Aku berhasil merayu pria yang selama ini mengejar-ngejarku di twitter. Mengantarku menikmati indahnya danau dan pegunungan di Swiss. Gratis, Bo! Bayangin pergi ke Swiss sudah habis berapa? Menginap seminggu di villa depan danau itu saja, paling enggak 2500 CHF! Kalau dirupiahin 30 jutaan. Itu sama dengan royalti bukuku selama dua tahun! Ya, kami tinggal selama seminggu....Ngeri kannnn?
Bagaimana aku mendapatkan durian runtuh?
Begini. Namanya Fabio. Pria umuran 60 tahun. Katanya, dia duren. Duda keren. Dia cerita, istri dan anak-anaknya mati kecelakaan waktu mereka berlibur di Ghana, Afrika.
Aku baru kenal sebulan sama Fabio tapi seperti aku sudah bertahun-tahun berteman dengannya. Maklum, Fabio obral cerita, macam ibuk-ibuk.
Itulah ...Fabio. Dia followerku. Setiap pagi, dia tweet di halamanku. Itu saja tak cukup. Dia curhat di mailbox. Alamakkkkk ... Mana pakai bahasa Inggris, yang aku saja masih level basic grothal-grathul ... Little-little I can dan no what-what gitu lah ... Tapi aku PD.
Fabio selalu menyukai tweetku, eh bukan ... Di mencintai tweetku, karena ada gambar hati. Padahal buku-buku yang ditweet fansku adalah buku berbahasa Indonesia. Yang nggak nyambung sama bahasa Italia, bahasa ibunya atau Inggris, bahasa komunikasi kami. Jauhhhh...
Pernah aku merasa bosan hendak unfollow si Fabio. Tapinya, aku ada akal yang lebih baik ... Ya, mengelabui Fabio!
"Do you like me, Fabio?" Tanyaku suatu hari ...
"Yes, I love you."
"Do you want to meet me, dear Fabio?"
"Yes sure ... I'd love too, Mel... I want to know you more ..." Namaku Melati. Tapi untuk lidah Italia seperti dia, pasti susah. Sebut saja, Mel. Itu pesanku.
"Easy, invite me and send me some money. I'll fly to EU. Meet me in Ascona." Locarno tempat Fabio menetap, hanya 15 menit dari Ascona. Aku pengen ke sana. Kata orang, tempat itu kumpulannya orang-orang kaya sedunia. Apa-apa mahal. Ini kesempatan emasku. Kapan lagi ke sana kalau nggak sekarang?
"Why not? I want to reach you, Mel. I'd do everything for you ..."
Hahaha ... Aku beruntung. Fabio nggak banyak cing cong. Ia percaya begitu saja ketika aku suruh transfer sejumlah uang di norek yang aku kasih. Fabio melakukan semua yang aku pinta.
***
Tiga minggu berlalu. Semua beres. Kami janjian. Aku memang datang. Ke Ascona ... Gila, aku memang gila. Bermain api, terbakar?
"Meet me in Seehotel, room number 21." kukirim mailbox lewat tweeter, supaya ia menemuiku di kamar hotel no 21. Setengah jam kemudian ia membalas mailbox;
"I am already around Hermes store. I'll be there in a second. It's just 3 minutes walk. I've just bought a wrist watch for you ... Sorry, I couldn't find a bouquet of rose or any flower around here. Hope you like it"
Jiahhhhhh ... Fabioooo ... Terima pesan langsung jump in the car. Romantis banget sih, mau ketemuan pake acara cari bungaaaaa. Nggak ada bunga, eeee ... dibeliin jam Hermes. Mamamiaaaa ... Aku ngimpi apa yaaaaa ... Kan maksudnya cuma ngerjain duren kenalan sajaaa. Hermes bukan kremes, OMG!
Bel pintu berbunyi. Kubukakan pintu. Sengaja aku dandan ekstra untuk menyambutnya. Berbaju terbuka. Belahan baju atasan yang rendah dan rok mini. High heelku semakin membuatku seksi. Wow. Keindahan tubuhku tampak bagai buah matang pohon yang siap dipetik.
Tuhan! Ia berlutut, mencium tanganku. Mataku berbintang-bintang bukan karena itu. Kulirik kotak oranye berpita coklat tua, yang lalu diulurkan padaku. Isinya aku tahu. Pasti jam tangan Hermes, kan tadi udah bilang.
Haha... Aku tak canggung meski baru pertama kali itu ketemu. Bergaya layaknya profi. Kuajak Fabio masuk, duduk di sofa. Kubuatkan teh Stroberi Eilles untuknya. Kudengarkan cerocos yang sebenarnya aku sendiri tak peduli. Berkali-kali kuamati arlojiku. Bisa jadi karena aku bosan pada kalimat-kalimat Fabio, sekaligus mengira-ira berapa harga benda pemberian teman kencanku itu.
Setengah jam. Arghhhh... Kenapa jarum jam jalannya lelet banget sih? Aku tak sanggup. Kuajak Fabio jalan keluar. Alasannya makan dan aku yang nggak bisa masak, lebih suka akrab dengan resto. Mobil Porsche Carera warna putih milik Fabio diparkir di depan garasi Hotel. Kami jalan kaki ke Ristorante. Habis itu, belanja! Mumpung Fabio ada di sini. Ia akan menginap di kamar nomor 21.
Dua jam kemudian,tas- tas belanja dari kertas itu bergelantungan di tangan Fabio yang tampak keriput. Ia rela bawain. Aku bagai Shopping queen dijagai pengawal paling ganteng sedunia. Halahhh ... Enak sekali rupanya kencan sama follower tweeterku ini. Nggak reseh, mesra dan suka kasih-kasih. Bukan tipe pria pelit, pemuja wanita yang hobi jeng-jeng sepertiku.
Ohh... Hari sudah malam. Kami kembali ke hotel. Setelah mandi, baru kusuruh Fabio berendam ...sementara aku dandan yang cantik dan wangi, untuk kebahagiaan semu kami di ranjang bertirai itu.
***
Tak terasa hari sudah pagi. Aku bukan bangun di kamar hotel yang indah no. 21 tapi di kamar yang dingin dan penuh jeruji. Suara sesenggukan di kantor Polizia itu keluar dari tenggorokanku. Seingatku, tadi malam, mereka menginterogasiku. Menanyaiku tentang kejadian semalam. Fabio, pria 60 tahun itu, mati terendam di kamar mandi ... Di kamar no.21!!! (G76).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H