Seorang teman dari Indonesia baru saja menginap di rumah kami selama dua hari. Sebelumnya, ia sudah menginap di Berlin dan Köln. Ada beberapa cerita yang membuatnya geli, heran dan gitu deh ... nano-nano.
Apa itu? Tentang seni bertetangga. Kami berdiskusi. Rupanya dibandingkan dengan di tanah air, kami pikir di Jerman termasuk unik. Bagaimana contohnya? Begini:
Jangan barbecue di balkon apartemen
Namanya juga kunjungan ke luar negeri. Musim hangat lagi. Begitu datang, teman-teman dekat langsung berkumpul dan menyempatkan diri untuk meluangkan waktu. Misalnya dengan grillen, bakar-bakar aka barbecue. Nah, karena di daerah perkotaan sempit, rumah tidak melebar tapi meninggi alias bangunan seperti flat, apartemen atau kondominium sudah tidak asing lagi dilihat.
Ketika sedang asyik ngobrol, minum-minum dan teman membakar daging dengan kompor barbecue mini ... muncul di balkon tetangga sebelah, seorang perempuan tua yang marah-marah. Ia bukan karena minta dibagi makanan tapi karena asapnya mampir ke balkonnya. Dia bilang asap itu mengganggu. Aduh, bagaimana kalau asap tebal kebakaran hutan coba? Bukankah asap barbecue tergolong tipis? Baunyapun ... hmmmmmm.
Barbecue paling aman di tempat khusus seperti Waldhutte yang bisa disewa dengan gubuknya, tempat pembakaran dan taman bermain. Lengkap. Bahkan ada yang gratisan tapi harus cepetan datangnya, keburu penuh.
Atau bagi yang tinggal di daerah perkampungan dengan jarak rumah yang satu dengan yang lainnya berjauhan, barbecue tidak akan jadi masalah.
Hati-hati menyiram tanaman balkon
Pada musim semi sampai musim panas, orang Jerman biasa memiliki tanaman di balkon. Digantung dengan pot atau dengan tempat khusus dari kayu yang menyatu dengan pagar balkon.
Kalau tidak disiram, pasti mati itu tanaman. Kasihan. Meskipun demikian, tetap hati-hati untuk melakukannya. Pasalnya, cipratan air bisa mengundang masalah jika menjatuhi bahkan mengotori balkon tetangga di bawah! Mending kalau mandi kembang, ini mah mandi siraman air campur tanah dan bunga.
Jangan berisik di dalam rumah
Ketika menginap di sebuah Ferien Wohnung (tempat menginap saat liburan, biasanya bertingkat seperti apartemen atau flat), saya ditegur tetangga di bawah. Katanya, kami diharap tidak berisik karena anak semata wayang yang umurnya 5 tahun, suka takut mendengar bunyi berisik (dari berjalan di atas lantai, berlari di atas lantai, atau bunyi TV yang terlalu keras).
Pernah beberapa kali bertemu dengan orang Jerman yang memaklumi bahwa kalau anak berisik itu biasa. Itu artinya, mereka sehat. Haha ... betul juga, anak-anak kalau diam biasanya kalau pas sakit atau tidur!
Hati-hati parkir di depan/seberang rumah orang tanpa ijin
Sepasang suami istri, didatangi tetangganya. Tetangga itu rumahnya seberangan, jalannya memang sempit. Ya, namanya juga gang buntuuuuu, kalau lebar namanya jalan raya.
Nah, si nenek bilang bahwa keluarga Indonesia-Jerman itu dilarang untuk parkir tepat di seberang garasinya. Ingat bukan di depan garasi tetangga tapi di seberangnya. Katanya, ia sudah tua jadi butuh tempat yang luas. Kalau keluar garasi dan separoh jalan sudah ada mobil parkir, dia nggak bisa!
Permintaan itu tidak hanya kepada tetangga seberang rumah nenek tapi berlaku untuk semua orang. Buktinya, si nenek memasang plang di depan garasi yang melarang siapapun untuk parkir di seberang tempat parkirnya. Eh?
Huh, di seberang saja salah apalagi tepat di depan rumah orang coba? Keluarga itu juga pernah mendapat keluhan dari tetangganya yang lain karena terlalu lama dan sering parkir mobilnya di depan rumah mereka. Antara rumah dan parkir mobil di jalan itu, disela oleh pedestrian.
Memutar mobil di tempat khusus
Wendeplatz adalah tempat khusus bagi mobil untuk berputar/balik. Di lingkaran itu, biasanya tidak boleh ada siapapun yang parkir.
Ketika kami berkunjung ke teman di kota sebelah, kami parkir di depan garasi pemilik rumah. Tak berapa lama, kami pulang. Karena di gang sebelah sedang ada Baustelle atau perbaikan jalan, kami tidak putar di Wendeplatz karena takut ditutup dari perbaikan itu.
Karena sudah malam dan ingin cepat-cepat karena takut hujan batu (Hagel), kami berputar di depan garasi teman kami dan melindas paving garasi tetangga seberang rumah. Apa yang terjadi? Pemilik rumah keluar dan mencak-mencak. Ia ngomel sembari mengacung-acungkan jarinya kepada kami di dalam mobil. Suami saya berkomentar, nggak papa. Sepanjang tidak ada kerusakan pada paving, garasi atau tembok dari tetangga, kami tidak usah khawatir. Aduhhh ... bagaimanapun, saya tetap deg-degan dan tidak enak hati. Segera saya kirim pesan singkat kepada teman kami untuk memintakan maaf kepada tetangga. Lain kali tetap memutar di Wendeplatz atau lapangan yang tidak ada rumahnya saja, deh.
Hati-hati pelihara hewan
Masih ingat kann cerita kakek tua tetangga saya yang datang pagi-pagi, minta ijin untuk memelihara ayam jago? Ia khawatir bahwa suara kokoknya akan mengganggu kami. Si kakek tahu betul adat orang Jerman bahwa ini bisa jadi mengganggu orang lain.
Hewan lain? Rupanya itu juga terjadi jika punya burung. Burung yang bisa terbang dan cerewet bisa membawa masalah. Sebuah pasangan Jerman-Indonesia dimejahijaukan tetangga sebelah karena burungnya berkicau terlalu keras dan sering. Si pasangan harus menyewa pengacara seharga 500€. Akhirnya, mereka harus membayar denda sejumlah uang atau melepas burung itu agar pergi ke alam bebas.
Tanam pohon paling tidak 1-2 meter dari pagar
Ketika sedang menyirami tanaman dan bunga di kebun depan, seorang perempuan menghampiri. Ia adalah pemilik sebidang tanah di depan rumah kami. Katanya, kami harus memotong pohon kami yang menjulang di tanahnya. Satu hari lagi, pekerjanya hendak memotong rumput dengan traktor. Ranting pohon akan mengganggu pekerjaan. Akhirnya, suami saya potong sedikit dan membantu memotong rumput dengan traktor kecilnya.
Beda lagi kalau yang jatuh adalah hasil pohon alias buah. Di rumah kami ada kenari dan kacang Hasel. Karena sudah tinggi dan panjang, rantingnya sampai mampir ke kebun tetangga sebelah. Tak terkecuali buahnya, berjatuhan. Yang itu, nggak papa. Tetangga malah senang. Nggak menanam tapi dapat hasilnya.
Membangun garasi 2,5 meter dari kebun orang
Ada aturan demikian karena mengantisipasi jika terjadi kebakaran. Masih ada jarak khusus yang dianggap bisa menghindarkan milik tetangga ikut kebakaran. Kalau makan-makan bolehlah ajak, kebakaran ya jangan ngajak.
Ditambah, ketika tetangga kami hendak membangun sebuah garasi untuk anaknya di dekat kebun belakang rumah kami, keluarga itu harus meminta tandatangan kami bahwa kami mengijinkan. Surat itu menjadi dasar bagi kontraktor untuk melaksanakan proyeknya, membangun garasi.
***
Ohhhh, masih banyak lagi seni bertetangga ala Jerman tapi pekerjaan sudah menunggu. Sampai di sini saja deh curhatnya. Lain kali nyambung. Tetangga adalah saudara terdekat, kalau tidak cocok ... bisa tidak sehat. Selamat bertetangga dengan baik.(G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H