Pada tanggal 27 Oktober 2016, saya sudah dijemput dik Yunan di rumah sepupu, mbak Rinong di Sidoarjo. Karena takut macet, ia datang lebih awal. Berangkat Shubuh! Sosok maya dik Yunan begitu nyata. Ia ramah dan hangat, tanpa pura-pura. Tepatlah saya panggil dik, ia lebih muda dari saya. Duh, serasa tuaaa.
Percakapan sederhana mengantar perjalanan kami ke Surabaya. Menuju kampus UNESA di Lidah Wetan. Di sana, saya dipertemukan dengan kepala prodi bahasa yang pernah 4 tahun di Jerman. Si bapak memang mirip orang Jepang! Senang bercakap-cakap dengan beliau. Maju dan disiplin.
Tak berapa lama, tak sabar untuk memilih menemui mahasiswa yang sudah memenuhi gedung pertemuan. Duaratus lima puluh mahasiswa telah hadir. Banyak bangettt. Betul kata dik Yunan, ia mengerahkan semua mahasiswa yang ada tanpa syarat! Ingat sekali, saya sempat merinding melihat kursi-kursi yang tertata rapi pada tampilan gambar di Whatsapp, satu hari sebelum hari H.
Dari jam 9.30 sampai 12.00 acara mengalir. Mulai dari pidato sambutan, bedah buku yang dibawakan dik Yunan sampai acara kuis yang rebutan menjawab pertanyaan berhadiah seru. Misalnya, “Ada berapa negara bagian di Jerman?“, “Berapa nomor sepatu saya?“ atau “Sebutkan 5 tempat wisata andalan di Berlin“.
Sungguh saya berterima kasih kepada Kompasiana yang telah mempertemukan makhluk sebaik dan sehebat dik Yunan. Dia mengorbankan “jiwa raga“ untuk membuat kedatangan saya ke Surabaya tidak sia-sia! Menyelenggarakan mega workshop di UNESA dan Wisma Jerman. Allah akan membalas dengan pahala setimpal, dik. Saya tunggu kamu di Jerman, menjamu dengan persahabatan yang indah.
Namanya Lukman Halim. Dari kompasianer yang suka menyembunyikan wajahnya kalau selfie, bernama Buyut Trader, saya kenal dik Lukman itu. Dik Lukman kerja di radio Prima di Surabaya.
Maksud mas Sam, barangkali saya mau siaran berbagi tentang penulisan buku. Tentu saja saya iyakan. Setelah berhari-hari berkomunikasi dengan dik Lukman lewat WA dan FB, tim radio Prima memberikan lampu hijau. Alhamdulillah! Juntrungannya, siaran satu jam di “Kantor Pak Jon“ mulai pukul 11.00-12.00.
Naik taksi dari rumah sepupu menuju Surabaya. Bayar Rp 150.000,00 yang Rp 20.000 untuk tip. Sudah murah! Sayangnya, masih pagi, saya kudu nunggu di lobi. Huh. Dik Lukman belum datang. Sembari menunggu dia dan acara dimulai, main internetan mumpung ada wifii. Oi, indahnya dunia dengan internet. Menunggu tak lagi jadi pekerjaan yang menjemukan.
Tak terasa datanglah dik Lukman. Sosok yang baru pertama kali saya tatap wajahnya itu sungguh ramah. Tidak ada kecanggungan di antara kami. Sayang, dia segera ada tugas keluar jadinya saya sendiri lagi.
Berikutnya siaran. Seru. Seru sekali karena di dalam studio sudah ada 4 orang. Dua orang penyiar, satu bagian komputer dan satunya, magang. Tambah saya, kami berlima. Full house.