Sudah hari Rabu. Oh, hari terasa cepat berlalu. Senin dan Selasa saya ngajar para senior Jerman yang mencintai saya. Ahhh, hari serasa menyenangkan dan penuh. Jadwal mepet sana, mepet sini... no problem. I love it. Nggak mbosenin,hidup serasa lebih hidup.
Hari ini, ada waktu untuk menulis, selain tentu saja menyelesaikan pekerjaan tetap sebagai ibu RT; rapiin rumah, masak, cuci dan bersih-bersiiiiihh nggak boleh lupa. Omaigot.
Buka instagram, saya baca postingan mbak Wahyu Sapta. Di sana ada foto mbak Wahyu yang jadi kandidat untuk dipilih sebagai Best in Fiction dalam Kompasianival Award 2017 nanti. Selamat dan sukses!
Dalam chat group di whatsapp, Semarkutigakom (Kompasianer Semarang, Kudus, Salatiga dan sekitarnya Kompasianer) beberapa waktu yang lalu, Komunitas embrio untuk Kompasianer Jawa Tengah itu sudah mendiskusikan tentang dukungan pada mbak Wahyu di jalur fiksi. Memang tidak semua anggota berkomentar tapi setidaknya kebanyakan setuju dan bantu vote.
Kini, saya kampanyekan kandidat berakun Wahyu Sapta di Kompasiana. Soal vote, kadang nyangkut bab subyektivitas. Tak kenal maka tak sayang. Berikut saya bagi infonya:
Profil Mbak Wahyu
Ketemu mbak Wahyu tahun 2015 ketika saya mengadakan pameran foto "Herzlich Willkommen in Deutschland" di lobi rektor UPGRIS Semarang yang menampilkan foto-foto seantero Jerman jepretan saya dan foto dari teman-teman Kompasiana (Koteka, KPK). Itu berarti, dua tahun setelah mbak Wahyu bergabung dengan Kompasiana, 2013.
Niatan baik mbak Wahyu untuk bertemu dengan saya yang jauh-jauh datang dari Jerman, perjalanan ribuan km, hampir 24 jam lamanya itu ... luar biasa.
Meski sibuk meeting, bisa juga ia menyempatkan diri. Makanya, nggak heran kalau saya rasakan mbak Wahyu itu punya karakter yang kuat. Orangnya nggak berbeda dengan profil dan tulisannya. Baik, melankolik dan tulus.
Ketemu pertama kali di UPGRIS Semarang itu, kami sudah tahu "Ini pasti mbak Wahyu" atau "Ini pasti mbak Gana." Kami berpelukan. Hangat. Mbak Wahyu adalah sosok keibuan yang hangat, nggak panas dan sederhana.
Pada profil akunnya tertulis; "Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang..."
Dari situ, sudah terbaca bahwa mbak Wahyu sangat pandai bermain kata-kata, berfantasi dan ... romantis. Uhuy. Sebagai bocoran, mbak Wahyu itu lulusan FISIP UNDIP Semarang, anak sospol bukan anak sastraaaaa. Barangkali karena memang lahirnya, mbak Wahyu yang baik itu sudah melankolik. Dia ada bakat alam dari Tuhan, menenun kata demi kata menjadi kain cerita yang asyik. Diasah dari waktu ke waktu, pakai cinta.
Karya Mbak Wahyu
Meneliti 266 karyanya di K dengan 76.394 view, memang pernah ada yang hanya dilihat 2 orang. Tepatnya pada posting berjudul "(HUT RTC) Rindu Niki dan Nata" pada tanggal 23 Maret 2016. Meskipun begitu, ia bukan sosok yang cepat putus asa. Rata-rata postingannya soal fiksi, ada juga masakan, bedah buku dan jalan-jalan. Tulisannya terus mengalir deras dengan hati tanpa berharap banyak yang baca, dapat HL atau barangkali vote. Salut!
Perhatikan judul-judul artikel fiksinya seperti "Menyesap Rahasiamu", "Kopi dan Jeda Kepergianmu yang Tak Lama" atau "Kekasih yang tak Pandai Ungkapkan Kata"... hmmm... seperti sebuah melodi.
Kini, lihatlah ... ia bagai larva yang jadi kupu-kupu. Mbak Wahyu jadi idola admin dan penikmat fiksi. Tak heran jika tulisannya bisa hit 2312 an. Misalnya tanggal 19 September 2017 "Cerpen: Firasat yang Tak Kumengerti." Komentarnya ada 28, banyak tuh. Top BGT.
Senang. Senang sekali melihat perkembangan sastra mbak Wahyu. Dalam percakapan kami di Facebook, saya menyampaikan dukungan padanya untuk dicalonkan dalam "Best in Fiction" dan menyarankan untuk sering posting di K dan ... menulis buku! Segera! Tulisannya bagus-bagus, lho. Sayang kalau nggak didokumentasikan. Melihat dari postingannya di Kompasiana, saya mencium firasat munculnya buku cerpen mbak Wahyu yang perdana "Aku, Pemilik Hati yang Beku." Amieeeeeennn.
Di waktu yang bersamaan, mbak Wahyu pengen mendukung saya melaju di Kompasiana Award karena katanya, artikel saya keren-keren dan banyak HL. Halaaaaaaaaah, ora, mbak ... foto saya nggak ada. Koboooong. Doamu tidak terkabul. Ya, wis. Memang jalannya di K begitu. Tahun 2013-2014 sudah jadi nominee, kok ... tapi nggak dipilih orang. Xixixi.
Admin Rumpies The Club
Kalau menyimak Kompasianival tahun lalu dan mendengar nama mbak Fitri Manalu disebut sebagai The Best in Fiction 2016, bisa jadi mbak Wahyu (yang juga seadmin dengannya di Rumpies The Club) akan mengikuti jejaknya.
Apa itu Rumpies The Club? Itu komunitas Kompasianer yang hampir mirip dengan Fiksiana Community di Kompasiana. Latihan menulis fiksi bersama-sama, bikin event dan dijadiin buku! Seru.
Eh, ngomong-ngomong, menjadi admin sebuah komunitas tentu harus punya karakter tersendiri. Mengatur orang banyak, bekerjasama dengan orang banyak dan punya waktu yang banyak adalah beberapa di antaranya. Tidak asal-asalan. Kalau tidak mampu, berabeeee.
Mbak Wahyu telah membuktikan bertahun-tahun bergabung bersama RTC, everything is OK. Sudah saatnya ia menuai padi, bukan?
Hobi Menanam Bunga
Saya nggak tahu apakah hobi lain mbak Wahyu selain menulis yakni, menanam bunga adalah pengaruh dari suaminya yang arsitek desain taman dan juga pelukis.
Pokoknya, ngomong tentang bunga, anggrek misalnya dengan mbak Wahyu? Bakal nyambung. Kebetulan, saya juga tanam anggrek di Jerman.
Menanam bunga atau tanaman butuh kasih sayang, pengetahuan dan waktu yang cukup. Nggak bisa sembarangan karena sepertihalnya pada manusia ... mereka bisa layu bahkan mati.
She has a green hand, bertangan hijau tapi bukan zombie apalagi Hulk.
Penyayang Kucing
Selain itu, merawat hewan rumahan ternyata juga dilakukan mbak Wahyu. Di wall FB, mbak Wahyu cerita banyak soal si Empus. "Meooonggg." Hewan kesayangan nabi dan anak-anak kami. Hewan imut (konon embahnya harimau) yang membuat banyak wanita mengulurkan tangan untuk membelai dan menggendongnya.
Rupanya, mbak Wahyu nggak hanya sayang suami, sayang anak lanang, sayang kebun tapi juga sayang kucing. Artinya, punya jiwa pengasih dan penyayang. Adeeeem.
Hmm ... mbak Wahyu juga sayang saya kaaaaan? Peluk jauh.
Hobi menulis sudah, menanam bunga-iya, saya taksir mbak Wahyu hobi makan. Baca saja tulisan tentang Soto Kudus atau Bubur Sura dan Bubur Lemu. Nyam-nyam.
Eh, Anda sudah makan, belum? Jaga kesehatan dan tetaplah bahagia.
Sekarang, saatnya menggunakan hak pilih Anda. Kalau ditunda, jangan-jangan lupa dan vote sudah ditutup!
OK, tahun kemarin, saya sudah memilih mbak Fitri di Sumatra dari komunitas RTC. Tahun ini saya vote mbak Wahyu dari Semarang, berdasarkan pertimbangan paparan di atas tadi.
Naaaah, bagi yang belum memilih calon di kategori fiksi, nggak salah kalau mau milih mbak Wahyu karena sudah tahu siapa dan bagaimana mbak Wahyu dari artikel ini dan barangkali informasi yang didapat sebelumnya. Selamat pagi.(G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H