Waktu saya masih SD, saya ikut-ikutan bapak baca koran lokal setiap hari. Mumpung langganan. Di salah satu lembarnya, sering terdapat pengumuman bahwa seorang anak dicari, meninggalkan rumah dengan ciri-ciri rambut, wajah dan pakaian waktu terakhir kali bertemu sebelum pergi. Mengapa mereka pergi meninggalkan rumah?
Ada kisah seorang anak laki-laki yang minggat waktu SMA kelas 2. Sebabnya, si anak tidak kuat dikekang sang bapak. Harus begini-harus begitu. Bapaknya memang keras dalam mendidik anak dan si anak, Dul, keras kepala.
Si ibu sudah beberapa kali menasehati dengan lembut tapi tak mempan juga. Sampai suatu hari minggat itu.
Bingung, panik, sedih campur kayak nano-nano. Si ibu berusaha mencari informasi untuk menemukan si anak. Si anak dibujuk untuk kembali dan meneruskan sekolah. Susahhh. Hingga pada suatu hari, terdengar kabar si anak mengalami kecelakaan terlindas truk ketika mengendarai sepeda motor.
Kagetnya setengah mati, orang tua segera menjenguk anak ke rumah sakit. Si anak kembali ke rumah, meneruskan SMA sampai tamat lalu minggat lagi. Halahhhhh.
Untung sang bunda berhasil membujuk si anak untuk tetap meneruskan ke jenjang perguruan tinggi meski tetap ngotot tak mau balik ke rumah alias hidup mandiri, memiliki warung gorengan. Alhamdulillah, kini sudah jadi sarjana, menikah dan punya anak serta kerja swasta.
***
Dari cerita Thom, Ben, Max, Bibi sampai Dul tadi, saya jadi tahu bahwa adat minggat anak muda bisa terjadi di seluruh dunia. Alasannya kadang hampir-hampir mirip, kurang harmonisnya komunikasi dan kepala batu (entah orang tua, si anak, atau keduanya).
Seumur hidup, saya memang belum pernah minggat kalau pindah rumah sering. Serem dan nggak enak kayaknya kalau minggat. Apalagi sekarang sudah jadi orang tua. Saya tambah yakin, sekeras-kerasnya orang tua itu memiliki tujuan baik agar anaknya lurus. Minggat? Don’t try this at home, it’s dangerous! (G76)
Dok: G76, contoh gambaran kira-kira, pengumuman anak Jerman yang dicari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H