Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Der Goldene Oktober", Jerman yang Keemasan di Bulan Oktober

24 Oktober 2017   17:18 Diperbarui: 24 Oktober 2017   20:48 2056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Duluuu sekali, saya suka nyanyiin lagunya Vina Panduwinata, "Si Burung Camar", "September Ceria." Lagu yang sempet ngetren tahun 70-an di Indonesia.

Rupanya, ketika di Jerman, lagu itu masih relevan saya nyanyiin karena ada istilah der Goldene September. Gold=emas. Der=artikel yang menyertai kata benda "September."

Der Goldene September, apaan tuhhh? September, bulan yang seharusnya sudah masuk hitungan musim gugur (September-Oktober-November) di mana dedaunan rontok, udara makin dingin, angin kian kencang bisa sampai 170 Km/jam, kelinci liar dan landak mulai berkeliaran, banyak hujan... Kayak emas karena masih anget layaknya musim panas.

Selain September emas, ada Oktober emas atau dalam bahasa Jerman "der Goldene Oktober". Orang-orang Jerman Selatan di Schwabenland menyebutnya sebagai der alteweibersommer. Alt=tua, Weiber=wanita tua, Sommer=musim panas. Der altweibersommer, musim gugur yang hangat-kehangatan yang selalu dibutuhkan wanita tua layaknya kehangatan musim panas. Aneh, bisa anget sampai temperatur 25 derajat! Kalau di Indonesia itu jadi temperatur AC, di Jerman sudah angettt karena musim gugur biasanya 10 derajat sampai minus-minus.

Apa yang istimewa di musim gugur?

1. Pepohonan seperti lampu merah

Tinggal di dekat hutan jadi istimewa karena bisa mengamati pergantian musim. Jika musim gugur seperti saat ini tiba, bisa melihat langsung perubahan alam. Pepohonan yang tadinya semua hijau berubah jadi hijau, merah, kuning. Mirip lampu merah, ya? Saya ingat sekali kesan mami Kartika Affandi. Beliau pernah tinggal di Austria, deket Jerman. Saat saya tanya musim apa yang paling disuka, selain musim salju karena ada snow, adalah musim gugur di mana dedaunan berubah jadi warna-warni. Alasannya, asyik buat jadi obyek lukisan.

Saya sependapat. Begitu pula di Jerman, banyak orang suka musim gugur. Tambah wow, jika jalan-jalan memasuki hutan di Jerman. Perubahannya sungguh luar biasa di depan mata. Merah, kuning di antara hijaunya pohon cemara yang selalu hijau atau immer gruen. Seperti di film-film negeri dongeng.

Daun jadi warna-warni (Dokumentasi Pribadi)
Daun jadi warna-warni (Dokumentasi Pribadi)
Hutan di Friedingen, Blackforest (Dokumentasi Pribadi)
Hutan di Friedingen, Blackforest (Dokumentasi Pribadi)
2. Rontokan daun

Dedaunan yang rontok berjatuhan di tanah, banyak berwarna kuning seperti emas dan ada yang coklat karena sudah tua.

Kalau ada senang pasti ada nggak senangnya. Kalau di kebun banyak pohon besar seperti di rumah kami, artinya harus banyak membersihkan jutaan bahkan miliaran daun. Jika tidak, akan menutupi tanah saat salju menimpa dan rumput tidak bisa tumbuh dengan baik.

Andai yang jatuh itu uang ...(Dokumentasi Pribadi)
Andai yang jatuh itu uang ...(Dokumentasi Pribadi)
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Emas! (Dokumentasi Pribadi)
Emas! (Dokumentasi Pribadi)
3. Hiasan labu-labuan

Ingat Halloween atau Helloween? Perayaan gaya Amerika atau tepatnya, Irlandia yang disukai anak-anak karena bisa ngumpulin permen dan gula-gula di rumah tetangga, memakai kostum dan rias wajah serem dan pesta.

Di kampung kami ada tradisi mengukir Rben, bahan gula yang bentuknya seperti elips. Selain itu ada juga mengukir labu oranye. Tak hanya anak-anak, lansia pun menyukai kegiatan mengukir itu.

Sedangkan ibu-ibu, biasa memajang hasil ukiran labu atau dekorasi labu dari plastik atau yang asli, di depan pintu.

4. Landak

Tahun pertama tinggal di rumah kami, saya paling takut mendengar bunyi berisik dari kebun. Akhirnya, setelah tahu itu adalah landak bukan maling, saya bisa tidur. Hahaha ....

Landak. Kalau ada orang yang takut sama hewan berduri itu, pasti nggak nyangka kalau sebetulnya, landaknya lebih takut pada manusia. Itu kami rasakan ketika ada landak nyasar masuk garasi kami. Mau dikeluarin dari garasi, muter-muter kayak gasing, bingung.

5. Lampion

Ada peringatan yang disukai anak-anak; Laterne Lauf. Karnaval keliling kampung dengan membawa lampion, entah bikinan sendiri atau beli sendiri.

Lampu lampion bisa dari bolam/bolep atau lilin kecil.

6. Langit warna-warni

Buku saya yang berjudul "38 WIB (Wanita Indonesia Bisa)" tahun 2013, covernya berwarna oranye dengan gambar langit Jerman yang saya bidik dari balkon rumah. Pemandangan bukit Lupfen berwarna gelap dan langit yang punya warna oranye, merah dan biru. Amboi, indahnya.

Tahun ini juga mirip, tapi tidak ada oranye di sana. Hanya merah muda, kuning dan biru.

Langit kayak pelangi dari balkon rumah (Dok:Gana)
Langit kayak pelangi dari balkon rumah (Dok:Gana)
7. Layang-layang

Karena banyak angin, orang memainkan layang-layang. Bahkan sebuah desa bernama Leibertingen, memiliki tradisi tahunan festival layang-layang. Seru mengamati bagaimana tiap peserta menaikkan layang-layang, mengulur benang sampai menurunkannya gara-gara cuaca tiba-tiba memburuk. Hujan rintik-rintik, takut kesetrum!

Nah, itu tadi kurang lebihnya ciri-ciri musim gugur di Jerman. Kalau ada pepatah, daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Kalau melihat keemasan musim gugur kayak tahun ini? Pasti nggak bakal bisa bilang begitu. (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun