Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Jangan Remehkan Peringatan Bencana Alam

11 Februari 2020   23:11 Diperbarui: 12 Februari 2020   11:21 2111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: southkernsol.org

Dalam pelajaran bahasa Inggris, kami nggak hanya berdiskusi tentang tata bahasa Inggris tetapi juga isu sosial dan budaya yang ada di negeri asli bahasa tersebut. Minggu lalu, kami ngobrol tentang Michael Fish, si peramal cuaca yang pernah kondang di acara "Weather news."

Benar peribahasa Indonesia yang mengatakan "tak ada gading yang tak retak", Si peramal yang biasa didengar di radio atau dilihat di TV Inggris itu pernah meremehkan peringatan sebuah bencana alam di negerinya. Apakah itu sebuah kesalahan yang membuat banyak orang celaka dan rugi?

Ceritanya, pada tanggal 15 Oktober 1987, seorang perempuan menelpon Michael saat ia sedang siaran TV. Si perempuan mengatakan akan datang badai, tapi si pria meramal tidak akan terjadi cuaca buruk, pemirsa tak perlu khawatir karena hal itu tidak akan terjadi. Warning penelpon hanya omong kosong belaka?

Nyatanya, beberapa jam setelah itu datang badai berkecepatan 160 km per jam yang menewaskan banyak orang dan menumbangkan jutaan pohon. Sungguh sebuah tragedi yang membuat banyak orang susah dan rugi. Manusia memang tempatnya salah.

Untungnya, orang-orang di Inggris pemaaf atau bisa jadi; pelupa, seperti kebanyakan orang Indonesia (termasuk saya hahaha). Setelah tahun demi tahun berlalu, mereka nggak ingat lagi kejadian buruk gara-gara Michael meremehkan peringatan bencana alam waktu itu. 

Anehnya lagi, ia lebih terkenal dari sebelumnya, justru setelah keteledoran yang ia lakukan tersebut. Misalnya, ia diundang di beragam acara TV dan mendadak jadi artis terkenal. Heboh badai.

Badai Sabine

Seperti halnya di Inggris, cuaca menjadi bahasan penting hampir setiap hari di Jerman

Istilahnya: "Es gibt kein schlechtes Wetter, es gibt nur faslche Kleidung." 

Artinya, di dunia ini nggak ada istilah cuaca buruk, yang ada orangnya yang salah pakai baju. 

Makanya orang harus tahu tentang ramalan cuaca dari hari ke hari. Entah dari radio, koran atau TV, orang mengikuti perubahan cuaca dari hari ke hari. 

Bahkan untuk mengadakan acara, orang melihat bagaimana cuacanya dulu pada hari itu, baru bikin undangan. Tentunya supaya acaranya berjalan lancar dan nyaman.

Sejak hari Jumat, 7 Februari 2020 media massa baik cetak dan elektronik sudah menggembar-gemborkan perkiraan cuaca buruk sejak Minggu malam sampai hari Selasa, 11 Februari 2020; Achtung, badai Sabine! "Jika tidak perlu sekali, hindari bepergian pada malam hari...."

Angin memang berhembus kencang. Awan hitam berarak-arakan secepat kilat di atas sana. Pohon-pohon pada goyang. Suara gludak-gluduk terdengar dari semua sisi rumah, seperti berada di rumah hantu. Tong-tong sampah yang kosong karena sudah diambil truk sampah ikut bergeletakan di sepanjang jalan. 

Beberapa trampoline yang tidak diikatkan ke pohon, terbang sesukanya. Ada kisah trampolin masuk kuburan, ada tong sampah orang pindah ke rumah tetangganya. 

Payung bukan lagi sebagai penangkal hujan supaya badan tidak basah, melainkan layaknya tadah hujan karena begitu dipegang lalu dibuka, posisinya tidak ke bawah menatap aspal tapi ke atas menantang langit. Omaigot. Bencana alam yang membuat hati cemas dag-dig-dug-der.

Angin badai Sabine disebut-sebut mampu memiliki kecepatan 154 km per jam. Ia benar-benar mengamuk; menyebabkan banjir, pohon tumbang dan mati lampu. Serem.

Sekolah Kacau

Bundesministerium, kementrian negara Republik Jerman sendiri menyarankan orang tua untuk membiarkan anak-anak tidak sekolah pada hari Senin-Selasa demi alasan keamanan. Namun dari pihak sekolah anak-anak kami, tidak ada himbauan apapun. Kami bingung sendiri.

Sedangkan beberapa TK dan sekolah seperti di negara bagian Nordrhein-Westfalens, Bayern, Hessen, Niedersachsen, Breman dan Breisgau-Hochschwarrzwald bahkan benar-benar ditutup.

Buntutnya, kami membiarkan anak-anak diam di rumah dan menelepon sekolah untuk memintakan ijin tidak hadir di sekolah dengan alasan keamanan. 

Sedangkan kami tetap berangkat ke tempat kerja. Tapi apa lacur? Murid-murid saya yang  lansia pun juga pada nggak berani datang. Mereka nggak mau meremehkan warning berkenaan dengan badai Sabine. 

"Lebih baik tinggal di rumah," tulis mereka dalam WhatsApp group. Padahal saya sudah ketar-ketir menyetir takut disambet angin tapi tetap keukeh 45, ngegas. Melihat bendera di jalan-jalan berkibar lurus, yang berarti angin sangatlah kencang membuat saya komat-kamit. Nyatanya, semua sia-sia, pulang dengan tangan hampa.

Begitu sampai rumah, anak-anak cerita, ada informasi bahwa di kelas anak kami, dari 25 anak hanya 7 yang datang. Mereka adalah anak-anak yang tinggal di sekitar sekolah dan hanya berjalan kaki menuju sekolah. 

Sedangkan yang tidak datang, memang harus menempuh perjalanan dengan bus atau kereta. Akibatnya, pelajaran yang biasanya 6 jam, diperpendek menjadi 4 jam saja. Berasa boring kali ya, sepi amat kelasnya.

Memang banyak kereta dan bus yang tidak beroperasi sejak Senin, 10.2.2020 setidaknya sampai pukul 10.00. Dikatakan bahwa ini akan berlaku sampai dengan Selasa. Semoga segera normal kembali, agar sekolah tidak kacau balau.

Oh, jangan tanya berapa pesawat yang dibatalkan karena badai Sabine ini dan kerugian karenanya. Membayangkan calon penumpang terkatung-katung di bandara, pasti memprihatinkan.

***

Kira-kira satu minggu sebelum badai Sabine ini datang, sudah ada tanda-tanda aneh di sekitar tempat kami tinggal. Sungai Donau di kota yang biasanya surut, meluap dan mengalir begitu cepat seperti balapan. Air sungai melimpah karena hujan deras disertai badai yang menguyur semalam sebelumnya. Bumi memang sedang marah.

Hewan-hewan yang biasanya berada pada fase Winterschlaf atau masa tenang di musim dingin, justru pada bangun dan aktif. Tupai, rusa, serigala kecil sampai babi hutan berkeliaran.

Dari apa yang saya lihat dan alami, saya tahu dan belajar bagaimana orang Jerman menjaga lingkungan, bagaimana mereka sangat menganggap penting untuk tahu perubahan cuaca dan tidak meremehkan warning yang ada serta mematuhinya.

Barangkali ini akan menjadi bekal bagi kita orang Indonesia yang dari waktu ke waktu selalu dihantui bencana alam; gempa bumi, tsunami, banjir dan entah apalagi. 

Bahwa warning sejak dini dari lembaga terkait perlu disampaikan kepada masyarakat, supaya meminimalisir korban atau kerugian yang bisa saja dialami. Warning juga harus diperhatikan seluruh lapisan masyarakat, jangan meremehkannya. (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun