Tak terasa, malam kian larut. Aku tutup tirai jendela satu-persatu. Kulihat sekilas sebuah pemandangan lewat sebuah jendela terakhir. Api unggun yang kecil di seberang rumah, lama-lama menjadi besar. Botol Vodka "Gorbatschow" yang tadinya pasti penuh 700 mili, volumenya sudah menurun. Jan berdiri di samping istrinya, membuka tabung gas yang ada tak jauh dari api unggun. Dan ....
"Booommmm"
Suara ledakan keras menggema di kampung. Ledakan yang membuatku kaget dan mundur ke belakang. Aku terantuk patung Sarasvati. Untung tidak jatuh apalagi rusak. Itu patung kesayangan kakakku.
"Jaaan ... Jaaaan ... Jaaaaan ... kebakaran ... kebakaran ... kebakaraaaaannnnn!!!" Elke, istri Jan berteriak sekuat tenaga, sambil berputar mengelilingi api unggun yang membesar. Gerakannya seperti suku India menari Chicken dancemengitari api.
"Ya, aku tahu, aku tahu ... tenanglah." Badan Jan terhuyung-huyung ke kanan dan ke kiri seperti rumput yang bergoyang. Jan memeluk Elke.
"Kamu suami yang tidak bertanggung jawab ... jadi apa kita kalau ikut kebakar, rumah kebakar??? Makanya jangan minum banyak alkohol, kamu jadi bodoh dan ceroboh!"
Sumpah serapah terdengar sayup-sayup. Jantungku berdegup sungguh kencang menyaksikan apa yang terjadi di halaman rumah tetangga kami.
"Pesta tandingan batal?" Lirih suara keluar dari mulut sumbingku. Kupandang jam tangan di tangan kiri. "Oh, hari Jumat tanggal 13! Kakaaaaaaakkkk ...." Badanku menghambur ke kamar bawah tanah, istana kakakku.
Takut dan senang beradu. Tuhan memang Maha Tahu, kakak bolehlah melaju.(G76).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H