 tahun dan 10 tahunnya lagi.

Salam hangat dan peluk erat dari Jerman

Gana

P.S: Artikel ini ditulis sebagai partisipasi lomba berhadiah souvenir Turki, demi  memperingati 10 tahun mbak Muthiah Alhasany menulis di Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun