Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Adat Minggat Anak Muda

30 Juni 2015   14:55 Diperbarui: 30 Juni 2015   14:55 1912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua tahun berselang, si anak lulus kelas 13. Dengan sendirinya, ia kembali ke rumah ibu, “hotel Mama“ dan jadi pengangguran selama setahun lalu dapat kerja sebagai Zimmermädchen, tukang rapiin kamar di sebuah hotel di kota setempat.

Cerita yang hampir mirip, diceritakan sekretaris bimbel tempat saya mengajar bahasa Inggris. Anaknya, Max, 21 tahun minggat dari rumah. Tahu-tahu, anak tinggal di rumah nenek alias ibu dari ibu sekretaris. Ayem.

Alasan minggat hampir persis anak tetangga saya. Sebelum minggat, si ibu dan anak bertengkar soal pembagian tugas di rumah. Si anak malas dan hanya menggantungkan orang tua. Memangnya hotel gratisan; makan, tidur tanpa balasan setimpal. Tadinya, si anak dibela sang nenek. Setelah empat tahun lamanya menginap gratis di rumah nenek, si nenek memiliki pemikiran yang sama dengan anaknya, bahwa si cucu memang keterlaluan. Malas. Sebagai hukumannya, si cucu diwajibkan nenek untuk membayar uang listrik dan air di apartemen yang dia tinggali. Rumah nenek memiliki tiga lantai dan si cucu ada di salah satu lantainya. Apalagi, si cucu sudah tinggal bersama pasangannya. Jadi, double kan konsumsinya, bukan single lagi. Berat di ongkos.

Barangkali itung-itungan orang tua/nenek-kakek dengan anak/cucu seperti itu tidak terjadi di tanah air?

 

Adat minggat tak hanya dilakukan anak laki-laki

Minggat, saya kira hanya monopoli remaja berjenis kelamin laki-laki. Salah. Salah besar. Seorang kenalan suami berbagi kisah, bagaimana ia membesarkan dua anak perempuan. Tidak mudah seperti yang saya kira. Anak kedua yang manja dan dekat dengan mereka, Bibi, ternyata justru minggat ketika lulus SMA. Orang tua mana yang tidak kelabakan anaknya minggat, apalagi perempuan???

Setelah pencarian sekian lama dan berbicara dari hati ke hati, si anak mau kembali, asal orang tua mau menerima pacar (dari Kroasia) sebagai bagian dari keluarga. Oooooh, saya tahu, ternyata si bapak (orang Jerman) tidak suka anaknya diambil anak muda yang menurutnya kurang simpatik, makanya si anak minggat. Pengorbanan cinta anak muda, lebih baik minggat daripada pacar yang minggat. Begitu barangkali pemikiran sang gadis waktu itu. Kini, mereka sudah 10 tahun menikah tapi belum dikaruniai anak.

Pernah sekali saya mencerna curhatan sang bapak; menyalahkan si anak yang ngotot minggat dan kawin dengan pria pilihannya karena sampai hari ini ia tidak pernah memiliki cucu. Katanya, itu seperti karma membantah orang tua. Doa orang tua adalah tangan kedua dari sang Pencipta. Tapinya, mengapa anak pertama juga belum juga dikasih momongan? Barangkali memang anak-anak si om, terlahir dengan kesuburan yang berbeda dengan wanita kebanyakan yang dikaruniai anak.

Apa yang dilakukan orang tua kalau anaknya minggat?Ada yang dibiarkan, nanti kalau kecelakaan pulang sendiri atau menempel kertas pengumuman. Pengumuman anak remaja hilang contohnya “Vermisst: ... Wir haben dich vermisst ... deine Eltern“ juga beberapa kali saya temukan di papan pengumuman di toko atau tempat umum lainnya. Lengkap dengan foto terakhir, ciri-ciri, serta harapan dari orang tua agar si anak kembali. Rindu. Jika ada yang mengetahui, diharap memberitahu di nomor yang tertera.

Adat minggat di Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun