"Ungu agak keijo-ijoan" Anak gizi UNDIP semester 7 itu membalas inbox FB saya. Pikiran melayang membayangkan ijonya rumput yang tak bergoyang.
"Yaaaahhh ... Ungu gak punya. Gak jadi kembaran kita" Balasan message sampai.
"Mbak sih gak bilang." Entah seneng karena gak jadi kembaran sama saya atau sedih karena gak bisa jadi twin dengan "idolanya" yaaaa (hueeek).
"Seharian kemarin pasang gambar pameran sibuk banget, gak ingat. Baru ingat tadi ... tapi kamu udah ambil baju di ibu sanggarnya ya." Tanggal 1 September itu saya ngetem di UPGRIS, memasang kertas yang sudah dilekati foto Jerman.
Ah. Biru. Itu warna kebaya yang saya pilih. Kalau merah kan udah waktu di kompasiana Jakarta. Yang toska, udah dicoba di seminar di Jepara. Mau yang baru. Halahhh, kemayu.
Dan ketika dua jam sebelum pembukaan pameran, baju biru itu baru melekat saat di WC kampus lantaran tadi pakai rok kembang.
"Wih cantiknyaaaaa ..." Dosen, staff dan siapapun yang kenal saya dan melihat langsung komen.
"Yo, mestiii ... Mumpung!" Gaya saya kemayu. Lenggat-lenggot berjalan dengan sekat kain batik warna putih. Idiiih, malu-maluin kaaan.
"Ah, nyedhaki sing ayu dan nom ahhh ..." Seorang staf mendekati saya yang menurutnya lagi ayu dan tampak lebih muda dari usianya (halah).
"Nom opo, makan kalender yooo..." Kepala saya pacak gulu. Hahaha ... Orang-orang tambah gemes. Tapi gayeng, pagi-pagi sudah ada hiburan. Ramai. Iya, karena saya. G-a-n-a.