Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ratu Sirikit, Ibu Bagi Rakyat Thailand

14 Agustus 2018   17:32 Diperbarui: 14 Agustus 2018   19:13 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Mau tanggal berapa ke kota lama Takua pa?" Tanya agen perjalanan bernama Pui.

"Oh, ada tanggal merah." Mulut saya tutup dengan telapak tangan, tanda kaget. Kalender yang ada di mejanya, saya ambil untuk meyakinkan pandangan mata yang kadang rabun.

"Nggak papa. Tanggal 13? Nggak masalah, tur tetap akan diadakan jika ada permintaan. Itu hari ultah ratu kami."

"Hah, ulang tahun ratu Thailand jadi hari libur???" Pertanyaan saya disambut senyuman si mbak.

Bingung, saya bingung campur heran dan segera pegangan kursi. Selama tinggal si tanah air, saya belum pernah mengalami hari libur karena ultah dari seorang presiden, ibu negara, sultan atau pangeran di Indonesia yang masih hidup, jadi hari libur nasional alias tanggal merah. Biasanya setelah meninggal atau untuk mengenang tokoh. Hari Kartini misalnya.

Belakangan kami nggak minat jalan-jalan pada tanggal 13, yang kata orang tanggal sial, ditambah itu tanggal merah. Biarlah kami berenang di kolam saja seharian.

Di Thailand, biasanya hari ultah ratu atau hari ibu adalah hari libur. Karena ultah ke-86 jatuh pada hari Minggu, yang memang sudah libur, liburnya dipindah Kemaren tanggal 13.

Semua hotel besar dan kantor resmi memajang baliho gambar ratu Sirikit dan rangkaian bunga.

Hari Ultah Ratu Sirikit=Hari Ibu

Seminggu kemudian saya baru menemukan jawaban "mengapa ultah ratu jadi tanggal merah?"

Mula-mula dari menemukan secarik kertas undangan yang diletakkan si ibu tukang bersih kamar hotel di tempat tidur kami pada hari Jumat, 11 Agustus. 

Tertulis dalam bahasa Inggris bahwa pihak manajemen mengundang para tamu hotel untuk bersama-sama merayakan ultah ratu, Yang Mulia 

Ratu Sirikit yang nama aslinya Mom Rajawongse Sirikit Ritikayara. 

Dress code baju adalah bebas rapi atau kaos berwarna biru. Warna merah dan kuning sendiri punya makna politis, sehingga menjadi acuan orang asing untuk menyesuaikan diri selama di Thailand.

Satu hari kemudian, kami sudah menjadwalkan untuk datang. Setengah jam sebelum acara, kami sudah keluar kamar menuju lobi hotel.

Heran, hanya ada kami dan satu lagi keluarga yang duduk di lobi. Yang lain di mana? Ah, barangkali lupa? Atau datangnya mepet?

Duduk kami sudah nggak jenak, beberapa kali melirik jam tangan. Tepat pukul 18.00, paling tidak ada 10 keluarga atau 50 orang yang telah memenuhi lobi. Kata suami saya lumayan ada 1% penghuni yang minat merayakan hari unik.

Menit demi menit berlalu. Haaaa ternyata nggak hanya orang Indonesia yang bisa dicap punya jam karet, orang Thailand juga samaaaa.

Baru pukul 16.00 acara dimulai. Seorang pria, staf hotel berbaju biru muda berdiri di tengah-tengah kami. Lilin yang dibagikan kepada tamu sudah disulut. Wadahnya unik dari bahan plastik botol, reuse, yang dipotong separuh bergerigi.

Seorang pria yang lain bertugas mengoperasikan komputer di mana musik YouTube mengumandangkan lagu himne kerajaan Thailand.

"Ya ampun, mana bisa bahasa Thailand?" Seru anak-anak sambil meringis kuda. Paling banter bilang "Sawasdeeka" dan "kop kun ka."

"Asal mulutnya buka tutup kayak nyanyi habis perkara." Suami saya menenangkan kami yang hampir kelu lidah latihan nyanyi sendiri. Seumur-umur belum pernah, kalau lagu anak-anak Indonesia sudah biasa. Lah, ini, Thailandddd.

Kamipun nekad nyanyi bersama para tamu:

"Ong rachine nan pen Sri Sa-nga. Cho pra cha khor therd phra mae khwan. Phra baramee khwan khoo kwan rachan. Kha phra phuttachao khor apiwan sadudee....."

Lagu yang liriknya kira-kira berisi pujian  dan doa bagi sang ratu.

Pada hari itu biasanya semua keluarga Thailand pulang ke rumah. Istilahnya mirip lebaran yang mudik ke kampung halaman, menemui ibu. 

Beberapa teman dari Thailand yang tinggal di Jerman malah sempat bersedih ketika saya kabari saya ikut perayaan hari ultah ratu sekaligus hari ibu di Thailand, sedangkan mereka tidak. Andai saja ada waktu pasti mereka akan merenda agenda bersama bunda.

Penghargaan Thailand Terhadap Ratu Sirikit

Hari ratu=hari ibu? Iya karena hari ultah ratu telah ditetapkan sebagai hari ibu sejak tahun 1976. Penghargaan itu dari pemerintah atas jasa-jasa dan pengabdian ratu selama mendampingi raja. Mirip kisah hari ibu di Indonesia tanggal 22 Desember karena kongres wanita pertama diadakan, kongres yang menjadi sejarah pergerakan wanita di tanah air.

Oh, iya. Ratu Sirikit juga disebut sebagai ibu seluruh masyarakat Thailand. Junjungan yang dianggap sebagai sosok panutan, inspiratif, pendamping raja selama menjabat dan sangat mengasihi rakyat. Ratu Sirikit bahkan pernah menggantikan raja selama 15 hari mengatur negara. Yakni, saat raja masuk pendidikan biara. Sungguh bukan perempuan biasa. Nggak hanya tut wuri handayani tetapi juga ing ngarso sung tulada atau berada di depan menjadi pemimpin pada tahun 1956.

Ratu Sirikit juga menjabat sebagai kepala palang merah Thailand sejak tahun itu. Soal kemanusiaan, keadilannya terhadap minoritas muslim di Thailand Selatan mengharumkan namanya. Bahkan ia pernah menjenguk korban demonstrasi. Di Thailand, meledek keluarga kerajaan atau negara sangat dilarang.

Penampilan ratu Sirikit juga nggak sembarangan. Sejak mudanya sudah terkenal jadi langganan tukang jahit elit di  Eropa. Sampai kemudian hari, ia lebih memilih sutera buatan negeri sendiri dan lebih berwarna. Sutra Thailand terkenal berkualitas.

Siapa Ratu Sirikit? 

Yang jelas ratu Sirikit bukan orang biasa. Beliau adalah buyut dari Raja Chulalongkron atau Rama V atau putri dari pangeran Nakkhatra Mangala, dubes Thailand yang pernah menjabat di Perancis, Denmark lalu terakhir, Inggris.  Bertemu dengan raja Bhumibol (17) pada usia 15 tahun. Pertemuan di Swiss itu kian dekat saat kecelakaan dialami Bhumibol sampai kehilangan satu matanya. Sirikit muda mengunjungi rumah sakit setiap hari. 

Ingat pepatah "Cinta datang dari mata turun ke hati"? Ada yang unik dari hubungan mereka, misalnya bagaimana Bhumibol menguji kesabaran dan keteguhan Sirikit. Contohnya saat janji bertemu jam 4, Bhumibol baru datang jam 7. Kalau Sirikit bukan dari karakter khusus yang diharapkan keluarga kerajaan, nggak bakal calon raja menikahinya satu minggu sebelum penobatan menjadi raja. Kalau saya yang janjian dan nggak datang, sudah nyesek dan ngambek, deh.

Sirikit juga memiliki energi baik dalam dirinya. Ia pernah mengenyam pendidikan barat selama sang ayah mengabdi di Eropa, termasuk di sekolah asrama Genewa, Swiss. Menyerap nilai-nilai positif dari barat dan mempertahankan nilai-nilai ketimuran itu pasti ia lakukan.

Nah, setelah  satu tahun pacaran, satu tahun tunangan, akhirnya setahun kemudian mereka menikah sampai dikaruniai 4 anak. 

Banyak kan orang yang tunangannya sudah bertahun-tahun tapi nggak jadi menikah? Menyegerakan untuk resmi ke pelaminan menjadi salah satu tips bagi pasangan yang ingin bahagia.

Masyarakat Thailand amat mencintai dan menghormati keluarga kerajaan yang sekaligus menjalankan pemerintahan di Thailand. Peran dan perhatian raja dan ratu terhadap kesejahteraan masyarakat, adalah salah satu dari sekian banyak sebab tingginya penghargaan rakyat terhadap junjungannya.

Rasa syukur yang tak terhingga saya rasakan selama berada di "The land of smile." Saya jadi tahu bahwa ada tokoh wanita seperti ratu Sirikit yang sangat berarti bagi negara dan bangsanya. Ia dihormati dan dicintai rakyatnya.

Energi Baik Ratu Sirikit Untuk Rakyat Thailand

Tak hanya solidaritas dan keterbukaan yang dimiliki oleh Jackie Kennedy nya Asia. Ratu Sirikit ternyata juga menulis buku tentang pengalamannya di Eropa. Tidak semua orang mau dan bisa menulis buku. Kisah pengalaman, ketekunan, dan kecerdasan yang ingin dibagi pada dunia membuat orang terbuka wawasannya. Kemampuannya dalam menumpahkan pikiran dalam tulisan menjadi penyemangat kita semua untuk tak parah semangat menulis. 

Telah terbit buku "Bua: rachini haeng mai nam" atau "In Memory of My European Trip" pada tahun 1964 dari ratu Sirikit. Buku yang mengisahkan perjalanan hidupnya yang berbeda di Eropa.

Energi baik beliau yang jadi motivasi kita, Kompasianer; jangan pernah berhenti menulis.

Lalu menjadi anak diplomat yang belajar bahasa Inggris dan Perancis, piano serta banyak lagi lainnya tentu bukan hal yang biasa dan menarik untuk disimak. Ia menulis lagu. Sebagai komponis yang melahirkan nomor-nomor seperti "Sai Yut" atau "Nang Yaem."

Hal yang tentu tak banyak dilakukan tokoh penting dunia lainnya di sela-sela kesibukan formal yang ada.

Baiklah. Selamat ulang tahun, Ratu Sirikit, gas negara Thailand, energi baik bagi kehidupan Thailand. Selamat Hari Ibu, Rakyat Thailand.

Sekarang, siapa tokoh wanita Indonesia yang sangat menginspirasi seperti ratu Sirikit dan menjadi ibu bagi rakyat Indonesia?(G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun