Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Orang Indonesia Bakar Hutan, Orang Jerman Lindungi Hutan

11 Desember 2019   20:29 Diperbarui: 12 Desember 2019   09:18 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tahun depan Kalimantan bolong (dok.Gana)

Betapa tidak? Sejak tahun 90 an setidaknya 15 juta hektar hutan hilang, per menit diperkirakan 35 lapangan sepak bola rusak. Digambarkan sejak tahun 1950 dikatakan hutan masih hijau di pulau Kalimantan.

Kemudian tahun 1985 mulai banyak kebakaran hutan. Lalu tahun 2000,2005, 2010 dan disinyalir 2020 semua daerah memutih dan hanya sedikit yang hijau, di tengah-tengah.

Kebakaran hutan tidak hanya mempengaruhi habitat binatang liar di alam tetapi juga kesehatan pernafasan warga setempat bahkan sampai warga negara tetangga. Kalau transfer  uang atau kirim hadiah pasti enak, kalau buang asap kebakaran hutan tak ada hentinya namanya cari perkara.

Kebakaran hutan? Penyebabnya selain perluasan pemukiman penduduk dan pembangunan daerah, mayoritas adalah karena perkebunan kelapa sawit. Mengapa Palmoel?

Pertama banyak orang butuh minyak murah, ya dari kelapa sawit. Kedua, buah kelapa sawit sangat kaya akan bahan minyak. Ketiga, kelapa sawit cepat tumbuh dan berkembang biak. 

Keempat, selalu ada di satu dari tiga produk siap pakai, kosmetik, gula-gula, bahan pencuci dan bahan bakar (Bodiesel). Kelima, konsumsi orang mempengaruhi meningkatnya keberadaan kelapa sawit.

Semakin banyak orang yang tidak membeli barang yang mengandung kelapa sawit, semakin lesu bisnis kelapa sawit. Nggak heran kalau orang Jerman sangat detil  membaca kandungan bahan barang atau makanan yang dibelinya.

Kalau ada minyak kelapa sawitnya, nggak jadi beli. Sama dengan kasus plastik. Jika ada ikan yang dijual di Jerman berasal dari negara tidak ramah lingkungan dan penyumbang sampah plastik terbesar, nggak bakal dibeli. 

Mereka beranggapan, dengan tidak membeli berarti jumlah demand berkurang dan supply akan berkurang.

Jika selalu berkurang, akan hilang produk itu pada suatu hari nanti karena nggak ada yang mau beli.

Apakah pemerintah dan rakyat Indonesia tidak peduli? Pasti peduli, instansi terkait, LSM, masyarakat pasti juga ikut bahu-membahu dengan masalah ini tapi bisa saja kurang intensif, kurang kuat, kurang berkesinambungan dan entah apa lagi dugaan yang muncul dari saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun