Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kekurangan Guru, Orang Tua Murid SD Jerman Segera Kirim SP ke Diknas

30 Oktober 2015   17:13 Diperbarui: 30 Oktober 2015   17:22 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

September minggu kedua adalah awal tahun ajaran baru tahun 2015/2016. Sudah sejak sebelum liburan musim panas dan kenaikan kelas, yakni akhir Juli, orang tua dan anak-anak sudah heboh dengan isu perginya kepala sekolah dan tiga guru secara bersamaan.

 

Guru musik, tiba-tiba jatuh dan amnesia lalu harus dirawat di pusat rehabilitasi untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Wanita berambut abu-abu itu memang penyabar dan disukai anak-anak. Ia mengajari murid yang tertarik untuk belajar musik dan menyanyi pada sore hari (ekstrakurikuler). Memandang wajahnya, seperti melihat kedamaian.

 

Guru wali kelas IV, adalah guru anak kami yang nomor dua. Dia juga pernah jadi guru wali kelas 3 anak kami yang nomor satu. Alasan kepergiannya, cuti hamil dan melahirkan. Jadinya, setidaknya satu tahun absen. Bayangkan. Guru cantik itu juga termasuk favorit anak-anak. Selain cantik juga lembut, tidak pernah kasar atau berteriak keras-keras.

 

Guru terakhir, bahasa Inggris. Wanita muda berambut blonde itu memang belum lama gabung SD setempat. Saya bisa memahami niatannya untuk meninggalkan sekolah karena ingin melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Sebenarnya bisa disambi tapi terlalu stress dengan masalah waktu. Untuk mencapai SD, ia harus satu jam naik kereta. Kalau ia harus bolak-balik ke sekolah dan kampus, repot kali ya. Untuk kuliah pasti butuh waktu yang banyak untuk belajar. Nggak kayak saya dulu kerja sambil kuliah. Kuliahnya kurang maksimal.

 

Tambah parah lagi karena sejak awal semester, kepala sekolahnya pensiun! Jadi September itu adalah awal yang sulit. Tiga guru dan kepala sekolah pergi. Untungnya, kepala sekolah yang baru sudah ada. Beliau, pernah sekolah di SD itu, 30 tahun yang lalu. Rumahnya juga dekat sekolah.

 

Ya, gitu. Guru musik sudah tidak berada di sekolah sejak awal semester. Guru wali kelas IV sejak seminggu yang lalu dan guru bahasa Inggris sudah sebulan yang lalu. Oalah, ada 3 guru yang benar-benar menghilang! Parahnya, guru wali kelas IV tadi adalah guru agama Katholik. Peran itu tidak bisa digantikan pastor setempat karena sibuk. Sedangkan guru lain, tidak boleh memegang kelas agama Katholik karena harus punya Ausbildung atau pendidikan khusus untuk itu. Semacam Akta kali ya?

 

Nah, tiga, saudara-saudara. Banyak kann? Aneh tapi nyatanya, Jerman yang biasanya teratur, disiplin, cepat dan punya pemikiran ke depan itu bisa kekurangan guru.

 

Gejala kekurangan guru sebenarnya sudah dirasakan sejak awal September dan kepala sekolah yang lama dan baru sudah janji mencarikan dengan mengirim surat kepada diknas setempat. Tapi sampai hari ini belum ada jawaban ....

 

Akibatnya? Sejak dua hari lalu, beredarlah email dari pengurus orang tua murid kelas IV karena tidak ada guru wali kelas IV, tidak ada guru agama Katholik dan tidak ada guru musik yang menggelar ekstrakurikuler. Memang untuk sementara, sejak September, ekstrakurikuler untuk kelas 1-4 ditiadakan dengan alasan kekurangan guru. Gurunya sudah capek tambal sulam dari pagi sampai siang. Kalau sampai sore, bisa KO dong ya ... Guru juga manusia, butuh istirahat. Ekstrakurikuler akan dijalankan lagi kalau masalah kekurangan guru terselesaikan.

 

Ya, dalam email itu, pengurus meminta persetujuan kami para orang tua murid untuk mendukung tekanan pengurus pada (Bürgermeister) kepala daerah setempat untuk menandatangani surat peringatan kepada Schulamt (diknas) yang akan dikirim awal minggu depan. Diknas setempat dianggap kurang tanggap menghadapi situasi kekurangan guru sejak September. Padahal sudah lapor jauh-jauh hari. Masalah pendidikan bukan perkara main-main. Penting pakai banget. Dalam kurun waktu September-Oktober (2 bulan), diknas belum berhasil menempatkan guru di SD kami.

 

Untuk sementara waktu, yang lari-lari adalah kepala sekolah. Mborong sana-sini. Semua pelajaran kelas IV dan banyak lagi.

 

***

 

Nah ... yang merasa negeri kita, Indonesia nggak perhatikan masalah pendidikan sampai kekurangan guru di pelosok-pelosok nusantara (padahal banyak orang atau guru siap mengajar)... ini membukakan mata kita bahwa negara sebesar dan semodern Jerman pun masih bisa lho kekurangan guru. Saya yakin juga kejadian di kota lain. Kekurangan guru ... Nggak bisa nyulap simsalabim, kannnn.

 

Baik, semoga segera sebelum tahun 2015 berakhir, kemelut kekurangan guru di SD kami bisa diselesaikan sehingga tahun 2016 dimulai dengan lembaran yang terbaik. Lagi prihatin. (G76).

PS: Sekolah ada di kawasan satu dari 16 negara bagian Jerman, Baden-Württemberg.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun