Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menengok Kehidupan dan Keindahan Negeri Seribu Cahaya

20 Maret 2018   14:19 Diperbarui: 20 Maret 2018   18:25 2274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ehem. Wanita pertama itu adalah anak dari bos suami. Pemilik pabrik alat-alat kedokteran Jerman yang buka cabang di Semarang punya satu anak laki-laki dan satu, perempuan. Karena di Jerman itu anak laki dan perempuan duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, ada ide bahwa anak yang perempuan dikenalkan kepada partner di luar negeri. Siapa tahu kalau bapaknya pension, bisa bantu-bantu. Nggak hanya anak yang laki-laki yang harus meneruskannya. Kalau anak perempuan mau dan mampu, kenapa tidak? Setuju?

Itulah, 25 tahunan yang lalu, suami saya membawa seorang perempuan berambut blonde bermata biru. Anak bos besar itu tentu saja jadi bahan tontonan siapapun yang ada di Pakistan. Masih sangat jarang melihat rambut selain hitam, kalau tidak disemir merah atau pirang. Selama ini, saya baru lihat satu perempuan asing dengan kepala berambut emas, bermata biru dan beberapa orang Pakistan yang rambutnya disemir. Tapinya pasti dulu sekali, amat sangat jarang sekali. 

Semiran rambut atas ternyata juga dilakukan hingga turun ke bawah. Jangan porno. Tempatnya tepat di bagian cambang alias kumis, janggut dan brewok. Saya terka itu pasti dari henna. Yang kalau dioleskan coklat, eh begitu habis dicuci jadi merah.

Wanita Pakistan

Sebelum datang ke Pakistan, bayangan saya semua perempuan pakai jilbab karena negaranya Islam. Mereka lebih memakai kerudung ala mantan perdana menteri Benazir Bhutto. Kerudung yang diletakkan di tengah-tengah kepala, membiarkan rambut bagian depan dan samping kanan-kiri bebas terlihat kehitamannya. Saya sudah siap mengepak dua kerudung.

Meski masih terasa hawa bahwa perempuan itu jadi makhluk nomor dua, laki-laki nomor wahid, tetapi saya sudah bisa melihat bahwa banyak juga wanita Pakistan yang sudah meniti karier. Saya ketemu satpam bernama Salma. Hotel tempat ia bekerja menerimanya meski ia adalah perempuan, syaratnya bekerja tidak pada malam hari. So, shift pagi nggak papa.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Ada lagi yang saya sukai dari wanita Pakistan; selain mata dan hidungnya yang mbangir, baju yang mereka pakai juga menarik. Rata-rata masih memakai baju kameez, celana Shalwar dan selendang panjang (kadang jadi selempang, kadang untuk penutup kepala) yang biasa kita lihat di film Bollywood. Jadi nggak seperti di tanah air Indonesia, dah.

Jadi geli ketika saat kedatangan, yang jemput sudah membawa tas kresek isi kameez sederhana. Maksudnya, supaya saya ikut berbaur dengan perempuan lain dengan mudah karena seperti pepatah Jerman "Kleider macht Leute", kadang orang melihat orang lain dari cara berpakaiannya. Ketika berpakaian yang pas, orang akan mudah bergaul.

Tambah geli lagi karena ketika kami para wanita berkumpul dan melihat baju yang saya pakai, mereka mengira saya beli di Pakistan. Kaget sekali ketika saya beritahu belinya di Jerman, tepatnya di salah satu toko India. Satu baju pesta dan 3 baju model koko dengan bordir cantik. Lumayan disanjung karena kata suami saya seperti baju tidur. Huhhhh.

Sistem shaf laki-laki dan shaf perempuan masih ada di sini. Jadi kalau renang nggak campur, duduk nggak campur, makan nggak campur. Rasanya legaaaaa. Seneng, deh suami saya, nggak bisa macem-macem di Pakistan. Semua diatur, dibelah dua ... putih warnanya.

Truk dan bus cantik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun