Pelukanku masih erat membungkus tubuhnya yang halus nan wangi tapi kini, mengapa Juliana tak peduli dan pergi?
“Bummm!“
Ia bahkan menutup pintu. Kaburkah cinta Juliana?
***
Siluet Juliana. Lagi-lagi, aku menikmatinya dari gardu, di seberang rumahku.
Setelah jam menunggu dan yakin tak ada tamu yang ditunggu Juliana, kuayunkan langkah dengan pasti.
“Inilah saatnya.“ Aku berdiri di depan pintu rumahku. Lampu taman otomatis menyala. Menyorotku di antara gelapnya malam.
“Teeettt“ Hey, bel berbunyi. Aku berhasil menyentuhnya! Pintu terbuka.
“Guk ... guk ... guk“ Papsi melonjak-lonjak dan mencakari pintu.
“Julianaaa ... ini aku ...“ Ah, Papsi. Ia mampu mengendus kedatanganku.
“Patrick??“ Pintu terbuka lebar. Papsi mengitariku. Lagi-lagi Juliana mencari sesuatu di antara taman batu yang kubuat dengan tanganku. Hey, aku ada di depanmu! Lambat laun, Juliana melihatku karena secepat kilat, wujudku mengutuh.