Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Perlukah Ajari Anak Bahasa Inggris sejak Dini?

18 April 2016   18:14 Diperbarui: 18 April 2016   20:37 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stuttgart, lagi-lagi saya harus ke sana. Tujuan bukan mau jeng-jeng atau shoppinglho yaaaaaa tapi ikut seminar “English for kids“ yang diadakan oleh Volkshochschule Leinfelden-Echterdingen. Workshop disponsori oleh VHS Tuttlingen, tempat saya ngajar murid usia 60+. Jadinya, semangat dong, ada yang bantu bayarin uang workshop sama transport. Hahaha. Mata duitannn.

Halahhhh, sudah nggak muda lagi, masih ikut workshop? Biariiiin, tujuan saya ikut karena memang VHS Tuttlingen dan Spaichingen membuka kelas bahasa Inggris untuk anak-anak, jadi, siapa tahu banyak anak-anak mendaftar dan saya dibutuhkan? Tempo kapan itu ada yang daftar tapi kurang kuota. Ho-oh deh ... Sekalian ganti pemandangan yaaa ... halan-halan ke kota besar!

Stuttgart bisa dicapai sejam dengan mobil atau hampir dua jam dengan kereta. Karena malas menyetir mobil di jalan tol yang pasti padat, jamnya berangkat kantor dan ramah lingkungan (cieee), saya pilih naik kereta sajalah. Kalau lebih dari jam 9 pagi, bisa saja pakai Baden-Württemberg tiket, karena ambil yang lebih pagi jadinya yang flex, lebih mahal! Tapi nggak papa deh ... yang penting sampai dan ogah nyasar.

[caption caption="Workshop "English for kids" di VHS "][/caption]Merasa oon di antara para native speakers

Sampai! Haaaa ... iya ... dari 15 peserta, hanya kami berenam yang bukan native speaker. Tiga dari Jerman, satu dari Brasil, satu dari Perancis dan satu dari Indonesia. Yang Indonesia ini nihhh dari Jawa, jadinya Janglish. Jawa-English! Xixixi ... Aduuuuh, malu waktu pembicara bilang, untuk orang dewasa di Indonesia, barangkali terlambat belajar bahasa Inggris akan sulit. Lah iya, lah dokkk ... lidah Jawa, mana belajarnya baru SMP, sudah kaku, otaknya sudah banyak isinya. Sumpek. Idihhhh. Tapi untuk sesuatu yang baik? Go on! Karena oon ya saya ikut, kalau sudah pintar ya nggak perlu kann dok ....

Oh, ya. Peserta native speakers waktu itu adalah dari Amerika Serikat, Inggris dan Irlandia. Mereka pindah ke Jerman dengan beragam alasan. Untuk mengisi waktu, ya ... memanfaatkan kemampuan bahasa ibu, mengajar bahasa Inggris. Beberapa di antara mereka sudah mengajar orang dewasa dan anak-anak. Untuk menambah pengetahuan tentang strategi dan managemen pengajaran bahasa Inggris pada anak-anak, jadinya ikut workshop tadi.

Mengapa mengajari bahasa Inggris sebaiknya sejak dini?

Dr. Ursula von Helldorf adalah wanita yang tinggal di Ehingen, desa kecil di daerah Ulm. Yang sudah baca buku saya “Exploring Germany“ pasti tahu seperti apa gambaran kota Ulm, yang banyak mahasiswa Indonesianya itu lhooooo.

Sang doktor sudah 10 tahun menjalankan program pelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak TK. Sponsornya? Sepasang orang tua murid dari Polandia yang merasa heran, mengapa di TK Jerman nggak pernah diajari bahasa Inggris, meski satu lagu sekalipun,  nggakkkk! Nah, makanya, mereka menggaji dan memfasilitasi Dr. Ursula untuk menjalankannya. Sukses! Ia mengambil kesimpulan bahwa “Children who are not good in German, they get advantage learning English“. Sesuai pengalaman, anak-anak yang bukan keturunan asli Jerman dan Jermannya jelek dibanding anak-anak pada umumnya, memiliki kemampuan belajar bahasa Inggris yang lebih baik.

Selain mengajar, si doktor yang ekspresif itu banyak melakukan kegiatan sosial, salah satunya, mengajar bahasa Jerman pada para pengungsi. Bahasa pengantar yang dipakainya adalah bahasa Inggris. Schulamt atau dinas pendidikan di Jerman memang sedang butuh banyak pengajar bahasa Jerman yang juga bisa bahasa Inggris, bahasa yang kebanyakan dikuasai para pengungsi. Doktor terpilih.

OK. Dalam seminar yang saya ikuti itu, diadakan brainstorming; mengapa mengajari anak-anak bahasa Inggris lebih diutamakan ketimbang kalau sudah sekolah atau dewasa?

Dr. Ursula mengatakan bahwa mengajari anak-anak usia dini untuk belajar bahasa Inggris adalah sebuah hal yang baik dan direkomendasikan. Meskipun, kenyataannya, ia mendapat protes banyak orang Jerman bahwa anak-anak usia dini itu haruslah, pertama, belajar bahasa Jerman yang betul. Kalau dicampur sama bahasa Inggris apa nggak kasihan tuh otak anak-anak? Apa jawabannya? “Never too much learning, they are like an open window...“ Tidak ada kata terlalu banyak untuk anak-anak. Mereka tak ubahnya sebuah jendela yang dibuka lebar dan tinggal mengisi. Anak-anak diciptakan Tuhan untuk belajar tentang banyak hal, dalam satu waktu, secara berkala, berkelanjutan. Belajar bahasa Inggris sejak dini akan memperbaiki pronounciation. Pengucapan jadi lebih mudah.

Tip untuk mengajari bahasa Inggris sejak dini, dengan aman

Pertama, gunakanlah boneka. Anak-anak usia TK (2-6 tahun) mereka ini, masih tertarik dengan hal-hal yang lucu, imut dan ya ... gitu tuh ... Dengan menggunakan boneka yang hanya mau berbicara bahasa Inggris dan tidak paham bahasa lain, Dr. Ursula yakin itu akan membuat anak-anak secara konsisten menggunakan bahasa Inggris dalam kelas bahasa Inggris. Tahu kapan harus berbahasa Jerman, kapan berbahasa Inggris. Di kelas bahasa Inggris? Ya, hanya bahasa Inggris.

Boneka yang lucu, menarik perhatian anak-anak untuk belajar bahasa Inggris dan memperhatikan apa kata si boneka. Ada faktor interest di sana, imbuh saya, dalam workshop.

Seorang pemilik lembaga bahasa Inggris, yang duduk di sebelah saya bilang bahwa dengan boneka, lebih mudah berbicara dengan anak-anak. Kata seorang peserta dari Inggris, bahwa boneka itu akan menjadi teman baik bagi anak-anak. Dr. Ursula sendiri menamakan boneka anjingnya, “Mopsy“. Butuh waktu lama untuk mengganti peran boneka buaya yang sudah dikenalkan di sekolah sebelum ia datang. Intinya, Dr. Ursula menyarankan untuk mencari boneka sendiri, bukan meniru orang lain karena itu bukan dirinya. Apa nama boneka Kompasianer yang hanya bisa bahasa Inggris?

Seorang peserta, pengajar di sekolah Realschule Jerman (kelas 7-10) mengaku, ia memberi denda pada muridnya di kelas, jika tidak berbicara dalam bahasa Inggris dalam kelas bahasa Inggris. Awalnya susah tetapi lambat laun, mereka menyadari trik ini. Jadi, tidak semata-mata sayang uang dan tidak mau membayar denda, ya.

Kedua, menggunakan lagu. Dimulai dari lagu selamat datang sampai lagu sampai jumpa lagi. Beberapa contoh lagu yang direkomendasikan misalnya:

“Is Gana here today? If Gana is here today, turns around and says; hurray ...“ Di mana semua anak membentuk lingkaran, kedua tangan menepuk paha, badan diguncangkan, mulut menyanyikannya, anak yang disebut berputar dan berteriak “hurray“. Lewat gerakan, lagu dan lirik berbahasa Inggris itu, antara lain, anak akan belajar bahasa Inggris untuk menggunakan simple present IS.

Lagu berikutnya adalah;

“Hello, what’s your name? Hello, what’s your name. Hello, hello, hello“ (diucapkan semua anak).

“My name is Gana, my name is Gana“ (diucapkan anak yang ditunjuk).

“Hallo Gana, hallo Gana, hallooooo!“ (diucapkan semua anak).

Lagu itu mengajak anak menggunakan kata tanya WHAT dan pertanyaan; What's your name? dengan jawaban; my name is ....

Waktu di Indonesia, saya pernah mengajari anak-anak TK bahasa Inggris dengan lagu yang diajari teman-teman LSM:

“Good morning, good morning, today we come to see. You and me, let us say good morning.“ Pasti Kompasianer juga mengenal lagu berbahasa Inggris untuk greetings. Apakah itu? Share ya?

Ketiga, menggunakan cerita. Buku-buku berbahasa Inggris di Jerman banyak, Dr. Ursula memilih buku berbahasa Inggris yang ia beli di negara native speakers seperti Inggris dan Amerika. Bagaimana di Indonesia? Sudah banyak kan?

Nah, ada yang tahu cerita Beanstalk? Biji yang dibuang dan tumbuh pohon raksasa menuju langit? Lalu ketemu raksasa? Cerita ini sudah nggak asing lagi buat anak-anak kami karena mereka sering membuka buku yang bisa bicara sendiri dengan bahasa Inggris dari native speaker. Cerita ini menjadi rekomendasi Dr. Ursula pula.

Selain itu, favorit Dr. Ursula adalah “Mr. Wolf wants to cook a pancake“. Kisah seekor serigala yang sendirian dan tidak ada seekor hewanpun di desanya, yang mau membantunya membuat pancake. Sampai ia berusaha keras bikin sendiri. Berhasil! Bau harum pancake menggegerkan desa. Mereka mendatangi rumah serigala. Mr.Wolf nggak mau berbagi pancake hasil buatannya. Sampai ia pikir, nggak ada salahnya kalau persilakan mereka masuk rumah. Apa yang terjadi? Setelah semua masuk, ending-nya, Mr. Wolf duduk di sofa dengan pancake nya. Di mana yang lain? Tebaklah sendiri. Haha ... humor ala Inggris.

Selain itu ada  buku cantik “Ladybird“ di mana nantinya, anak-anak bisa diajak untuk membuat prakarya membuat si binatang. Dengan menggunting kertas, membuat lingkaran lalu diwarnai merah dan ditotol-totol hitam. Bingo! Menarik!

Sebuah buku raksasa seukuran 80 cm, berjudul “Shark in the park“ juga asyik tetapi ia hanya menggunakan setahun sekali. Tidak ada muatan nilai moral yang penting di sana, selain bermain teleskop dan belajar kata SHARK dan menjawab pertanyaan guru “What is that?“ dengan jawaban “Shark in the park“ berkali-kali. Anak-anak memang berhasil diajak belajar dengan bermain, have fun, membuat teleskop dari kertas!

Buku “We’re going on a bear hunt“ dilengkapi dengan CD. Kisah sekeluarga yang mencari beruang raksasa akhirnya ketakutan sendiri dan kapok, nggak mau lagi. Ketika mendengarkan CD bersama, guru bisa berimaginasi mengajak anak-anak berjingkat-jingkat melewati seorang anak yang berperan sebagai beruang. Menirukan gerakan keluarga yang melewati lumpur yang melengketkan sepatu atau berteriak bersama ketika ada adegan melihat beruang di dalam goa yang gelap. Seru!

Ada lagi buku yang selain mengajarkan kosa kata tentang pakaian (trousers, tie, hat, shoes ...), juga memberi pesan moral pada anak-anak “The smartest giant in town.“ Raksasa yang baik dan murah hati. Kisahnya begini; seorang raksasa yang menjahitkan pakaian di sebuah kota lalu harus memberikan satu persatu mulai dari topi, ikat pinggang, baju sampai sepatu kepada hewan lain lalu kedinginan sendiri. Ketika ingin menjahitkan lagi, tokonya tutup. Datanglah para hewan yang telah ditolongnya, memberikan sebuah hadiah! Kejutan yang indah. Air susu dibalas air susu.

“Pop up book“ adalah buku menarik untuk anak-anak yang bisa dibuka dan muncul sesuatu yang menarik. Dilengkapi dengan CD lagu “There’s a hungry caterpilar“ buku itu semakin hidup. Anak-anak belajar tentang hewan, cuaca dan buah-buahan.

Selain buku rekomendasi Dr. Ursula, para peserta merekomendasikan buku lain seperti „Monkey and me“, “Dogs“ dan “Froggy gets dressed“.

Keempat, menggunakan permainan. Misalnya, ketika belajar tentang warna, bagikan kain pada anak-anak. Mereka bisa mengambil warna sesukanya. Buat lingkaran dan guru menyebut sebuah warna, yang punya warna itu maju atau berputar. Permainan lain adalah warna yang sama, bertukar tempat.

Belajar tentang nomor? Ucapkan syair:

“One, two, three ... come to me. Four, five, six ... pick the sticks. Seven, eight, nine ... walk the line. Number ten, come back again!“ Anak-anak disuruh mengucapkan angka dan menirukan kalimat. Mengambil tongkat di tangan guru, berjalan satu baris lalu kembali lagi ke tempat. Diingatkan pada anak-anak bahwa tongkat tidak untuk memukul karena ini tongkat ajaib. Mengembalikan tongkat juga harus perlahan. “Pssst ... psssst“.

Kunci sukses belajar bahasa Inggris bersama anak-anak

Repetition. Pengulangan yang biasa didengar lewat lagu, CD, diucapkan, didengar dari orang lain akan mempermudah untuk mengingat. Kalau kurang nambah lagiiii. Tak heran kalau dalam lirik lagu, kalimat dalam buku bahasa Inggris, terjadi pengulangan. Enak? Lagi dong!

Routine. Artinya bahwa ini akan dilakukan secara berkala, nggak cuma hari ini saja, besoknya nggak lagi ...

Rutinitas kadang memang membosankan, makanya diperlukan variation. Variasi pengembangan thema, media, alat peraga dan sebagainya. Namanya anak-anak, cepet bosen. Kalau sudah bosen, akal-akalannya aneh. Kalau ada variasi pasti sesuatu yang baru itu menarik perhatian mereka.

Movement atau gerakan akan menarik anak-anak untuk belajar bahasa Inggris. Dengan gerakan, ingatan mereka jadi lebih tajam. Lewat gerakan, belajar jadi lebih santai dan asyik nggak duduk melulu.

Focus, kalau nggak ada konsentrasi mana bisa sesuatu terwujud? Begitu pula dengan belajar bahasa Inggris. Guru dan murid harus fokus. Materi yang diajarkan juga. Jangan terlalu melebar.

***

Kalau sudah membaca artikel ini, apa jawaban Kompasianer? Perlukan mengajari anak-anak bahasa Inggris sejak dini? Saya sendiri bilang PERLU tapi nggak usah dipaksain. Anak-anak di Jerman belajar bahasa Inggris dari SD sejak kelas satu (umur enam tahun). Saya ajari di rumah juga kalau mereka tanya saja, atau minta. Kalau nggak ya, nggak. Misi pertama saya adalah mereka bagus Jermannya dulu untuk keperluan sekolah dan bisa bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Yang mana, saya adalah satu-satunya guru bahasa Indonesia di rumah. Tidak ada saudara, tetangga, les atau siapapun yang bisa memberi pengaruh. Belajar dari Budi, anak pak Rahmat dan bu Siti. Ohhh ... Seingat saya, saya baru belajar bahasa Inggris sejak kelas 1 SMP sampai kuliah. Bisa kok berbahasa Inggris lesan-tulisan, meski Janglish. Yes, tho? Hehehe ... Jadinya, kalau mereka sudah mulai sejak kelas 1 SD, sudah lebih awal dan pastinya, lebih bagus dari emaknya (icon mata mendelikpada anak-anak).

Sudah yaaaaa ... Masih banyak lagi lagu, cerita dan permainan berbahasa Inggris yang dibagi dalam workshop, tappppiiiii sudah ada tiga lembar, nanti tambah capek bacanyaaaa. Takut dibalang sandal. Semoga menginspirasi Kompasianer yang ingin mengajar bahasa Inggris di kelas atau di rumah. Selamat mencoba. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun