Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenangan Ngabuburit di Jerman

22 Juni 2018   14:38 Diperbarui: 22 Juni 2018   14:37 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ngabuburit di alam bebas (dok.Gana)

Lebaran sudah kelar. Haaa namanya perempuan, selalu ada utang puasa yang harus dijadwalkan supaya terbayar sebelum Ramadan berikutnya tiba. Anda hutang puasa juga?

Hmm... Saya kenang lagi masa-masa puasa di Jerman yang kebetulan kali ini, lagi-lagi lebih panjang dari durasi di tanah air, yakni 18,5 jam. Imsak kira-kira pukul 03.00 dan berbuka puasa dari kisaran 21.00-21.30.

Namanya musim panas, melihat langit pada pukul 18.00 di mana orang Indonesia biasa sudah berbuka puasa, eee di Jerman masih terang. Kadang bingung, enaknya ngapain dong, ngabuburit? 

Ngabuburit orang lain-lain. Kalau Tasya Ceria Celalu aka Yoga Arizona ngabuburitnya di kasur alias habis sahur tidur dan dibangunin saat berbuka puasa. Hahaha ....

Di Semarang, orang biasa ngabuburit di sekitar Simpang Lima dan Jalan Pahlawan. Di Solo, Sukabumi dan Bandung, katanya banyak orang ngabuburit di rel kereta api. Tempat seperti jembatan tol, bandara, alun-alun, masjid rupanya masih menjadi tempat favorit meskipun di era gadget, banyak orang memilih menunduk dengan tangan sibuk memainkan keypad di tempat umum atau di kamar! 

Bagaimana dengan ngabuburit Anda?

Nah, di Jerman, kalau tinggal di kota-kota besar, ini yang bisa saya rekomendasikan buat acara ngabuburit keren:

Berlin; Alexander Platz atau di Pariser Platz.

Frankfurt; Markplatz

Dusseldorf; Koe.

Stuttgart; Koenigstrasse atau Schlossplatz.

Mnchen; Marienplatz.

Hamburg: Rathaus

Bremen: Rathaus, Marktplatz

Dan masih banyak kota-kota lainnya yang punya tempat asyik buat ngabuburit nggak ada matinye.

Yup. Ciri khas Jerman adalah memiliki alun-alun atau disebut Marktplatzdi setiap kota kecil sampai besar. Di sana banyak bangunan kuno yang terpelihara, toko dan restoran. Jadi, ya, ke sana saja pastilah ramai. Selain nongkrong dan jalan-jalan, bisa juga shopping around.

Lahhh kalau tinggal di tengah hutan dan gunung seperti saya ngabuburitnya kayak apa?

O-ooooo ... nggak bisa ngemal, nggak bisa window shopping, nggak bisa ngeceng. Oalahhh ... nggak kece badai, ah. Lantas ngapain,  dong?

Pertama, jalan-jalan di hutan.

Eeeee, nggak takut diterjang babi ngepet? Hutan Schwarzwaldatau Blackforestterkenal dengan populasi babi hutan liar yang semakin bertambah banyak. Nggak heran kalau pemerintah memberikan ijin bagi para pemburu yang di Jerman disebut sebagai Jaeger/Jaegerinuntuk membunuh mereka pada musim-musim tertentu. Iya, supaya jumlahnya nggak kebanyakan. Kalau terlalu banyak, biasanya makanannya jadi berkurang karena buat rebutan dan mereka akan mendatangi perumahan penduduk. Kasihan sekali bagi yang punya ladang dan nggak dikasih kawat listrik karena akan dirusak dan dimakan habis-habisan. 

Nah, di hutan ini banyak disukai orang buat jalan-jalan santai menghirup udara segar atau olahraga seperti naik sepeda, nordic walking(berjalan cepat dengan dua tongkat) dan lari atau joggen

Begitulah yang bisa saya lakukan selama bulan puasa. Selain jalan-jalan biasa sambil gandengan tangan sama suami supaya nggak ucul, kami juga ikut klub nordic walkingselama sejam mulai pukul 19.00 di hutan. Pukul 20.00 sudah sampai rumah setelah melampaui 6 km, mengirim anak-anak tidur, dilanjut memasak lalu berbuka puasa bersama. Pas! Kata suami saya, "Berat juga ya, seharian nggak minum. Lapar masih bisa ditahan." 

Kedua, pergi ke toko Turki.

Lho? Meski nggak ada mall deket rumah, untung tetap ada toko kecil orang Turki di kota-kota sebelah, yang menjual bahan makanan dan minuman berlabel halal dan tutup pukul 20.00. Contoh kota terdekatnya; Tuttlingen, Spaichingen dan Konstanz.

Mungkin beda dengan di Indonesia yang hampir semua toko dan supermarket  harus memperhatikan sertifikasi halal. Di Jerman, mayoritas penduduknya Katholik jadi ya nggak sama lah. Makanya, harus ke toko khusus untuk mendapatkan bahan makanan dan minuman berlabel halal.

Di sanalah, kami bisa menemukan sayuran dan buah-buahan segar. Toko daging yang cara penyembelihannya sah sesuai ajaran Islam juga ada di dalamnya. Sungguh rasanya gimana gitu, kalau belanja di toko-toko Jerman, serasa belanja di Indonesia! Eh, ada Indomie juga, lho. Keren, ya.

Oh, ya. Sosis atau salami/irisan daging yang dimasukkan ke plastik misalnya, juga sudah ditempeli tulisan Arab "Halal." Begitulah, ada perasaan yang berbeda ketika menemukan dan mengkonsumsinya nanti. Jarang-jarang memang ....

***

Demikian, salah dua dari sekian acara ngabuburit saya di Jerman selama ini. Semoga menambah semangat Kompasianer semua yang biasa berpuasa di dalam negeri dalam kurun waktu yang pendek dan banyak temennya. Ayo, lebih semangat puasanya tahun depan!

Pada hakekatnya, berpuasa nggak hanya menahan lapar dan dahaga. Menurut saya, ituuu yang paling susahhhh. Iya, menahan hawa-hawa lainnya. Puasa, masih suka marah-marah, nadanya sampai "do" pakai titik. Bagaimana pengalaman Anda? (G76)

P.s: Meski telat, selamat lebaran bagi Kompasianer yang menjalankan. Maaf kalau ada salah kata, tulisan atau komentar. Semoga tetap sehat dan bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun