Indonesia sempat heboh membicarakan status ganda kewarganegaraan WNI. Satunya dobel di Perancis, satunya Amerika Serikat. Soal kewarganegaraan ini memang pelik. Untuk alasan politis, tentu banyak negara yang tidak mau warganya berkewarganegaraan ganda, kecuali kasus khusus. Seperti di Jerman. Setiap anak yang lahir di Jerman langsung dapat paspor Jerman berdasarkan kelahiran. Selain itu, anak-anak boleh memiliki dua paspor sampai umur 18 tahun, baru memilih salah satu.
Jerman juga memberikan kelonggaran pada warga pengungsi seperti dari Suriah, Maroko, dan Iran. Ketiga negara itu tidak mengizinkan warganya untuk meninggalkan kewarganegaraan. Di lain sisi, Jerman sangat memberi kemudahan bagi pengungsi. Aduh, berita krisis pengungsi dan dampaknya di luar dan dalam negeri, masih terus berlanjut. Makanya dengan pengajuan khusus, warga ketiga negara itu boleh dobel.
Teman-teman dan kenalan saya di Jerman yang asal Turki tentu iri hati karena mereka tidak termasuk negara yang diistimewakan Jerman untuk dobel paspor. Padahal, sudah lama sekali keinginan itu diutarakan dalam forum resmi (red: ingat tukar guling penerimaan pengungsi di Turki dengan usulan kemudahan pemberian paspor Jerman bagi warga Turki). Nyatanya, Turki belum juga diterima di EU, meski sudah banyak sekali warga Turki yang menetap di Jerman dari zaman Leiharbeit (pekerja pinjaman) sampai hari ini.
Cara Ganti Paspor Jerman
Sudah sejak tahun pertama di Jerman, saya ditawari Rathaus (kantor pemda setempat) untuk berganti kewarganegaraan, ganti paspor merah hati. Tawaran itu terjadi lagi lima tahun kemudian. Rupanya tak hanya pemda yang menawari, suami saya tiap tahun juga mengingatkan, “Sudah ganti aja paspornya, susah banget kalau travel sama kamu... visa lagi, visa lagi.“ Nyatanya, sampai hari ini belum saya lakukan. Meski sebenarnya ngiler sekali ya, jalan-jalan ke sana kemari... tetapi masih bulat berpaspor hijau. Solusinya, travel ke negara yang tidak membutuhkan visa seperti negara EU yang dekat dengan Jerman atau di Asia Tenggara.
Selama itu pula, satu per satu teman-teman saya yang Ausländerin (orang asing) mulai mengganti paspornya. Mereka pun bertanya, “Kamu kapan?“ Saya hanya mendesah.
Bagaimana sebernarnya pengalaman teman-teman saya mengganti paspornya? Berikut saya bagi kisahnya;
Seorang teman dari Thailand sedang belanja di pusat kota. Begitu masuk dan melihatnya, kami ngobrol. Dia bilang mau ganti kewarganegaraan saja karena ribet kalau mengunjungi adiknya yang di AS. Sang adik menikah dengan warga negara Amerika. Pernah sekali teman saya itu ditolak terbang ke sana. Kapok, katanya.
Lalu, saya cerita kepadanya bahwa satu teman kami yang lain dari Vietnam, juga sudah ikut Bürgerungstest (ujian untuk menjadi warga negara Jerman. Daftar pertanyaan seputar politik dan Jerman). Contoh pertanyaannya dengan multiple choice:
Welches Grundrecht gilt in Deutschland nur für Ausländer / Ausländerinnen? Das Grundrecht auf (Apa saja hak asasi yang khusus dimiliki orang asing di Jerman?)
- Menschenwürde (sebagai manusia)
- Meinungsfreiheit (mengungkapkan pendapat)
- Asyl (perlindungan hukum)
- Schutz der Familie (melindungi keluarga)
Was hat jedes deutsche Bundesland? (Apa yang dimiliki tiap negara bagian?)
- eine eigene Armee (kekuatan pertahanan dan keamanan)
- einen eigenen Außenminister / eine eigene Außenministerin (menteri luar negeri sendiri)
- eine eigene Währung (mata uang sendiri)
- eine eigene Regierung (pemerintahan sendiri)
Nah, setelah mampu menjawab daftar pertanyaan dengan poin yang cukup, teman Vietnam yang umurnya baru saja menginjak 30 itu sudah punya paspor Jerman! Selamat!
Usut punya usut, teman Vietnam itu harus membayar sekitar 200€ untuk memenuhi keinginannya, 6 bulan yang lalu. Kok mahal ya? Padahal saya baca di web pemda Köln hanya meminta 25€ saja. Entahlah.
Pasca pertemuan di kota itu, kami ngobrol via WA. Teman Thailand sudah dapat paspor Jerman seperti teman Vietnam kami tadi. Berapa bayarnya? 225€! Harga untuk Antrag (permohonan lamaran) itu dibayarkan untuk mengikuti tes ganti kewarganegaraan. Setelah lulus, ia mendapatkan Urkunde atau ijazah yang akan dibutuhkan selama pengurusan ganti kewarganegaraan di Landratsamt dan Rathaus setempat.
Lain lagi dengan teman saya dari Turki. Tadi pagi dia cerita sudah memegang paspor Jerman sejak dua minggu yang lalu. Kalimat pertama yang keluar dari mulutnya, “Sudahhh... ganti saja dengan paspor Jerman. Mudah kok dan jadi enak kalau mau ke luar negeri.“ Ehem.
Teman saya itu kelahiran Turki dan tinggal 20 tahun di Jerman, selama 8 tahun ia sekolah di Jerman. Itulah sebabnya, ia tak menjalani tes seperti teman dari Vietnam dan Thailand yang hanya mengikuti kursus kewarganegaraan (Integrationskurs) dan bahasa Jerman selama 6 bulan (paket Deutsche Kurs B1).
Caranya? Mulanya, ia harus mendatangi Rathaus setempat lalu mengisi formulir yang dikirim ke konsulat Turki di kota Karlsruhe. Konsulat mengirim permohonan melepas kewarganegaraan Turki ke Turki. Kedutaan Turki akan mengesahkan permohonan dan dikembalikan ke Jerman. Prosesnya sekitar 6 bulan. Untuk permohonan ia membayar 250€. Dengan semua formalitas selama itu, kalau ditotal ada 600-700€.
Ia bahagia bahwa sekarang semua anggota keluarganya memiliki paspor Jerman meski keturunan asli Turki. Suaminya sudah sejak lama mendapatkannya, sedangkan ketiga anaknya langsung mendapat paspor Jerman karena lahir di Jerman.
Syarat-syarat Ganti Paspor
Meringkas cerita ketiga teman saya itu, berikut syarat yang harus kita penuhi jika ingin ganti paspor Jerman:
Pertama, Gültiges Ausweis dokument atau dokumen ID yang masih berlaku seperti paspor. Kedua, permohonan tertulis. Ketiga, akta lahir. Keempat, dokumen penting milik ayah kandung (surat lahir, surat nikah atau surat keterangan meninggal kalau sudah nggak ada. Kelima, sertifikat ganti kewarganegaraan. Keenam, surat-surat dari Jerman yang digunakan selama ini oleh pelamar (paspor, kartu identitas,). Ketujuh, surat pindah kewarganegaraan dari negara asal.
Sebagai tambahan, tentunya punya uang ya... setidaknya sekitar Rp 3.000.000,00 sampai Rp 8.000.000,00. Siap lahir-batin?
Riwa-riwi harus sabar juga karena tidak bisa instan, kalau tinggal jauh dari konsulat atau kedutaan jadi jauh dan diurus sendiri, repot.
***
Berita tentang dipertanyakannya kewarganegaraan calon menteri kita (Arcandra) sudah berakhir. Beliau disahkan sebagai WNI dan menjadi pejabat negara. Selamat. Welcome aboard (again).
Hmm ....
Ada yang bilang ganti kewarganegaraan dianggap tidak nasionalis. Ada yang beralasan kalau ganti kewarganegaraan itu hanya formalitas. Sementara, yang ada di hati masih sama ketika memiliki paspor asli (pertama). Ada yang mengatakan kalau ganti kewarganegaraan itu untuk mempermudah kehidupan (jalan-jalan, bisnis, hidup dan lainnya). Sekarang terserah kita masing-masing dong, mau pilih tetap jadi WNI meski berada di luar negeri atau berganti paspor. Urusan pribadi. Tapinya kalau sudah dijatuhkan, ada plus-minusnya. Jadi sudah matang dipikir saat keputusan dijatuhkan dan menerima sebab akibatnya.
Semoga dari pengalaman teman-teman saya di atas tadi, kita jadi tahu, ganti kewarganegaraan Jerman juga tidak mudah karena ada tesnya. Harus belajar dan bayar!
Salam ACI (Aku Cinta Indonesia). (G76).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H