Ehem. Wanita pertama itu adalah anak dari bos suami. Pemilik pabrik alat-alat kedokteran Jerman yang buka cabang di Semarang punya satu anak laki-laki dan satu, perempuan. Karena di Jerman itu anak laki dan perempuan duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, ada ide bahwa anak yang perempuan dikenalkan kepada partner di luar negeri. Siapa tahu kalau bapaknya pension, bisa bantu-bantu. Nggak hanya anak yang laki-laki yang harus meneruskannya. Kalau anak perempuan mau dan mampu, kenapa tidak? Setuju?
Itulah, 25 tahunan yang lalu, suami saya membawa seorang perempuan berambut blonde bermata biru. Anak bos besar itu tentu saja jadi bahan tontonan siapapun yang ada di Pakistan. Masih sangat jarang melihat rambut selain hitam, kalau tidak disemir merah atau pirang. Selama ini, saya baru lihat satu perempuan asing dengan kepala berambut emas, bermata biru dan beberapa orang Pakistan yang rambutnya disemir. Tapinya pasti dulu sekali, amat sangat jarang sekali.
Semiran rambut atas ternyata juga dilakukan hingga turun ke bawah. Jangan porno. Tempatnya tepat di bagian cambang alias kumis, janggut dan brewok. Saya terka itu pasti dari henna. Yang kalau dioleskan coklat, eh begitu habis dicuci jadi merah.
Wanita Pakistan
Sebelum datang ke Pakistan, bayangan saya semua perempuan pakai jilbab karena negaranya Islam. Mereka lebih memakai kerudung ala mantan perdana menteri Benazir Bhutto. Kerudung yang diletakkan di tengah-tengah kepala, membiarkan rambut bagian depan dan samping kanan-kiri bebas terlihat kehitamannya. Saya sudah siap mengepak dua kerudung.
Meski masih terasa hawa bahwa perempuan itu jadi makhluk nomor dua, laki-laki nomor wahid, tetapi saya sudah bisa melihat bahwa banyak juga wanita Pakistan yang sudah meniti karier. Saya ketemu satpam bernama Salma. Hotel tempat ia bekerja menerimanya meski ia adalah perempuan, syaratnya bekerja tidak pada malam hari. So, shift pagi nggak papa.
Jadi geli ketika saat kedatangan, yang jemput sudah membawa tas kresek isi kameez sederhana. Maksudnya, supaya saya ikut berbaur dengan perempuan lain dengan mudah karena seperti pepatah Jerman "Kleider macht Leute", kadang orang melihat orang lain dari cara berpakaiannya. Ketika berpakaian yang pas, orang akan mudah bergaul.
Tambah geli lagi karena ketika kami para wanita berkumpul dan melihat baju yang saya pakai, mereka mengira saya beli di Pakistan. Kaget sekali ketika saya beritahu belinya di Jerman, tepatnya di salah satu toko India. Satu baju pesta dan 3 baju model koko dengan bordir cantik. Lumayan disanjung karena kata suami saya seperti baju tidur. Huhhhh.
Sistem shaf laki-laki dan shaf perempuan masih ada di sini. Jadi kalau renang nggak campur, duduk nggak campur, makan nggak campur. Rasanya legaaaaa. Seneng, deh suami saya, nggak bisa macem-macem di Pakistan. Semua diatur, dibelah dua ... putih warnanya.
Truk dan bus cantik