Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Schmotzige Donnerstag, Orang Jerman Bikin “Bolang-baling“

17 Februari 2016   16:35 Diperbarui: 18 Februari 2016   09:09 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Pak, schmutzig sama schmotzig sama nggak artinya?“ Tanya saya.

“Schmutzig itu kotor seperti kamu, buk. Kalau schmotzig, itu kann dialek Schwabisch. Orang Blackforest tahunya schmotzige Dunschtich, buk.“ Suami saya memang kadang tidak serius kalau diajak ngomong.

“Jahaaatttt, kamu yang kotor. Eh, Dunschtich? Donnerstag, maksudmu?“ Saya ingat, suami saya yang suka ngusel-usel... sampai saya ngakak kegelian.

“Itu namanya bahasa Jermaaaan, aku orang Schwabisch“ Lidah suami sambil menjulur-julur. Idih. Wasis, pantes.

Saya mengenal kata schmutzig, yang dalam bahasa Indonesia artinya kotor. Lain waktu saya tahu ada perayaan Schmotzige Donnerstag. Schmotzig berarti berminyak, fett dan dijadikan nama hari dalam rangkaian karnaval di Jerman dan Swiss. Donnerstag, hari kamis. Berminyak karena orang goreng daging dan ... yang unik ... menggoreng bolang-baling Jerman yang disebut Fastnachtküchle. Bahan dan rasanya sama, hanya bolang-baling Semarang, Indonesia, lebih besar dan lebih mengembang bahkan isinya kosong.

Cara membuatnya sangat mudah. Bahannya tepung terigu, Hefe (ragi blok yang dicairkan di air hangat), garam, gula pasir, air dan kadang ada yang kasih bubuk kayu manis (jika suka). Setelah dimixer, diuleni, didiamkan di kulkas sebentar lalu digiling pakai roll, dipotong kotak-kotak ... barulah digoreng. Bolang-baling mini jadi! Ditabur gula, siap disantap.

[caption caption="Fastnachtküchle"][/caption]

Bangunin orang pakai klothekan

Hmmm. Saya mau cerita dari awal, ya? Hari Kamis satu minggu sebelum Aschermittwoch, hari berakhirnya karnaval di Jerman itu dinamai Schmotzige Donnerstag. Pagi-pagi sekitar pukul 06.00 sudah pada bangun gedumbrengan. Membawa segala peralatan yang bisa dibunyikan. Mereka berpakaian putih-putih. Itu pakaian tidur jaman duluuuu sekali. Lucu, ahhh.

Sudah gitu udara dingin tidak membuat mereka gentar memainkannya, keliling kampung. Mereka membangunkan orang yang sedang tidur agar segera ganti pakaian dan bergabung. Selanjutnya, rombongan akan makan pagi bersama di restauran setempat. Makan pagi bareng, mumpung belum puasa untuk tidak makan daging selama 40 sampai paskah. Klub senam kami sudah dikoordinir pesan tempat dua hari sebelumnya. Biar kebagian kursi. Nggak asyik kalau harus bawa kursi lempit sendiri. Hahaha.

Mendirikan pohon nenek sihir

Pagi sudah ramai. Malamnya tambah ramai karena sejak pukul 18.00 warga kembali kumpul di depan kantor kelurahan. Mereka masih berpakaian sama seperti pagi tadi. Setelah itu long march menuju lapangan balai setempat.

Ohhhh ... iya mereka masih membunyikan gedumbrengan. Mau blek roti, mau tong sampah, mau panci ... semua dibawa. Pemukulnya bisa ranting kayu atau Kochlöffel, kayu untuk memasak sup.

Sampai di lapangan, semua mengelilingi tali yang sudah  dilingkarkan panitia. Panitia akan mendirikan pohon Narren. Tim yang terdiri dari 12 orang itu berhasil mendirikan pohon di mana ada figur nenek sihir yang ditalikan (nantinya akan dibakar pada Funkelnfeuer, hari Minggu setelah hari Aschermittwoch, hari Rabu).

[caption caption="Mulai pukul 06.00 gedumbrengan"]

[/caption]

[caption caption="Keliling kampung bangunin orang"]

[/caption]

Perayaan Hemndglonkerball

Setelah pohon berdiri, orang masuk hall. Gedung pertemuan penuh dengan lautan warna putih, dari pakaian warga, sebagian dengan pakaian loreng merah atau biru, khas fastnacht.

Hiburan berupa tarian, mulai dari tarian anak-anak sampai tarian nenek sihir disajikan. Kami menikmati acara, sekalian kumpul warga ... jarang-jarang kann? Kesibukan sehari-hari dan orang-orang tidak terbiasa ketemu setiap hari meski dengan tetangga sebelah. Akhirnya, kumpulll ... ada segi positifnya.

“Buk ... anaknya mana?“ Suami tengak-tengok.

“Ilang, pak“ Rasa khawatir juga ikut merayap di dada.

“Waduh gelap. Lampunya mati. Itu grup tukang sihirnya datang. Anakmu pasti takut.“

“Iya nih ... aduhh ... ngumpet di mana ya?“ Meski berdiri, tak terlihat sosok anak bungsu yang tadi lari-lari  sama anak-anak sebaya. Dan dari belakang, si anak memeluk bapaknya sambil merem. Walaaaah ... anak ragil takuuuut. Setannya serem, matanya ada lampu menyala. Hiyyy!

[caption caption="Hemndglönkerball"]

[/caption]

[caption caption="Berpakaian putih-putih, baju tidur jaman bahula ... "]

[/caption]

[caption caption="Kumpul dengan warga setempat, asyik!"]

[/caption]

[caption caption="Nenek sihir lampunya mencorong ... hiyyyy"]

[/caption]***

Nah, itu tadi tradisi Schmotzige Donnerstag yang di Jerman ditandai dengan beragam acara sehari semalam dan pakai acara nggoreng bolang-baling. Di Semarang tinggal keplok ...ada yang belok, itu tukang jualan bolang-baling disunggi, atau beli di perempatan yang jualan pakai gerobak. Di Jerman, bikin sendiriiiiii ... Eh, kapan pertama kali Kompasianer mengunyah bolang-baling? Semoga tidak lupa sama jajanan tradisional itu. Orang Jerman yang modern, maju saja masih melestarikan budaya yang turun-temurun diwariskan. Siapa bilang yang jadul itu harus dibuang? Selamat pagi. (G76)

 

Note: Schwabisch, bangsa Jerman yang tinggal di daerah selatan, di sekitar hutan Blackforest (Schwarzwald).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun