Mbak Ita, mbak Ita ... kamu pasti akan menemukan ide dan mood menulis di Kompasiana lagi entah lusa atau di lain hari..... Jangan pernah berhenti.
Yang saya amati dari pertemuan Frauenbrunch kali itu adalah bahwa ternyata sebuah arisan ibu-ibu nggak hanya tempat untuk ngumpul buat ngrumpi dan makan-makan saja. Ada hal yang bisa diselipkan di dalamnya. Ya, seperti yang dilakukan pertemuan Frauenbranch di Stuttgart, Jerman itu. Selalu ada selipan acara bermutu.
Bayangkan. Awalnya, undangan dikirim 3 minggu sebelum hari H oleh mbak Hedy, sang ketua yang baik. Pas tanggalnya, beberapa ibu datang 30 menit sebelum acara. Mulai dari menyiapkan meja dan kursi, menata makanan berikut pirantinya dan mempersilakan tamu-tamu untuk duduk dan menikmati kudapan sampai pukul 14.00.
Luar biasa. Makanan Indonesia memang lezat dan tiada duanya. Kami seperti duduk di warung makan masakan tradisional Indonesia seperti karedok, mie kecil, tahu susur, tempe bacem, tahu bacem, sayur asem, sambal tomat, kerupuk dan masih banyak lagi. Yang ditunjuk sebagai koordinator makanan adalah ibu Ambar dan ibu Nani.
Dari obrolan kecil, saya tahu kalau Ibu-ibu sudah rajin memasak sejak satu malam sebelumnya, lalu diangetin dan ada yang pagi-pagi sekali sebelum berangkat sudah masak-masak. Yang nggak bawa makanan, bayar 5 euro (juga digunakan untuk membiayai acara, bayar listrik, sewa ruang dan lain-lain).
Senang sekali datang ke sana. Ingat peribahasa Indonesia; makan nggak makan ngumpul, dan banyak manfaat yang diperoleh ketika hadir dalam Frauenbrunch (Frauen=wanita-wanita, Brunch=makan pagi dan makan siang). Peserta belajar banyak dari pengisi acara dan obrolan santai selama di sana.
Mengapa bermanfaat? Selain mbak Larasati yang mengajarkan 3 B (beauty, brain, behavior) dan saya sebagai pengisi acara (carilah hobi seperti menulis), Frauenbrunch pernah mendatangkan bapak pendeta Bona Samosir yang mengungkapkan makna "Pesta kematian dalam Masyarakat Adat Toraja" pada Mei 2018. Itu mengikuti serunya sesi menari goyang Maumere dan Tobelo yang dipimpin Like Tauran-Gottwald pada Frauenbrunch bulan Maret 2018 yang lalu. Tentunya masih banyak tema lain yang sudah dibahas. Pertanyaan berikutnya, tema apa lagi yang akan disajikan dua bulan mendatang? Surpriseeee ....
Begitulah yang kita pahami bersama dalam hidup di dunia. Perempuan sama perempuan bertemu dan ngobrol itu pastiiiii. Apalagi dalam sebuah arisan. Ketika pertemuan itu dibumbui tema yang menarik dan bermanfaat seperti saya ceritakan di atas, pulang rasanya ada banyak isi di kepala. Inspirasi-inspirasi yang akan menyemangati hidup dalam rutinitas sehari-hari seorang wanita. Membuat hidup jadi lebih seru, bermakna dan semangat 45.
Apa yang dilakukan Frauenbrunch di Stuttgart selama bertahun-tahun itu patut dicontoh dan diteladani oleh pertemuan-pertemuan perempuan Indonesia, arisan atau entah apa saja titelnya di seluruh dunia. Bahwa pertemuan para perempuan di manapun ia berada di dalam negeri atau luar negeri, di desa atau kota ... harus reguler, menarik dan membawa manfaat bagi semua. Nggak sekedar tempat ngerumpi belaka. Salam Wanita Indonesia Bisa! (G76)