Perempuan dianggap punya perasaan gatal tingkat akut dan ingin meledak jika lawan bicara mengeluarkan pendapat yang tidak sesuai dengan isi hati dan pikiran. Keinginan untuk memotong pembicaraan demi menyangkalnya dikatakan lebih besar daripada laki-laki, bahkan bertendensi menyerang.
Kebanyakan perempuan dituding bersumbu pendek. Tidak sabar menunggu giliran untuk berbicara, pada waktunya. Walaupun demikian, bersyukurlah jika Kompasianer perempuan termasuk penyabar dan tidak mudah terpancing dengan kalimat orang lain.
3. Dalam sebuah percakapan antara laki-laki dan perempuan, akan tercipta sebuah kompetisi.
Film remaja rilisan Jerman “Bibi und Tina: Mädchen gegen Jungs“ pernah ngetren di umuran anak-anak kami. Mana ada anak-anak Jerman yang tidak tahu film itu? Film yang diambil dari buku Bettina Börgerding cs itu menggambarkan bagaimana anak-anak dan remaja sudah mulai memiliki perbedaan dalam penyampaian bahasa. Gender banget! Dalam percakapan, selalu muncul konflik karena ingin saling mengungguli bahwa anak laki-laki lebih hebat daripada anak perempuan dan sebaliknya.
Film yang juga mendapat kritikan dari masyarakat (yang tidak sepaham dengan pembedaan laki-laki dan perempuan). Pada dasarnya di dunia ini, semuanya sama, semuanya bisa bekerja sama!
Barangkali itu juga yang tertangkap dalam film Jerman yang mengangkat pubertas Bibi, sang tokoh. Bagaimana ia bisa marah saat anak-anak laki-laki tetap menganggap bahwa anak perempuan hanya bisa jadi cheerleaders, bukan pemain rubi. Sampai suatu ketika, Bibi jadi pemain cadangan dan luar biasa mencetak angka.... Sayangnya, karena ia dikenal sebagai Hexe atau penyihir, kemenangannya dianggap curang dengan magic.
Bahasanya, “Mana bisa kamu menang? Perempuan kan nggak bisa apa-apa. Kamu pasti curang!“ Sebaiknya diganti dengan, “Bibi... kalau benar kamu tidak menggunakan sihirmu, berarti kamu sudah membuktikan bahwa perempuan bisa bermain rubi bagus seperti laki-laki tapi bersaing dengan sehat.“ Adegan dalam film tampak jelas bagaimana Bibi memandu teman-temannya untuk menunjukkan kepada tim laki-laki dalam sebuah perkemahan bahwa perempuan juga bisa mengungguli laki-laki.
Percakapan yang mirip bisa saja terjadi pada pasangan suami-istri:
Suami: Tanpa aku, kita tidak akan punya anak.
Istri: Lho, Papa ini... kan ada pasutri yang nggak punya anak. Berarti tanpa istri yang memang punya kantong rahim dan dijatah hamil, nggak mungkin dong sperma hidup dan ketemu ovum.
Suami: Ada lho, jutaan sperma laki-laki yang loyo dan mati sebelum ketemu ovum. Punyaku jagoan!