Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mudahnya Mengalahkan Orang Lain, Sulitnya Mengalahkan Diri Sendiri

12 September 2016   16:00 Diperbarui: 12 September 2016   16:04 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media massa dan media sosial Indonesia (termasuk Kompasiana) sedang ramai membicarakan tentang MT. Tokoh motivator Indonesia nomor satu itu bisa mengungguli motivator lainnya di tanah air seperti pak Andre wongso, Tung Desem Waringin, James Gwee, Gede Prama dan Hermawan Kartajaya. Semua nama yang saya sebut di atas banyak saya dengar di radio tempat saya pernah mengabdi dulu. Bahkan pernah sekali bertatap muka langsung dengan pak Andre Wongso (dan istri) dalam perjalanan ke Hongkong, saya ke Jerman. Sungguh memotivasi.

Ya betul, mereka sangat menginspirasi dan mampu mengalahkan motivator yang bertebaran di tanah air.

Untuk sosok seperti MT, beliau sudah mengalahkan orang lain untuk jadi top number one tapinya, apakah MT mampu mengalahkan diri sendiri dalam menyikapi kasus pribadinya? Ingat tidak waktu MT emosi menantang AK tes DNA atau ketika bilang AK adalah bapak-bapak yang menelantarkan dirinya sendiri? Bagaimanapun, hanya Tuhan yang tahu siapa yang salah dan benar dalam kasus itu. Semoga bisa diselesaikan dengan baik-baik.

Mengalahkan Orang Lain

Dari kejadian yang dialami MT dan AK, saya jadi mengamati diri sendiri, rupanya mengalahkan orang lain itu bukan hal yang sulit atau ... tetap mungkin dilakukan siapapun. Kalau pak MT saja bisa mengalahkan orang lain (para motivator kawakan), apa saya dan Kompasianer bisa?

Bisa, pasti bisa! Nggak percaya? Jangan cepat putus asa dan rendah diri (kalau rendah hati harus kalau tinggi hati nanti banyak angin kenceng noh di atas).

Mulanya saya nggak percaya. Rupanya setelah menjalani proses yang panjang dan tekun, saya bisa mendapatkannya. Contohnya, saya baru gabung Kompasiana tahun 2011. Sekitar tahun 2012, merasa senang dan bangga ketika mas Erri Subakti menuliskan di akunnya “Top 5 Kompasanawati 2012“.  Di sana, saya ada di posisi 4, dengan 30 artikel HL (headline). Siapa nomor satu? Siapa lagi kalau bukan Kompasianer Inspiratif 2012, Christie Damayanti (44 HL). Mbak Chris yang insinyur dan a stroke surviver itu juga masuk top 10 Kompasianer, posisi 3 di antara para pria. Sudah bertemu dengan mbak Chris yang tak pernah lelah itu ... di markas Kompasiana, saat saya ngoplah buku “38 Wanita Indonesia Bisa“. Mbak Chris, penulis beberapa buku single itu hadir sebagai pemberi endorsemen dalam buku saya. Thank you, dear!

Nah, seperti kata pepatah Indonesia, „Roda itu berputar ... “. Benar! Roda itu kann bundar jadi bisa menggelinding saat dijalankan, seiring dengan detak waktu. Kadang di bawah, kadang di atas. Kalau tahun 2011 itu saya ada di bawah, rupanya tahun 2016, saya ada di atas. Nggak percaya lagi? Simak tulisan admin yang membahas „Inilah Kompasianer dengan Jumlah Headline Terbanyak Part 2“. Di artikel tertanggal 5 Juli 2016. Di sanalah saya sempat kaget tapi juga bangga dan senang. Rupanya roda saya kali ini ada di atas. Meski masih kalah dengan Kompasianer pria, saya yang ada di number 8 dengan jumlah HL (waktu itu 247 sampai hari ini berubah 250) bersyukur jadi satu-satunya Kompasianer wanita yang masuk top 10 dan mbak Christie yang tahun 2011 jadi nomor satu Kompasianer wanita dengan HL terbanyak, masuk Top 20. Saya berhasil mendahului mbak Christie! Padahal sungguh, tak pernah ada pikiran untuk mengungguli siapapun apalagi mbak Chris, kecuali menulis dan menulis. Itu saja. Menjadi ibu RT di luar negeri kann tidak seperti di tanah air ya ... rempong rumpi deh, itu yang jadi motivasi saya. Ibu RT harus bisa! Tulisan admin itu bukan saya maknai kalau sudah banyak HL jagoan, bukan ... HL itu hasil rajin nulis (melewati angka 1000 atau rata-rata 200 setahun).

Hanya saja, intinya itu, mengungguli orang lain pasti bisa dan saya membuktikannya. Apakah mungkin kalau Kompasianer wanita lain mengungguli saya? Sangat mungkin! Nggak percaya? Buktikan sendiri ... teruslah menulis yang baik; aktual, inspiratif, bermanfaat dan menarik di Kompasiana. Nggak usah nulis yang aneh-aneh atau kontroversial. Sederhana saja. Saya yakin, roda saya akan ada di bawah dan roda kompasianer (khususnya yang wanita) akan ada di atas. Tukeran. Kompasianer dapat HL banyak, bisa jadi saya dapat sedikit bahkan nggak dapet sama sekali. Sangat mungkin!

Hohohooo ... ngobrolnya kok soal HL, somse nih yeeee?! Nggak laaah. Nggak ada niatan sombong untuk pamer HL, justru ingin memotivasi diri saya sendiri dan teman-teman Kompasianer khususnya dalam menulis. Keep it up! Ini personal branding gratisan di Kompasiana. Kalau bayar iklan sudah berapa cobaaaaa? HL nggak HL, nulisss. Begitu tekun, menuai buah di kemudian hari. Untuk saya, berapa waktunya? Empat tahun (2012-2016)Ingat, E-M-P-A-T atau kira-kira 365 hari kali 4 = 1460 hari!!! Bisa nggak nunggu selama itu? Tidak ada yang instan dan kekal dalam hidup ini. Kalau orang nggak tekun pasti sudah putus asa di tengah jalan. Betul nggak?

Yang tersirat dalam hal mengalahkan orang lain yang bisa saya petik tadi adalah jalannya roda tadi betul menggelinding. Kuncinya, ya itu tadi tekun. Menulis itu passion jadi tidak bisa dipaksakan untuk melahirkan sebuah tulisan kalau memang lagi nggak mood atau tidak bisa ditunda tarsok (ntar, besok), kalau memang sudah jadwalnya lahir. So, menulislah dengan hati....

Hikmah yang kedua adalah jadi mikir, setelah mengalahkan orang lain bisa bagaimana dengan mengalahkan diri sendiri? Bisa? Hohohohoooo ...

Mengalahkan Diri Sendiri

Cerita mengalahkan atau mengungguli orang lain (dalam prestasi, harta, tahta atau apa saja) itu sudah biasa. Bagaimana dengan mengalahkan diri sendiri? Ini nih, ini yang paling suseeeehhh ...

Umur saya sudah 40, belum tentu umur segitu sudah bersantan, bijaksana, penyabar dan entah apalagi harapan orang dengan usia yang sudah tidak lagi muda tapi juga belum terlalu tua itu. Jauh dehhh ...

Yang jelas banyak hal yang harus saya pelajari dan latih demi mengalahkan diri sendiri supaya:

1. Nggak cepat ngambek

Waduhhh ... suami saya paling nggak bisa kalau saya ngambek. Kalau ngambek saya biasanya diem, nggak ngomong tapi upleg aja, bergerak. Nyapu kek, masak kek, nyetrika kek, nyiram bunga kek ... tapi nggak ngomong. Ciri saya kalau lagi sehat dan happy itu ... nyanyi. Iya, saya suka nyanyi. Kayak burung lah. Xixixi ....

Biasanya saya digoda, dicium atau dipeluk-peluk suami biar ngambeknya ilang. Hahaha ... entah, ya ... kebiasaan dari jaman kanak-kanak ini nggak bisa ilang. Maaf ya, pakkk. Memang harus mengubah gaya yang begini.

2. Nggak cepat marah

Ring tone HP suami diset seperti bunyi lokomotif kereta api kalau saya yang telpon. Kenapa? Katanya saya kalau marah begitu deh ledakannya. “Tut tuuuuuuuutttt ... “ Hahaha ... lombok rawit, kecil tapi pedes.

Dari situ saya kilas balik, betul juga ya. Bukankah menahan marah sudah dilatih sejak kecil saat puasa. Kalau Ramadan kan hawa nafsu termasuk marah nggak boleh.

Waduh susahhh. Suka cepet marah kalau suami dan anak-anak nggak bener.... gimana nih. Harus latihan lagi. Tarik nafassss ... semburrrrr!

3. Bersyukur dan tidak boleh gampang iri

Banyak kawan-kawan di Jerman yang langganan atau sering mudik ke tanah air. Suami saya bilang, “Nggak boleh egois dong. Maunya pulang terus. Kalau kamu ke Indonesia sendirian pun, masih lebih murah kita berlima liburan ke Eropa atau keliling Jerman. Ingat, berlima!“ Hahaha ... betul juga. Begitu kebagian itung duit yang dipakai liburan kemaren, jadi tahu. Home is where the heart is.

Dari situ, selalu bersyukur lah, bisa pulang kalau ada rejeki lebih, meski jaraknya lama. Nggak mesti tiap tahun. Sejak tahun 2006 tinggal di Jerman baru pulang tahun 2009, 2010, 2013, 2015. Intervalnya 1-3 tahun. Sudah bagus, nggak boleh iri. Ada kok yang sudah lama di Jerman nggak bisa atau belum sekalipun pulang ke tanah air. Enjoy.

Kadang manusia memang lupa atau kurang pandai bersyukur, suka membandingkan apa yang diperoleh orang lain dan seterusnya. Manusiawi  sih ... tapi kalau nggak pernah puas kapan tenangnya ya ...

4. Asah Empati

Menulis di media sosial memang hati-hati. Empati harus tetap ada. Bergurau boleh asal ada batasnya. Kalau nggak mau di-bully orang, jangan sampai bully orang lain.

Menyampaikan simpati atau empati sebaiknya dibiasakan. Kalau ada yang ultah dikasih selamat.  Ada yang susah didoakan. Seperti kata pak Tjiptadinata; SMS- Senang Melihat (orang) Senang atau Susah Melihat (orang) Susah. Peduli pada orang lain dan jauhi ego diri yang selfish.

5. “Jangan tanya negara apa yang sudah kau dapat, tapi apa yang kau beri“

Selama di Jerman, sudah beberapa pameran yang saya selenggarakan untuk memamerkan kebudayaan dan keindahan Indonesia (Indonesien Paradise der 1.000 Inseln I dan Indonesien Paradise der 1.000 Inseln II), menari di berbagai acara Indonesia di Eropa dan masih banyak lagi. Mengapa? Kalau nggak saya, siapa lagi? Tinggal dikelilingi gunung dan hutan, nggak banyak orang Indonesia di sini... nggak perlu nunggu bantuan pemerintah untuk melakanakannya. Kalau ada niat pasti terlaksana.

Sejak pertama kali pulang ke tanah air, saya biasa ajak anak-anak ke sekolah tempat saya dulu dari SD sampai PT. Di SD misalnya bisa berbagi mainan, buku, mengajari bahasa Jerman atau lagu-lagu anak-anak Jerman. Seru.

Lama-lama saya mikir, asyik juga kalau berbagi ilmu. Yup, sejak menerbitkan buku jadi suka bikin acara bedah buku (Jakarta, Semarang, Jepara, Bali). Menceritakan motivasi menulis dan cara menulis buku. Selain promo buku sendiri juga bermanfaat dan menginspirasi orang lain. Barangkali ada yang tertarik menulis dan membuat buku... Siapa tahu?

Dari kegiatan itu tentu tak hanya apa yang didapat dari sana tapi yang utama, apa yang saya berikan pada orang lain. Uhukk.

***

OK. Karena sudah Senin, saatnya mulai bekerja. Selamat menjalankan apapun kegiatan yang harus dilaksanakan. Semangat bekerja dengan hati, Kompasianer semuanya. Sudah mampu mengalahkan orang lain? Giliran mengalahkan diri sendiri. Yaiy! Nggak mudah tapi boleh dicoba....(G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun