Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

[KPK] Soto Bangkong Semarang, Menu Favorit Turun-temurun

26 Mei 2016   14:43 Diperbarui: 31 Mei 2016   22:15 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lihat web resmi Soto Bangkong di sini, saya jadi tahu bahwa memang betul peribahasa von nichts kommt nichtsatau tidak ada makan siang yang gratis. Kalau saja pada tahun 1950, Pak H. Soleh Soekarno tidak menjajakan soto dengan pikulan angkring bambunya dan berjalan kaki, pastilah usaha soto Bangkong tidak akan seperti sekarang. Mulai dari membuka rumah makan di perempatan Bangkong (tempat pertama mangkal), kini memiliki tiga cabang. Satu di Srondol dan dua di Jakarta. Luar biasa, bisnis keluarga yang bertahan sampai hari ini (red: 66 tahun).

Buah dari bisnis yang dirintis pak Soleh membawanya dua kali naik haji dan membiayai sekolah anak-anak ke luar negeri. Hebat, ya? Inspiratif.

Mengapa saya suka Soto Bangkong?

Suka dan tidak suka terhadap masakan pasti soal cocok-cocokan lidah. Ada orang yang suka pedas tapi anti manis. Ada orang yang suka makanan berkuah, lainnya mau kering saja. Kalau cinta dari mata turun ke hati, masakan ... dari perut naik ke hati.

Hmmm ... Apa alasan saya menyukai Soto bangkong?

Pertama, rekomendasi dari bapak-ibu saya. Ini ternyata juga cocok untuk lidah barat suami saya. Berarti ada tradisi untuk mencicipinya.

Kedua, porsinya kecil. Mangkuknya imut, kecil tapi tinggi seperti mangkok China. Cocok untuk saya yang kalau makan lamaaaaa sekali kayak putri Solo dan kalau kebanyakan porsi jadi nggak habis, cepet mblenger/bosan.

Ketiga, lauknya ada tempe yang disajikan kering, dibandrol Rp 1.500,00. Tahu kan, tempe Eropa diproduksi di Belanda. Jadi kalau saya mau beli harus pesan on line. Bikin sendiri lama dan agak repot. Jangan lupa cicipi lauk lain, sate telur puyuh yang rasanya manis-gurih, OMG! Sate usus, sate ayam dan sate kerang ... juga lezat. Sate itu dihargai Rp 2.000,00-Rp 4.000,00/tusuk. Bagi yang suka krupuk, ada krupuk kampung yang kriuk-kriuk nih.

Keempat, soto Bangkong kuahnya khas. Warnanya bening, ada coklat-coklatnya dari warna kecap manis. Campuran nasinya pas, dengan suwiran daging ayam, tauge, bihun/mie gelas, tomat, tauge dan taburan bawang merah-putih goreng. Harganya Rp 13.000,00.

Terakhir, sembari menunggu soto dihidangkan, saya suka nikmati es soda gembira (es batu, susu, soda dan sirup Framboze) atau es teh wasgitelnya ... luarrrr biasa. Sedap! Namanya juga Semarang panas, cepat haus ....

Soto Bangkong di perempatan Bangkong
Soto Bangkong di perempatan Bangkong
***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun