Stracciatella adalah es krim mirip rasa vanila dengan chip remah coklat. Konon bahannya susu, telur, coklat, whip cream dan gula. Setiap orang bisa bikin tapi rahasia kelezatannya terletak dari cara mengolahnya dan siapa yang membuatnya.
Ketika sibuk menjilat es krim, sekilas mata menangkap sesuatu. Terlihat seorang pria duduk di aspal dekat gapura. Ironi sekali. Negara Italia termasuk negara maju, masih ada orang yang terlantar di jalan?
Mata saya terlempar ke arah lain, menemukan papan bertuliskan aturan yang harus dipatuhi di area itu, seperti tidak boleh menginjak rumput dan bunga, tidak boleh memetik bunga sembarangan, dilarang naik motor dan sepeda melainkan hanya jalan kaki dan anjing nggak boleh lewat.
Tur di kota atas selesai. Rugi banget kalau nggak mampir lagi ke kota bawah sebab tadi hanya numpang lewat. Di kawasan itu, nggak sebanyak orang di kota atas tadi. Ada beberapa situs yang layak untuk dikunjungi seperti Accademia Carrara dan Galleria d'Arte Moderna e Contemporanea.
Ketika melewati restoran di mana piano dipajang di depan pintu, anak-anak mulai usil memencet beberapa not. Jiahh, sumbanggg tapi nggak papa, yang penting mereka senang dan nggak ada yang larang.
Konon, siapapun boleh memainkannya jika punya talenta. Ketika mendengarkan tamu yang bermain piano dengan lagu syahdu, suami dan sayapun berdansa.
Anak-anak ngacir meninggalkan kami yang bak Romeo dan Juliet. Mereka malu dan memutuskan untuk merasa nggak kenal siapa kami untuk beberapa menit saja. Haduh, tepok jidaaaaat. "Mama-papa nggak punya malu."
Itulah gambaran kecantikan Bergamo, Lombardei, Italia yang sudah terkenal ratusan tahun lamanya. Kota yang seakan selalu bergembira dan penuh dengan gemerlapnya dunia. Lebih dari itu, saya ingat pepatah "Rumput tetangga memang lebih hijau."
Kota tua yang pernah kami singgahi pada bulan Mei 2018 itu tahun ini menghentak dunia karena memiliki catatan buruk. Setidaknya 6000 orang Italia terinfeksi corona, angka yang menyaingi Wuhan, China. Seperti dikabarkan koran Frankfurter, kota Bergamo lah yang memiliki korban terbanyak. Hari Kamis minggu lalu (19 Maret 2020), truk militer mengangkut setidaknya 800 mayat yang meninggal dalam 24 jam untuk dikebumikan. Sebagian besar adalah warga Bergamo dan harus dimakamkan di kota tetangga. Makam Bergamo sudah penuh. Mengapa bisa terjadi?