Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

"Full Day School" Tidak Dipaksakan

10 Agustus 2016   17:08 Diperbarui: 11 Agustus 2016   13:00 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian kecil ibu mengaku meski hanya ibu rumah tangga, setuju kalau anaknya sekolah seharian atau tidak di rumah. Selain orang tua biar tenang di rumah,  anak bisa aktif di sekolah. Kalau di rumah orang tua takut anaknya main yang nggak bener atau bikin rumah berantakan.

Dampak sekolah seharian bagi anak-anak

1.Anak bisa salurkan energi semaksimal mungkin

Sudah turun temurun kalau beberapa anak di kampung kami memilih sekolah lanjutan setelah lulus SD, ke sekolah yang memiliki sistem full day.Meski dijejali materi wajib, anak tersebut tetap diijinkan untuk mengikuti beragam ekstra di sela-sela full day. Sama halnya dengan anak-anak yang tidak ikut program seharian. Sama-sama punya dicampur dalam ekstrakurikuler yang ada di sekolah (menari, olah raga, musik, seni dan lainnya). Berarti itu sama halnya dengan wacana full day dari SD tempat anak kami yang nomor tiga. Anak kami tidak ikut kelas full day, masih boleh ikut kegiatan ekstra seperti komputer, koor atau drama. Haknya sama dengan yang ikut full day. Nilai juga dijamin, tidak akan dibedakan. Yang ikut full day dan tidak, diperlakukan sama. Bukan berarti yang full day jadi istimewa atau kelas full day istimewa. Anak-anak dinilai sesuai prestasi akademik yang dicapai masing-masing anak. Tidak ditambah dan tidak dikurangi.

2. Kurang dekat dengan orang tua

Logis. Karena anak hanya di rumah pagi hari sebelum sekolah dan sore hari sebelum makan malam dan sebelum tidur. Jika orang tua tidak menjaga hubungan kedekatan dengan anak, sulit untuk mempertahankan kedekatan yang ada. Apalagi anak yang sudah ABG. Adohhh! Menanyakan apa saja yang dilakukan di sekolah, ada masalah apa, curhat pribadi dan sejenisnya,  orang tua tidak boleh ketinggalan untuk diikuti berita terbarunya.

3.Pengaruh dari kawan-kawan

Tetangga paling pojok deket gunung punya dua anak. Satunya umur 12 tahun, satunya 6 tahun. Yang pertama disekolahkan di Realschule,sekolah menengah yang seharian. Si ibu cerita kalau sekarang sudah puber dan jadi berani sama orang tua. Kasar dan nggak peduli. Gadis sudah mulai dandan, pakai maskara dan lipstik tipis. Padahal ibunya sangat bebas dari kosmetika! Cantik alami. Ibu merasa, anak jadi lain sekali dengan waktu di SD (sampai kelas 4), anak manis dan deket dengan orang tua. Ia takut itu pengaruh dari teman-temannya di sekolah. Begitu pula kata atau kalimat yang digunakan. Jadi aneh di telinga orang tua, meski anak bilang itu „cool“.

4.Anak capek

Anak pertama kami pernah disekolahkan seharian waktu SD (sekarang sudah kelas 9). Itu bukan hanya keputusan orang tua tapi juga sekolah karena anak memiliki kesulitan dalam pengucapan (Sprachfehler). Sekolah khusus itu berjudul Sprachheilschule. Memang berat karena anak dijemput taksi sekolah pukul 7.15 dan diantar pulang ke rumah pukul 16.15. Masih ada sedikit PR. Sesampainya di rumah mengerjakan sebentar bersama saya lalu cuma di kamar sampai tidur. Katanya capek. Kadang main dengan adiknya di ruang bermain, di sebelah kamarnya. Sudah.

Memang kesulitan pengucapan teratasi bahkan ia boleh meneruskan ke Gymnasium karena punya IP 1,3. Sayangnya, ada kelelahan yang terlihat pada anak. Baik secara fisik maupun psikis. Nggak heran waktu sudah lulus IV SD nggak mau sekolah full day lagi. Kapok. Seperti penjara katanya. Nggak heran kalau ia juga langsung menolak tawaran untuk sekolah lanjutan di Internat (sekolah asrama).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun