"Ya, bu." Matanya yang bening memandangi saya, lalu melirik makanan yang sedang diramu pedagang.
"Memangnya, tadi pagi nggak sarapan?" Usil, saya memang usil, mau tahu urusan orang.
"Sudah." Jawab anak yang kira-kira kelas 2-3 SD.
"Ini lapar lagi?" Ih, ibuk-ibuuk. Tanya terus.
"Ya ..."
"Memang nggak bawa bekal dari rumah?" Yah, saya mirip wartawan wawancara narsum. Mengejar pertanyaan satu demi satu, tak pernah berhenti.
"Kata mama, dikasih duit Rp 15.000,00 saja biar praktis. Takutnya nanti dibekali dari rumah nggak dimakan karena nggak suka. Sudah repot, mubadzir."
Saya melongo. Limabelas ribu atau satu euro, sudah banyak untuk anak Indonesia karena bisa dapat paling tidak tiga jajanan. Kalau di Jerman cuma dapat satu permen kojek alias lolipop. Atau bisa juga beli satu jajan, sisanya (Rp 10.000) disimpan atau untuk beli mainan, bukan?
Lain halnya dengan di Jerman, SD di kampung kami hanya sampai kelas 4. Bersyukur bahwa SD kampung kami itu tidak ada kantin atau penjual seperti di tanah air di depan sekolah. Anak-anak kami, yang SD sampai SMP masih mau dibekali kotak makanan kecil. Isinya bisa bervariasi. Mulai dari Vesper (roti tawar atau roti kering lain dengan isi daging salami, selai atau keju), sandwich (dibakar), hamburger, sosis, buah, wortel, kek atau kuweh (entah buatan sendiri atau dari beli).
Minum untuk mereka hanya ada dua jenis; air putih atau Apfelschoerle (jus apel dicampur air putih bergas). Minuman seperti cola, teh, jus dan sejenisnya, dilarang oleh pihak sekolah. Bahkan di SMP/SMA ada dispenser air putih untuk semua siswa, gratis ada di aula atau lorong sekolah. Pembeliannya gotong royong dari orang tua murid.
Nah, baru ketika ada sekolah sore, saya beri uang makan barang 3,50. Kelas 5-10 untuk Realschule atau kelas 5-12 untuk Gymnasium, anak-anak harus pindah ke kota. Di sana tersedia kantin sekolah, di mana anak-anak bisa jajan roti, makanan pokok kebanyakan orang Jerman, pada saat istirahat 1-2 atau makan siang sebelum sekolah siang di kantin. Meskipun dekat dengan pusat kota, harus ada surat perjanjian dari pihak orang tua yang menerangkan bahwa pihak sekolah diijinkan untuk melepas mereka ke luar dari gedung sekolah untuk cari tempat makan lainnya.