Untuk orang-orang seperti kita yang sering berada di luar negeri, rasa kangen terhadap tanah air dan bangsa, baca berita dari negeri kita dan tetap berbahasa Indonesia akan menggiring kita untuk terus dan terus menulis. Betul?
Rasa iri seseorang terhadap diri kita itu pasti pernah menyusup di dada sana. Kita juga sempat menghembuskan nada iri pada Kompasianer lain. Itu sangat manusiawi karena manusia bukan makhluk sempurna. Kadang manusia alpa, bisa juga murka.
"Ada momen-momen berharga yang tidak terlupakan. Misalnya ketika diundang makan siang oleh Presiden Jokowi pada bulan Desember 2015. Hal ini menimbulkan kecemburuan kompasianer lain yang tidak beruntung. Padahal ini hanya masalah rezeki yang sudah diatur Allah SWT." Begitu tegasmu. Dari postur tubuhmu, sudah terasa sekali magma jiwa pemimpin, tegas, kuat dan mandiri. Bukan sosok perempuan yang melow apalagi menye-menye. Love it.
Oalah, ya ampun, maafkan daku. Ngaku, aku pernah bertanya-tanya, lho, "Mengapa pemilihan 100 Kompasianer yang berhak untuk datang pada jamuan makan malam bersama pak Presiden Jokowi tidak transparan? Harusnya ada pengumuman kilat, pendaftaran, saringan atau entah apa yang membuat sebagian besar Kompasianer memiliki hak yang sama untuk mengajukan diri. Seperti pendaftaran acara hangout Kompasiana TV dan nangkring ini-itu. Bukankah berdiri sama tinggi, duduk sama rendah? Masalah diterima dan nggak itu lain soal."
Pemilihan dan undangan yang terkesan cepat dan "di bawah meja" itu pernah mengusik pikiranku tapi aku sadar, kan aku di luar negeri. Undangan mendadak belum tentu bisa didatangi. Dan itu sudah lama berlalu.
Makanya aku nggak mau iri lagi kalau kamu pernah bertemu dengan presiden RI lainnya, bapak Susilo Bambang Yudoyono. Setiap orang punya garis hidupnya sendiri-sendiri. Hanya saja aku tetap gembira bahwa ada satu persamaan kita, kita akan bertemu Allah, Tuhan Pencipta Alam Semesta.
Lebih jauh tentang pengalamanmu di Kompasiana, pasti lebih banyak karena kamu kadang bisa offline bareng teman-teman Kompasianer di acara-acara yang diadakan di Jakarta dan sekitarnya.
Nggak salah kalau kamu pernah jadi nominator the best specific interest di ajang Kompasianival 2019. Sayangnya, kamu nggak meraih gelar. Beruntung bahwa komunitas Clickkompasiana yang kamu kelola bersama beberapa teman, jadi komunitas terbaik Kompasiana 2019. Bravo! Bukankah itu membanggakan? Kompasiana telah mengakui hasil kerjamu. Menjadi admin sebuah komunitas, khususnya di Kompasiana memang nggak mudah. Selain harus menyumbangkan waktu dan pikiran, kadang juga mengeluarkan sedikit harta pribadi.
Apa yang bisa aku ingatkan padamu, mbak Mut? Jangan pernah berhenti untuk mengeluarkan energimu mengurusi komunitas yang kamu asuh. Biarkan anjing menggonggong kafilah berlalu.
Bisa saja iri itu timbul begitu melihat Kompasianer yang baru mendapatkan award, tenggelam lalu lenyap tak ada kabar berita. Tetaplah ingat bahwa setiap orang sudah memiliki rejeki dan nasib sendiri-sendiri. Begitu pula di blog Kompasiana ini.
Makanya, sudahlah, mari kita bergembira saja meski tanpa pesta karena kamu merayakan dasa warsa, sepuluh tahunmu berkiprah di blog keroyokan terbesar abad ini. Nggak hanya menulis tapi membangun kegiatan offline bernama Commuter Line Community di Kompasiana. Super.