Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Begini Rasanya Rayain Kartinian di Jerman

12 Mei 2017   16:00 Diperbarui: 20 Juni 2017   08:01 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Museum (dok. Karina)
Museum (dok. Karina)
“Jangan tanya apa yang kau dapat dari negara tapi apa yang kau perbuat untuk negara.“ Barangkali, itu petuah dari tanah air, yang tersirat dalam perayaan Kartinian kami di Jerman pada 29 April 2017.

Mulai dari pukul 16.15-20.00, kurang lebih 100 orang hadir menikmati segala sesuatu yang berkenaan dengan Indonesia! Malam Indonesia atau perayaan Kartini di Jerman kali itu memang baru pertama kali tapi bukan berarti pertama kalinya kami promosi tentang Indonesia di daerah yang sama. Sebelumnya sudah ada pameran foto “Indonesien, Paradise der 1.000 Inseln“ tahun 2013 dan Part II tahun 2016.

Ide presentasi tentang Indonesia dari VHS

Selama bekerja di VHS Tuttlingen sejak 2014, saya belum pernah ngajar tentang keindonesiaan. Kelas Bahasa Indonesia, kelas menari dan kelas memasak selaluuu batal karena VHS tidak mengijinkan jika peserta yang daftar kurang dari 7 orang/kelas. Huuuuh!

Walhasil, selama ini cuma ngajar bahasa Inggris. Ups, itu tentu bukan bahasa saya. Meski sudah menyelesaikan kuliah dan pernah ngajar di universitas, tetap saja kadang ada rasa nggak PD. Bahasa Inggris saya, Janglish (Jawa English) tapi syukurlah, peminatnya masih banyak jumlahnya dari waktu ke waktu dengan kisaran usia 60-70 an.

Lalu suatu hari, Franzi Ott yang baru saja gabung di VHS tanya kalau saya mau presentasi tentang Indonesia. Kebetulan, tetangga saya itu pernah datang di pameran foto bersama Kampret yang saya geber tahun 2013 di Jerman. Hmm ... presentasi tentang Indonesia.

Dari situ, saya mikir, kalau sendirian mana tahan? Saya tanya teman-teman dari Rottweil, Schramberg, Tuttlingen dan Villingen seperti Kristina, Diah, Windi, Nopita dan Helena. Mereka mau bantuinnggak? Akhirnya, sepakat lewat group WA, kami bikin malam Indonesia bersama VHS! Ide presentasi dipaskan dengan perayaan Kartini. Saya usul, mengundang duta besar RI untuk Hongaria yang telah memberikan kata pengantar dalam buku saya “Exploring Hungary“. Feeling saya, permohonan akan gol dan beliau adalah sosok Kartini modern yang mencapai puncak jabatan sebagai wakil negara. Passs!

Jerman bukan wilayah Hongaria, ibu dubes meminta ijin Kemenlu sehubungan dengan permohonan saya. Hasilnya? Bol-kobal-kabul ... terkabul!

Lagu Indonesia Raya (Dok.Karina)
Lagu Indonesia Raya (Dok.Karina)
Tanah Pusaka (dok.Helena Pfau)
Tanah Pusaka (dok.Helena Pfau)
Air mata jatuh karena lagu nasional

Tempat acara? Museum Seitingen-Oberflacht. Ups. Museum tempat penyimpanan barang langka, tua dan bersejarah, kan? Hari H, jam 15. Masih sepi dan bikin bulu kuduk berdiri. Semangat yang menyala, buang gundah-gulana.

Baru pukul 16.00 museum ramai, tamu membludak. Pendaftaran on line tadinya cuma 27 orang untung kepdes usul kami jual ticket box. Walhasil, jumlah total pengunjung 85 orang. Sampai kursi nambah lagi, ngambil dari tumpukan stok di dapur. Riweuh. Kami 20 panitia berdiri saja,  sekalian riwa-riwi.

Limabelas menit kemudian, dimulai. Suara ibu dubes, ibu konjen, diaspora serta penonton begitu merdu mengiringi terompet dengan lagu “Indonesia Raya“ yang dimainkan Herr Alfred Dufner dari Seitingen.

Eh, pernah dengar lagu “Tanah Pusaka“? Pernah merinding bahkan sampai nangis bombay pas nyanyi atau sekedar denger? Indonesia memang semakin indah dipandang dari jauh. Sumpah!

Nggak percaya? Sebelum acara berakhir, saxophone ditiup Frau Ute Spägele dari Würmlingen, mengharu biru dengan “Ibu Kita Kartini“ dan “Tanah Pusaka.“ Eh, masih pada ingat teks lagunya? Lupa? Nggak papa, yang penting masih bisa melodinya. Mari nyanyi sama-sama....

RA Kartini dan Kartini modern Indonesia (Dok.Karina)
RA Kartini dan Kartini modern Indonesia (Dok.Karina)
Presentasi tentang Kartini

Oi, ada yang lupa. Saya lupa ngecek lagi bahwa ibu dubes akan menambahi draft yang ada di  Powerpoint pakai Inggris, biar suami saya bisa gampang terjemah. Sayangnya, di depan tamu suami saya disuruh terjemahin malah bilang, “Nggak tahu.“ Meledaklah tawa di dalam ruangan. Untung ada diaspora Diah yang ikut membantu.

Hmm. Jadi ingat, sehari sebelumnya, presentasi yang draftnya dibikin staff KBRI Budapest dengan terjemahannya saya, bikin suami ngakak. “Ini artinya opo?“ Suami saya nggak paham tulisan bahasa Jerman saya yang masih grotal-gratul. Habis direvisi, siap di layar untuk dibaca hadirin yang sebagian besar adalah warga Jerman asli. Kemampuan 2-3 bahasa asing memang super penting!

Presentasi ibu dubes menarik. Informasi yang ngingetin perjuangan Kartini yang harus diteruskan wanita Indonesia seperti; jiwa pantang menyerah dan profesional. Ibu Y.M. Wening juga mengulas kisah ketika Kartini dipingit pada usia 12 tahun. Kartini nggak menangisi nasib, justru memperkaya diri dengan membaca dan korespondensi dengan teman-temannya di Belanda. Menulis!

Kompasianer sudah menulis hari ini? Rejeki yang didapat nggak melulu berupa uang tapi juga kekayaan batin karena berbagi.

Tingklik dari Anggur Jaya Freiburg (Dok. Karina)
Tingklik dari Anggur Jaya Freiburg (Dok. Karina)
Penari cilik (dok.Helena Pfau)
Penari cilik (dok.Helena Pfau)
Kesatria Tangguh dan Srikandi (dok.Karina)
Kesatria Tangguh dan Srikandi (dok.Karina)
Manokrawa (dok.Karina)
Manokrawa (dok.Karina)
Ibu dubes, ibu konjen, tamu Jerman dan diaspora poco-poco (dok.Karina)
Ibu dubes, ibu konjen, tamu Jerman dan diaspora poco-poco (dok.Karina)
Genjring party (dok.Helena Pfau)
Genjring party (dok.Helena Pfau)
Hebohnya sajian panggung

Uang nggak jatuh dari langit. Berkat sponsor dari perusahaan di Tuttlingen dan fasilitas serta alat-alat dari Pemda Seitingen-Oberflacht dan museum Seitingen-Oberflacht, acara yang diberi tajuk “Indonesischer Abend“ itu berhasil mengusung program istimewa, musik tradisional Tingklik Bali dari payuguban Anggur Jaya. Itu grup orang Jerman yang dipimpin oleh Herr Martin Winter dari Freiburg.

Selain musik, ada tarian yang menggambarkan peran penting dan utama perempuan, Bondan kendi yang saya bawakan dengan anak ragil, tari Kesatria Tangguh yang ditampilkan Karina Dian Anjani dari KBRI Budapest, tari Srikandi, tari Genjring Party (Linda dan Peni), tari Topeng Cirebon dari Jawa Barat (Didi) dan tari Manokrawa dari Bali.

Selain tari, musik dan lagu, suami saya cerita sekilas tentang wayang golek, wayang kulit dan wayang orang yang pernah dilihatnya selama tinggal di Indonesia.

Poco-poco sebagai acara penutup, membuat diaspora Indonesia menarik ibu dubes, ibu konjen dan sebagian besar penonton untuk ikut joget bersama. Warga Jerman diajari caranya: dua langkah ke kanan, dua langkah ke kiri, dua langkah ke belakang, satu kali ke depan, satu kali ke belakang, kaki ditutup. Ulangi. Mudah kan? Sudah coba?

Karya pemenang lomba essay photo di Kompasiana (dok. Karina)
Karya pemenang lomba essay photo di Kompasiana (dok. Karina)
Bu dubes menyaksikan foto kolaborasi Kompasianer (Dok.Karina)
Bu dubes menyaksikan foto kolaborasi Kompasianer (Dok.Karina)
Foto Komunitas Traveler Kompasiana (dok.Karina)
Foto Komunitas Traveler Kompasiana (dok.Karina)
Pameran foto Kompasianer

Yang menarik tak hanya pentas di panggung, di depan dapur masih ada papan berjajar! Di sana terpampang foto-foto. Foto bisa bercerita banyak jika diambil dengan cara yang beda.

Jauh-jauh hari, Koteka kolaborasi dengan KPK, Amboina dan Ladiesiana, menyelenggarakan lomba foto hari Kartini. Yup, nggak hanya bagi-bagi hadiah seperti paket jalan-jalan tetapi hasil foto pemenang seperti punya Dewi Puspa, Adhe Unyu,  Muthiah Alhasany, Casmudi Van Brebesi dan para juri dipamerkan dalam acara Kartinian di Jerman itu.

Waktu nggak sengaja lewat, Direktur bagian budaya VHS Tuttlingen sampai geleng-geleng kepala mengamati satu persatu foto yang ada. Katanya, “Kok, bisa bagus foto-fotonya dan itu membuat saya seperti melayang sendiri ke Indonesia. Gambaran yang luar biasa.“

Piringnya penuh (dok. Karina)
Piringnya penuh (dok. Karina)
Masih doyan jajan pasar?

Sihir ternyata tak hanya berasal dari foto-foto, jamuan di meja melambai-lambai minta disantap. Coba. Jajan pasar Indonesia yang disajikan; sate bakso sapi, lumpia, lemper, sosis Solo, bolu kukus, tahu goreng, bala-bala, nogosari, pukis, sus, bolu pandan, lapis legit, lapis pandan, kacang-kacangan dan aneka krupuk ... bikin ngiler. Minuman tradisionalnya; jahe anget, kunir asem, teh hijau, sekoteng, kopi tubruk dan beras kencur.

Sekitar 85 tamu yang hadir adalah warga Jerman dan diaspora di Jerman. Lidah mereka dimanjakan sekali. Jam 19.00 makanan basah sudah habis, tinggal yang kering seperti kacang goreng, kek jambul dan krupuk saja. Yaaaa, pantes, satu orang bawa piring isinya segunung. Syukurlah, tandanya sukak kan? Nggak rugi masak, sampai dapur berantakan dan keringetan segede jagung.

Kesan-pesan

Konsul Jendral Republik Indonesia di Frankfurt, ibu Wahyu Hersetiati sendiri dalam pidatonya, mengucapkan selamat datang kepada para tamu, khususnya ibu dubes RI di Budapest. Rasa senang dan bangga beliau pada diaspora Jerman, semakin terasa sampai acara berakhir. Beragam brosur tentang Indonesia dari KJRI dibagikan dalam acara. Ibu Konjen mengajak warga Jerman untuk berbondong-bondong berlibur ke Indonesia, memanfaatkan visa bebas 30 hari.

Kepala desa yang diwakili oleh Herr Otto Ilg menyampaikan “Adalah sebuah kehormatan untuk menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan malam Indonesia. Atas nama kepala desa, saya berterima kasih kepada warga kami, keluarga Stegmann, atas dedikasi yang tak pernah berhenti mengenalkan hal-hal yang menakjubkan tentang Indonesia selama ini di wilayah kami.“ Uhukk, saya ikut batuk. Merasa nggak hanya banggain Indonesia tapi juga kampung tempat saya ngenger selama ini.

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Hongaria Y.M. Dra. Wening Esthyprobo Fatandari, M.A mengaku merasa terharu dengan peran diaspora di Jerman dalam memperingati hari Kartini dan bersyukur atas kesempatan menyampaikan sejarah perjuangan Kartini dan perkembangannya, pada publik Jerman. Begitu acara berakhir, ibu dubes memeluk saya erat-erat  “Saya bangga acaranya sukses, penontonnya mbludhak. Semangat terus, yaaa meski kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala. Tetep rukun sama kawan-kawan Indonesia di sini.“ Hiks, terharu.

Makin haru baca coretan kesan seru para tamu yang tertulis di buku tamu. Kesan tentang Indonesia pada peringatan hari Kartini itu semakin lengkap dengan pembagian souvenir kerajinan batik yang dibeli Kompasianer Kristina dari pasar Jatinegara. Dua ribu, satu. Di Jerman mana adaaaa???

Ragam batik (dok. Karina)
Ragam batik (dok. Karina)
Sampai jumpa lagi (dok. Karina)
Sampai jumpa lagi (dok. Karina)
Jangan pernah berhenti ACI

Dari ucapan terima kasih dan rasa bangga yang diucapkan tadi, kami diaspora Indonesia yang ada di Jerman Selatan merasa senang atas jerih payah selama ini. Nggak ada yang sia-sia jika sesuatu itu baik.

Ingat rapat via WA yang heboh karena banyak kepala banyak isinya. Bingung! Belum lagi waktu acara dekorasi di museum pada hari Sabtu siang sampai sore, seminggu sebelum acara diadakan. Walahhh ... sempet bulu kuduknya berdiri, nihhh. Sama kayak waktu dua jaman beres-beres.  Pintu museum sudah dikunci semua eeeee ada bunyi pintu dibuka “ngeeekk“. Mak tratab! Yang sudah lewat toilet di lantai bawah tanah museum pasti merasakan ini. Singuuuup!

Ohhh, acara yang berlangsung empat jam bikin sport jantung. Khawatir ada yang nggak beres, ada yang kurang, ada yang nggak puas atau gimanalah. Syukur, semua baik-baik saja dan lancaaar jaya.

Nah, bagaimana? Masih mau bikin malam Indonesia lagi tahun depan? Kita tunggu saja tanggal mainnya. Intinya, ACI deh. Aku Cinta Indonesiaaaa.

Bagaimana dengan kiprah Anda untuk Indonesia? Mari berbagi dan saling menginspirasi. (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun