Fasnacht Montag. Hari karnaval Fastnacht yang jatuh pada hari Senin, dua hari sebelum karnaval berakhir di Aschermittwoch. Bersama kompasianer Eberle, kami menikmati acara yang digelar kampung kami. Tajuknya, “Käpselefasnet; Karussel“. Seperti di dalam sirkus di mana orang berdandan badut dan sejenisnya. Warna-warni!
Di sana, kami dapat tempat duduk dekat permainan anak-anak. Seorang lelaki dengan menggotong kayu berisi makanan dan permen keliling. Tertulis di papan kecil, Maus 30 ctz, Schlange 5 ct, Moritz 10 ct, Popcorn 5 ct ...
“Wih beli pop corn murah. Cuma 5 sen. Nggak pernah aku beli sesuatu di Jerman dengan koin kecil ini.“ Kompasianer Eberle kembali ke meja, setelah sebelumnya sama anak-anak mengerubuti si pria yang dodolan panganan itu.
“Laaah kok murah, biasanya gratis. Tahun kemarin masih gratis, tinggal ambil.“ Saya protes. Meskipun orang Jerman tidak pernah meremehkan koin kecil tapi menyimpannya di celengan lalu dikirim ke bank, membayar dengan 5 sen memang jarang terjadi. Berita bahwa pengunjung karnaval harus bayar pop corn sedikit mengejutkan saya.
“Oh, iya tho?“ Gantian teman saya itu yang heran.
Haha... ibuk-ibuk. Sesampai di rumah, saya lapor:
“Pak, mosok sekarang pop corn yang dibawa orang ngider di Käpselefasnet, kudu bayar.“ Agak bersungut-sungut, saya letakkan sepatu ke depan.
“Oh, ya?“ Pelukan suami hampir membuat saya meledak, kencengggg.
“Iya, dijual 5 sen....“
“Betul itu, coba kalau gratis. Kayak tahun kemarin, anak-anak pada main lempar brondong. Sayang kann? Orang tua bakal marah kalau anaknya dikasih duit terus brondongnya tidak dimakan atau sengaja dilempar-lempar. Kalau gratis barangkali, dibiarin.“ Memang pada Käpsele Fastnet, anak-anak biasa main lempar Konfetti (kertas kecil-kecil, kadang warna-warni), atau semprotan busa warna pelangi dan sambil kejar-kejaran gitu. Tak terkecuali kalau ada brondong di tangan kan?
“Buk ... aku kangen. Kamu perginya lama...“ Halaaaah ... tadi diajak nggak mau. Saiki nggoleki! Kalau ditinggal kesepian. Huuuuh, papiiii!