Jacques berbaju batik. Ganteng sekali. Badan six packs nya, sudah duduk di sebelahku, membawa kotak kecil berisi dua cincin. Cincin untukku, agak kebesaran tapi biarlah, bisa dibetulkan nanti. Untuk sementara, kami pasang di jari manis sebelah kiri dan ditukar ke kanan pada saatnya tiba. Ahhhh, tak sabar hati ini menanti hari H pernikahan.
Kupandangi cincin bermata berlian itu. Mimpikah aku? Kutampar mukaku. Aduuuuuuh! Sakit. Ini nyata. Matur nuwun, Gusti! Kuucap terima kasih pada yang telah Dia beri.
Oh, hari yang indah. Rumah sederhana kami yang sesak oleh tamu-tamu, lambat laun, sepi. Satu persatu ... tamu pergi. Jacque tak lagi di sini.
***
“Selamat pagi. Apakah benar Anda Mutiara? Calon istri Jacques? Dia meninggal tadi malam pukul ...!“ Aku yang membukakan pintu pagi-pagi itu, terperanjat. Wajahku jadi seperti hantu; pucat dan dingin. Kepalaku pening, pandanganku agak kabur. Tak kudengar lagi kalimat polisi itu. Segera kutarik sebuah kursi dari teras rumah. Aku takut pingsan. Hilang sudah mimpiku bersama Jacques.
Pembantu Jacques menemukannya sudah dingin dan kaku di ranjang rumah kos. Menurut para saksi mata, calon suamiku itu kebanyakan minum minuman keras, oplosan! Bachelor party tadi malam, sepulang dari rumah kami, ia teruskan sendiri meski kawan-kawannya telah pergi.
Tuhan! Bagaimana ini? Tak bisa kubayangkan kemarahan keluarga Van den Boom mendengar bencana ini. Aku hanya bisa menangis. Aku merasa bersalah. Sungguh aku takut jadi gila!
***
Lagi-lagi emak, bulik dan budhe memasak nasi kuning di bilik bambu belakang rumah kami. Bagiku, kepulan asapnya lebih hitam dari tempo lalu. Sehitam dukaku di 40 hari kematian Jacques.
Kotak makanan dari karton berwarna putih, berisi nasi kuning dan lauk pauknya. Sengaja bukan nasi putih karena aku yang minta. Jacques paling suka nasi kuning. Barangkali roh Jacques akan bahagia melihat nasi kuning terakhirnya.
Dos kami bagi-bagi tetangga dan mereka yang ikut tahlilan. Selembar kertas sebagai doa untuk arwah Jacques, ada di dalamnya. Wajah muram mudah ditemukan di antara tikar yang diduduki para pria bersarung dan berpeci itu. Salah satunya adalah pria yang dijodohkan bapak untukku, Joni.