Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ternyata Nggak Harus Lahir Sempurna untuk Jadi Model Iklan di Jerman

28 Mei 2018   20:10 Diperbarui: 28 Mei 2018   20:49 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Draft halaman 2 majalah mebel Jerman (dok.Moebel Fetzer)

"Jangan, pak, sabar. Tunggu sampai 1 bulan, tanggal 21 Mei baru telponlah." Saya pengen suami saya belajar sabar. Haaa mana ada orang Jerman eperti dia sabar? Maunya cepaaat saja. Pikir saya, pasti tim butuh waktu untuk menjatuhkan keputusan.

Siapa yang sabar, subur. Tepat pada tanggal 15 Mei 2018, sebuah email saya terima dari bagian iklan perusahaan tersebut yang mengucapkan terima kasih atas partisipasi dalam acara casting. Kedua, mengabarkan bahwa tim telah memutuskan bahwa kami bertiga yang jadi pemenang. Ketiga, informasi bahwa foto saya akan dipasang di toko, jadi cover dan foto kami bertiga jadi halaman kedua dalam majalah mebel mereka, dicetak 75.000 eksemplar. Wow, bahkan selama ini buku saya saja hanya dicetak 1-3000 eksemplar saja.

Eh, bukannya foto saya hanya 39 vote, kok jadi model cover? Bukankah foto kami bertiga yang paling banyak vote? Kenapa foto rame-rame nggak jadi cover? Saya taksir, keputusan juri nggak bisa diganggu gugat! Apalagi, hey, ini Jerman yooo! Barangkali banyak penilaian yang nggak hanya dari penampakan tapi dengan cara menerawangggg. Heboh. 

Silakan menyimak foto para peserta lain yang sumpah, lebih hebat dan bagus dari saya di sini. Saking nggak enaknya dapat vote banyak, sementara yang lain hanya dapat sedikit vote, saya ngasih LIKE semua foto.

Hikmah yang saya ambil

Teman-teman, selain kabar gembira itu, terus terang banyak pengalaman pahit pernah di-bully sejak kecil, yang kadang membuat saya bertanya pada diri sendiri "mengapa saya dilahirkan tidak sempurna?"

Saya ingat puluhan tahun yang lalu, pernah ikut tes program pertukaran pelajar di Depdikbud Semarang. Meski memperoleh angka tertinggi, saya nggak jadi berangkat karena tinggi badan nggak sampai 165 cm. Omaigot, bertubuh pendek jadi kelemahan yang membuat jalan saya menuju Canada putus. Sudah ada 26 negara yang saya kunjungi, suatu hari nanti saya ingin jalan-jalan ke sana bersama keluarga. Pasti, entah kapan.

Saya ingat, ada anak laki-laki yang teman sekelas waktu di SMA, yang selalu memandang sinis dan bilang "Kamu jelek, nggak usah deket-deket kami", atau "Ya, ampun kamu pakai bedak kelly, ya? Wajah kamu mengkilat." Atau "Wah, wajah kamu kayak Yati Pesek, hidungmu itu lho ..." Ternyata, punya wajah jelek adalah pemandangan yang mampu mengganggu orang lain.

Saya nggak bakalan lupa pernah ikut tes di TVRI Pucanggading Semarang, nilainya tertinggi tapi nggak dipilih jadi penyiar TV karena yang dipilih yang kinyis-kinyis, umuran 19 tahun. Rupanya, usia dan wajah yang menarik adalah potensi unggul yang menentukan nasib seseorang.

Karena nggak dilahirkan sempurna, saya memang bukan orang yang banyak mengandalkan wajah dan tubuh dalam hidup. Sadar diri.

Saya harus bagaimana? Akhirnya gembira menemukan bahwa menonjolkan apa yang saya bisa adalah hal yang menyenangkan, nggak hanya untuk diri sendiri tapi juga orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun