Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tetaplah Kerokan Sampai ke Negeri Jerman

25 November 2017   17:26 Diperbarui: 25 November 2017   19:34 2043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari ketika pindah ke Jerman, ia masuk angin dan seperti biasa, minta pijat. Saya pikir, lebih mantab dengan kerokan lalu pijat sedikit (pijat dan kerik). Kalau pijat terus, tangan saya yang lelah karena badannya besar, tekanan tangan saya yang se-unyil tak kuat memijat. Bidang yang dipijat juga luas. Mau diinjak-injak, dia menolak.

Setelah saya rayu, suami saya mau. "Ya, sudah, dikerok." Saya oleskan balsam sejenis Balsem Lang, lalu logam khusus yang halus pemberian ibu, saya goreskan ke kulitnya. Pelan tapi pasti saya kerik bagian punggung kanan dan kiri. Lukisan duri ikan merah terlihat di sana. Bagian tengah saya kerik lurus. Baru pundak dan leher belakang.

Ya, ampun. Tadinya, ia menjerit-jerit kesakitan dan tak bisa diam. Tekanan saya kurangi, ia pun tak mengeluh lagi. Usai tubuh bagian belakangnya rata dikerok, saya usapkan balsem lagi dan sedikit dipijat-pijat.

Tahukah Anda? Rasanya harmonis dan mesra karena kasih sayang dan sentuhan yang terjadi di antara kami. Selesai pirik, ia merasakan badannya hangat dan ringan. Makin cinta.

Sama halnya dengan saya, yang sebenarnya benci obat. Ada, kan orang yang sedikit-sedikit obat atau sebentar-sebentar pergi ke dokter. Semaksimal mungkin, saya akan menempuh cara tradisional seperti pijat, jamu atau kerokan. Ah, kerokan. Kalau tidak dikerok, badan kurang mantab. Sesudah dikerok, saya lega.

Makanya, kalau saya yang giliran masuk angin, minta dikerok suami. Dulunya, ia tidak tega. Badan saya sudah kecil, dikerok jadi merah-merah. Syukurlah, akhirnya ia mau mengerok saya. Sayangnya, cara mengerok salah; gerakan kerokan dari bawah ke atas (bukan atas ke bawah) dan jarak antara satu garis dengan lainnya yang terlalu jarang dan bertabrakan. Bangga bahwa sekarang dia sudah pintar mengerok. Tidak hanya istri yang melayani suami tapi juga sebaliknya, suami siaga.

Kerokan?Jangan lupa pakai balsemlang!(dok.Balsemlang)
Kerokan?Jangan lupa pakai balsemlang!(dok.Balsemlang)
Bagaimana dengan anak-anak kami? Mengingat dokter setempat sudah memberikan peringatan, saya harus mawas diri. Ketika anak-anak masih balita, saya tidak mengerok badan mereka tetapi pirut (pijat dan urut). Saya pakai parutan minyak goreng, parutan bawang merah dan sepercik garam. Resep itu saya dapatkan dari ibu. Ibu yang melahirkan anak tujuh, selalu memijat anak-anaknya ketika sakit panas, flu atau sekedar lelah. Bahkan ketika anak-anak saya baru saja lahir, ibu sudah mengenalkan tradisi pirut dengan ramuan resep itu setiap pagi.

Senang rasanya bahwa tradisi itu saya boyong sampai Jerman. Anak-anak yang waktu itu masih balita, mulanya mengeluh. Kalau sudah mau dipijat, hidung sudah disumbat dengan tangan."Bauuu," katanya. Bau bawang merah mentah memang kuat sekali, mencocok hidung.

Apa daya, tetap saja saya pirut badan depan dan belakang, kaki, tangan dan leher anak. Biasanya, mereka akan nyenyak tidurnya meskipun bau badannya seperti warung atau toko obat tradisional. Keesokan harinya, mereka mandi air hangat dan badan serasa lebih segar.

Jadinya, tanpa diminta, kalau sedang lelah biasanya mereka minta sendiri untuk dipijat dengan minyak bawang merah tadi.

Nah, baru ketika anak sudah mulai SD, mereka saya tulari budaya kerokan. Saya pikir mereka sudah bisa bertahan ketika badannya dikerok. Maklum, ada tekanan koin pada kulit dan tulang. Biasanya, gerakan akan saya pelankan dan tekanan akan dikurangi agar lebih nyaman dan tidak sakit. Kalau memang badan benar-benar sakit, tanpa kencang kerokannya pun, sudah merah-merahlah kulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun