“Aku tak yakin. Sam temanku. Aku tahu betul sifatnya... tak mungkin ia keras pada istrinya.“
“Manuela yakin itu hasutan mertuanya. Orang tua Sam benci Manuela. Kalau kamu jadi Sam, apa kamu tega memukul Manuela, Peter...?“
Peter mengangkat bahu, ia tidak tahu. Padahal ingin aku menggali rasa ingin tahu yang selama ini menyesak di dada. Bagaimana kalau itu terjadi pada Sandra?
Aku perempuan. Aku tahu posisi Sandra dan aku tidak terima apa yang dialami Sandra menjadi kegiatan rutin yang tak berujung.
***
Lebam. Lagi-lagi hari ini mata Sandra lebam. Kali ini menjalar sampai sekujur tubuhnya. Aku tak bisa menahan geram. Kuraih HP. Kutelepon polisi. 110!
Tak perlu lama untuk menunggu. Usai berbincang sebentar, mereka membawa Sandra ke dokter, visum. Kemudian, ia tidak dibawa pulang ke rumah. Frauenhaus. Betul, tempat aman bagi para perempuan di Jerman yang diperlakukan tidak semestinya itu tujuan alternatif terbaik. Aku pikir, ini takdir yang semestinya. Dipelihara oleh negara.
Kulepas Sandra tanpa air mata tapi senyum kemenangan, yang seharusnya sudah sejak dari dulu mengembang. Dalam hidup ini, perempuan memiliki banyak kewajiban tapi ingat... ia masih punya hak, jangan sampai terinjak.
Kutancap gas Cabrio warna hitam menuju rumahku, istanaku. Di sanalah, aku akan selalu disambut buah hati dan kekasih yang menghargaiku. Seutuhnya. Tak pernah luntur. Semoga tidak akan terbalik.
***
Di sebuah rumah susun di pusat kota Stuttgart.