Seorang tetangga yang lain pernah kumpul kebo dengan pacarnya. Tanpa diduga, sang pacar hamil tapi tak mau menikah dengan tetangga saya yang badannya segaban itu. Alasannya, si pacar mau menikah dengan orang lain yang dianggap lebih memiliki masa depan yang lebih baik. Lebih baik menunggu daripada menikah dengan tetangga saya itu.
Tak berapa lama, tetangga saya justru menikah dengan perempuan lain sedangkan anak si pacar tumbuh dan hidup bersama ibunya. Ketika umur 13 tahun, si anak memohon kepada pemda yang mengurusi anak-anak dan remaja, agar tinggal di Jugendheim atau kalau tidak di Flat sendiri saja. Dan akhirnya memilih Internat (asrama). Mengapa? Alasannya, hidup bersama saudara tiri dan ayah tiri tidak seindah yang ia inginkan. Si gadis tahu ada kesempatan untuk memilih.
Oh, ya. Karena anak yang lahir dari pacar terdahulu adalah hasil perbuatan tetangga saya itu, ia dikenai kewajiban oleh pemda (Jungendamt) untuk membayar subsidi anak meskipun secara periodik Kindergeld atau uang support untuk anak, sudah diberi pemda (Landratsamt) per bulannya kepada si pacar (ibu si gadis). Tetangga saya, yang statusnya adalah hanya pacar, harus membayar 400€/bulan. Silakan hitung berapa uang yang sudah ia bayarkan sampai si anak berumur 18 tahun? Kini si anak sudah berumur 21 tahun.
Delapanbelas tahun adalah masa di mana seorang anak dianggap dewasa, memiliki hak-hak yang sebelumnya tidak diperoleh (merokok, alkohol, menandatangani surat penting, pergi ke pesta lewat tengah malam, mengambil keputusan sendiri dan sebagainya).
Sampai 21 tahun, sepertinya anak Jerman masih memiliki hak untuk mendapatkan dana segar dari orang tua. Kalau di Indonesia kebanyakan sampai menikah bukan? “Buk, nyuwun arta ....“
Baiklah, sekian saja. Tetap hati-hati dan waspada. Ingat, kalau ada apa-apa, resiko ditanggung “pengendara“. (G76)