Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Perlukah Museum Barbie di Jakarta?

30 Desember 2011   23:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:33 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Café-Museum zum Puppenhaus di Immenstadt, Jerman adalah sebuah kolaborasi cafe dan museum yang menyimpan boneka bersejarah pada masa lampau hingga kini. Museum yang bangunannya saya pandang amat sederhana namun bermakna ini (kira-kira sebesar perumnas tipe 21 bertingkat 3) adalah sebuah bukti sejarah budi daya manusia sedunia menciptakan sesuatu dari akalnya.

[caption id="attachment_160147" align="aligncenter" width="645" caption="Café-Museum zum Puppenhaus di Immenstadt, Jerman"][/caption]

Catatan sejarah perkembangan boneka

Meja dan kursi kayu yang sekilas mirip buatan Jepara itu biasa digelar di depan museum (mungkin tidak pada saat bersalju). Kue seperti Käse Kuchen (red: kue keju), Erdbeer Torte (red: kue stroberi) dan sebagainya itu akan ditemani minuman semacam kopi, teh, Kaba (red: coklat hangat) atau minuman soft drink bahkan bir atau minuman beralkohol lainnya.

Loket dihiasi dengan rak-rak dengan beragam souvenir. Begitu usai membayar karcis, pengunjung dipersilahkan untuk menaiki tangga kayu (yang kalau dijejaki akan menimbulkan bunyi-bunyian khasnya).

Mata saya tertegun memandang boneka sebesar balita yang memiliki gaun-gaun indah. Mereka tentu lebih manis dari sekedar boneka Chaki. Hiyyy ... Chaki. I see ... Jerman memang memproduksi banyak boneka porselen.

[caption id="attachment_160148" align="aligncenter" width="581" caption="Boneka porselen produk kebanggaan Jerman"][/caption]

Kaki ini melangkah pelan tapi pasti. Sebuah boneka badut sebesar suami saya bersandar disebuah tembok, menemani figura-figura jadul yang menggambarkan kemajuan boneka dari tahun ke tahun.

Disebelahnya, berderet-deret kereta dorong dan boneka yang menghiasinya didekatkan pada sebuah kursi bayi. Ini mengingatkan saya bahwa sejak bayi sudah bisa duduk dan memegang alat makan, orang tua Jerman kebanyakan mendudukkan anaknya di kursi semacam itu dan membiarkannya berkutat dengan makanan dan minumannya dengan tangannya sendiri, mandiri. Padahal budaya didulang saat makan dan minum pada masyarakat kita masih amat lekat hingga kini.

Ohhh ... lagi-lagi mata saya terbelalak melihat sebuah Original Jugendstil Kuche Komplett (red: satu set dapur boneka mini) buatan tahun 1910! Aih, orang tua saya saja belum lahir pada tahun itu, mana jaman susah lagi ...

[caption id="attachment_160149" align="aligncenter" width="581" caption="Boneka dan asesoris produksi tahun 1910"][/caption]

Barbie produk Indonesia

Boneka-boneka Barbie terkurung dalam kotak transparan. Kacanya membuat kamera poket kami tak leluasa menembusnya. Si sulung mulai memotret di sana-sini. Sayang, ia banyak bergerak sehingga gambar tak begitu jernih tertangkap lensa. Lain kali mama yang pegang kamera ya, Nang?

Segerombolan Barbie dengan atribut pantai nampak ceria melambai pada kami. Wow, perkembangan Barbie dari masa ke masa terjerat disana. Belum lagi koleksi Barbie dari berbagai belahan dunia. Ah, sayang saya tak bisa membuka baju untuk melihat punggungnya dan melihat tulisan © 2009 M..... .... I-N-D-O-N-E-S-I-A seperti beberapa milik anak-anak kami dan beberapa anak yang saya temui di Jerman.

[caption id="attachment_160151" align="aligncenter" width="310" caption="Barbie juga mau kepantai ... (maaf, gambarnya goyang)"][/caption] [caption id="attachment_160152" align="aligncenter" width="322" caption="Barbie&Ken Malaysia, Amerika, Mexico, China dan tentunya Indonesia tho?"][/caption] [caption id="attachment_160154" align="aligncenter" width="310" caption="Berfantasi dari kaca display saja ..."][/caption]

Perlukah museum Barbie?

Hiks ... kalau Indonesia sudah memproduksi Barbie sejak lama dan diekspor kemana-mana ... apakah tidak merugi kalau tidak ada museumnya? Biarlah bangga para pekerja pabrik yang membuatnya (kabarnya mencapai 7000-9000 orang yang bisa jadi dibayar UMR dengan beberapashift, dibandingkan dengan harga boneka dan asesorisnya yang mahal itu, sepertinya tidak sepadan). Pantas juga kalau orang sedunia tahu bahwa bangsa ini juga mampu menghargai hasil karya sendiri. Tak salah pula sejarah pembuatannya dinikmati semua orang, tak hanya mereka yang mampu membeli atau mengkoleksinya. Cerita untuk anak cucu, sebelum pabrik itu ditutup pada suatu masa. Who knows?

Saya tak pernah sekalipun mendengar adanya dokumentasi karya negeri itu di tanah air (atau saya yang kuper ya?). Duh kapaaaan di Jakarta berdiri museum Barbie? Aneh rasanya saat negeri yang kaya akan produksi Barbie ini tak memiliki museumnya? Apa tidak sayang jika pengumpulannya terlambat bahkan tak kesampaian? Hiks, ora keduman ... why oh why???

Mengingat, menimbang dan seterusnya ... barangkali ini diambil positifnya saja bahwa selain menyimpan produksi bangsa yang berkualitas internasional, ini juga memberi kesempatan kepada hampir semua anak melihat dari dekat dan tak harus masuk ke toko mainan dan merengek pada orang tua (aksi anti bangkrut atau justru sebaliknya yah, hehehe ... let's see). Tak ketinggalan museum menjadi magnet wisatawan mancanegara yang mampir ke Jakarta. Jadi produk rejectmisalnya, tak dibuang percuma, tak boleh hanya dikoleksi orang dalam sahaja dan sebagainya tetapi bisa dialokasikan di sebuah tempat atau museum untuk khalayak umum.

Ya - ya - ya ... museum adalah tempat penyimpanan benda bersejarah, bukan untuk dijual atau dibeli, bahkan dilarang untuk dicuri. Salam cinta produksi sendiri.

P.s: Terinspirasi oleh anak-anak Jerman yang gembira nan heboh dengan hadiah natal, terutama Barbie. Jika berpaling kebelakang, anak-anak bangsa kita tidak semuanya menikmati hasil karya pabrikan ini, tak juga dari display kaca sekalipun. Mereka di negara berkembang ini, hanya meraba di awang-awang, seperti apa sebenarnya mainan yang sering diidamkan dan dimiliki kebanyakan anak-anak di belahan dunia yang sudah maju itu. Mungkin dari museum 'bayangan' ini, ada kemungkinan bagi anak-anak itu untuk menilik sesekali dan mencoba puas meski hanya dengan berfantasi. Bisa jadi mereka menjadi bangga akan produksi negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun